ArsipDewan Adat Paniai Bantah Pernyataan Menkopolhukam

Dewan Adat Paniai Bantah Pernyataan Menkopolhukam

Rabu 2014-12-17 18:09:30

PANIAI, SUARAPAPUA.com — Ketua Dewan Adat Paniai (DAP), Jhon NR Gobay, membantah pernyataan Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menkopolhukam), Tedjo Edi Purdijanto, yang menyatakan persoalan tewasnya lima warga sipil di Paniai, Papua, telah diselesaikan secara adat.

“Penyelesaian adat seperti apa yang Menkopolhukam maksudkan, omong kosong besar kalau sudah diselesaikan, saya mau katakan dengan tegas tidak ada, sampai sekarang masyarakat masih tunggu,” kata Gobay, kepada suarapapua.com, Rabu (17/12/2014) siang.

 

Menurut Gobay, hingga saat ini masyarakat Paniai masih menunggu kehadiran petinggi Kepolisian Republik Indonesia dan Markas Besar TNI AD, termasuk membentuk tim pencari fakta yang melakukan investigasi secara independen.

 

“Kalau sebut penyelesaian secara adat, berarti pihak korban bersama pelaku berkumpul dan berbicara untuk menyelesaikan persoalan ini, tapi sampai saat ini belum ada, jadi tidak benar pernyataan Menkopolhukam,” kata Gobay.

 

Dikatakan, dalam kebiasaan masyarakat adat Paniai, hakim adat yang dikoordinir oleh tua-tua adat akan mengumpukan kedua belah pihak, baik pihak pelaku maupun korban, dan kemudian menggelar sidang terbuka.

 

“Dalam sidang adat itu, pihak korban akan menyampaikan tuntutan adat, dan pihak pelaku menyampaikan sanggahan-sanggahan, dan kesediaannya untuk membayar secara adat, itu baru disebut menyelesaikan persoalan secara adat,” kata Gobay.

 

Menurut Gobay, peradilan adat selalu di tempat yang terbuka, disaksikan oleh ribuan warga, dan disaksikan oleh kedua belah pihak juga para tetua adat yang diundang, termasuk pemerintah daerah.

 

“Dalam kasus Paniai, sama sekali belum dlakukan upacara adat, karena itu saya meminta kepada presiden Jokowi bersama Menkopolhukam membentuk tim pencari fakta, jangan hanya tau berbohong di media,” kata Gobay.

 

Yang disayangkan oleh Dewan Adat Paniai, lanjut Gobay, empat warga sipil yang tewas ditembak aparat TNI dan Polri adalah anak-anak yatim piatu yang sedang mengenyam pendidikan di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA).

 

“Kami juga minta supaya pemerintah pusat hentikan sandiwara politik, karena jangankan manusia, daun saja sudah tahu, pelakunya ada institusi TNI/Polri, karena itu dengan adanya tim ini, berharap bisa mengungkap pelaku dan aktor penembakan,” katanya.

 

Gobay juga meminta tim pencari fakta memeriksa Wakapolres, Danrami, Dantimsus Yonif 753 Paniai, dan Paskas TNI AU, agar bisa menemukan pelaku penembakan yang sebenarnya.

 

Salah satu Tokoh Pemuda di Paniai, Yosias Yeimo meminta aparat kepolisian dan TNI tidak melakukan pembohongan publik dengan pemberitaan di media massa yang menyudutkan pihak korban, dan Organisasi Papua Merdeka (OPM) sebagai pelaku penembakan.

 

“Kami sampai saat ini masih tunggu, kapan Negara mau tanggung jawab kasus Paniai, hingga saat ini belum ada penyelesaian masalah adat, karena itu kami minta presiden bertanggung jawab,” tegasnya.

 

Yosias juga meminta pemerintah daerah Paniai, Provinsi, dan pemerintah pusat untuk melakukan koordinasi dengan berbagai elemen masyarakat di Paniai dalam mengungkap fakta dan aktor atas tewas lima warga sipil. 

 

“Kami juga telah memiliki data yang cukup untuk disampaikan kepada berbagai pihak, agar kasus Paniai bisa dibuka secara terang, dan bisa segera menghukum pelaku penembakan,” katanya. 

 

OKTOVIANUS POGAU

Terkini

Populer Minggu Ini:

Ribuan Data Pencaker Diserahkan, Pemprov PBD Pastikan Kuota OAP 80 Persen

0
“Jadi tidak semua Gubernur bisa menjawab semua itu, karena punya otonomi masing-masing. Kabupaten/Kota punya otonomi begitu juga dengan provinsi juga punya otonomi. Saya hanya bertanggung jawab untuk formasi yang ada di provinsi. Maka ini yang harus dibicarakan supaya apa yang disampaikan ini bisa menjadi perhatian kita untuk kita tindaklanjuti. Dan pastinya dalam Rakor Forkopimda kemarin kita juga sudah bicarakan dan sepakat tentang isu penerimaan ASN ini,” ujarnya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.