ArsipKeluarga Korban Minta Pangdam XVII/Cenderawasih Tarik Personilnya Dari Mbua

Keluarga Korban Minta Pangdam XVII/Cenderawasih Tarik Personilnya Dari Mbua

Sabtu 2016-01-16 01:12:43

WAMENA, SUARAPAPUA.com — “Saya menunggu burung berkicau pagi hari, ternyata burungpun diam, saya bangun jam 12 siang, jadi saya pikir waktu malam, ternyata siang hari dan burung tidak berkicau karena semua sudah mati. Itu salah satu bukti kematian hewan yang saya saksikan di Mbua,” kata Yosia Gwijangge, keluarga korban.

Yosia mengatakan, kejadian luar biasa (KLB) di wilayah Mbua ini merupakan kejadian yang terjadi sebab akibat. Dimana diawali dengan kematian hewan liar dan hewan peliharaan, akhirnya kematian anak yang mencapai puluhan orang terjadi.

 

Oleh sebab itu, pinta Yosia, awal mula kejadian ini harus ditelusuri hingga penemuan penyakit yang sebenarnya dari hewan kemudian berlanjut ke manusia, supaya terdeteksi dan diketahui apa penyebab kematian sesungguhnya.

 

“Saya tanya, Pemerintah Kabupaten Nduga selama ini tidak pernah ke Mbua, kenapa? Mereka harus ada di tempat dan menyampaikan ke semua orang data kematian anak dan melakukan pengobatan terus, supaya bisa menekan angka kematian,” ungkap Yosia.

 

Selain itu, ia mengatakan, masyarakat Nduga trauma dengan militer, terutama TNI/Polri, sehingga Pangdam XVII Cenderawasih segera tarik pasukan yang ada di wilayah Mbua.

 

“Kami punya masyarakat di Mbua itu takut dengan tentara, sehingga mereka lihat tentara dengan senjata lengkap itu lari ke hutan, jadi kami harap Pangdam tarik pasukannya,” tutur Yosia Gwijangge.

 

Sementara itu, Arim Tabuni, koordinator Solidaritas Korban Jiwa Wilayah Mbua (SKJM) mengatakan, data terakhir kematian anak di wilayah Mbua berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan pihaknya berjumlah 54 orang.

 

“Data ini merupakan data terakhir di Januari 2016, tetapi kami tidak tahu kemungkinan akan terjadi kematian lagi. Jika terjadi lagi angka 54 ini akan bertambah. Kami tim solidaritas tetap akan kerja terus hingga KLB ini benar-benar berhenti,” tutur Arim.

 

Terkait perbedaan data kematian anak yang disampaikan Dinas Kesehatan Kabupaten Nduga sebanyak 55, ditepis Arim Tabuni. Menurutnya, data dinas itu bisa dibilang benar, hanya saja mereka menyampaikan di media tanpa bukti investigatif yang jelas.

 

“Mereka hanya ketemu media langsung bilang data sekian, tetapi mereka tidak sampaikan ke media dengan data investigasi seperti yang kami buat ini.”

 

“Ini juga kan terbukti, waktu itu Kadinkes Papua bilang pihaknya belum terima data resmi dari dinas Kabupaten, jadi saya tidak bisa sampaikan,” ungkap Arim menirukan pernyataan Kadinkes Papua, drg. Aloysius Giyai beberapa waktu lalu di Wamena.

 

Data kematian anak di Mbua itu juga disinggung Theo Hesegem, ketua Jaringan Advokasi Penegakan Hukum dan HAM Pegunungan Tengah Papua.

 

Menurutnya, angka 54 itu berdasarkan data yang diambil tim SKJM, tetapi ada daerah lain yang coba dilakukan investigasi oleh tim solidaritas ini, tetapi dihalangi oleh oknum tertentu. Sehingga, tidak sempat mendata.

 

“Mungkin mereka tidak senang, karena akibat dari ketidakhadiran petugas kesehatan di daerah itu, sehingga dampaknya kena adik-adik mahasiswa ini. Jika didata semua, kemungkinan bisa lebih banyak,” pungkas Theo.

 

ELISA SEKENYAP

Terkini

Populer Minggu Ini:

Pemkab Yahukimo Belum Seriusi Kebutuhan Penerangan di Kota Dekai

0
“Pemerintah kita gagal dalam mengatasi layanan penerangan di Dekai. Yang kedua itu pendidikan, dan sumber air dari PDAM. Hal-hal mendasar yang seharusnya diutamakan oleh pemerintah, tetapi dari pemimpin ke pemimpin termasuk bupati yang hari ini juga agenda utama masuk dalam visi dan misi itu tidak dilakukan,” kata Elius Pase.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.