ArsipKanius Murib, Tapol Yang Meninggal Dunia Di Wamena

Kanius Murib, Tapol Yang Meninggal Dunia Di Wamena

Jumat 2012-12-14 16:12:15

PAPUAN, Jayapura — Kanius Murib (66), salah satu Tahanan Politik (Tapol) yang ditahan sejak  April 2003 lalu, atas kasus pembobolan gudang senjata di Markas Kodim 1702 Wamena, telah dikabarkan meninggal dunia, pada tanggal 11 Desember 2011, sekitar pukul 06.30 WIT, di kediamannya, kompleks Sinakma, Wamena, Papua.

Keluarga Kanius, ketika ditemui wartawan suarapapua.com menjelaskan, korban telah sakit sejak berada di Lembaga Permasyarakatan Klas II B Wamena, dan sempat mendapatkan perawatan dari Lapas ke Rumah Sakit Umum Daerah Wamena sebanyak 22 kali, namun juga tidak menunjukan hasil yang baik.

 

“Kami terpaksa meminta kepada Lapas agar Kanius bisa dirawat oleh keluarga, setelah mendapat ijin dari Lapas, kami sudah merawatnya sudah hampir satu tahun dirumah,” ujar kakak Korban, Simon Murib, Kamis (13/12) kemarin.

Menurut Simon, walau sudah satu tahun di rawat keluarga, namun tidak ada perubahaan yang signifikan terhadap penyakit korban, sebab sakit yang diderita korban sejak di Lapas sangat parah, dan sebab ia juga dikabarkan mengalami gangguan jiwa.

“Kami tidak tahu, apa yang dilakukan pihak Lapas dan Dokter sehingga Kanius bisa sakit parah seperti ini, dan kemudian telah kita dengar sama-sama dia telah meninggal dunia, dan kami telah membakar jenazahnya kemarin,” ujarnya lagi.

Kepada wartawan, kakak korban juga menjelaskan, pihak keluarga sedikit kecewa sebab sudah pernah ada tim KPP HAM Papua datang melakukan investigasi dan wawancara terkait konflik yang berkaitan dengan Wamena berdarah, namun belum ada hasil yang signigikan hingga Kanius meninggal dunia.

Plt. Kepala Lembaga Permasyaraktan Klas IIB Wamena, Daniel Rumsowek, ketika ditemui beberapa wartawan di ruangan kerjanya mengaku telah mendapat kabar tentang kematian Murib yang juga tahanan politik dari keluarga Kanius.

Menurutnya, sudah pernah ada komitmen antara keluarga dengan Lapas, bahwa yang bersangkutan jika diminta keluarga untuk pengobatan dirumah, maka keluarga harus bertanggung jawab terhadap kesehatan korban.

“Kami juga terus melakukan pemantauan terhadap perkembangan sakit korban, pelaksanaan dilapangan juga kami terus lakukan, namun seperti yang kita dengar bersama, korban sudah tidak tertolong lagi,” kata Rumsowek .

Rumsowek juga menyampaikan terima kasih kepada keluarga korban, termasuk para kepala suku yang tetap berkomitmen sesuai pernyataan yang pernah dibuat oleh Lapas dengan keluarga korban.

Terkait rumor yang beredar kalau korban pernah diracuni saat tinggal di Lapas Klas IIB Wamena, sehingga menimbulkan korban sakit parah dibantah langsung Rumsowek, menurutnya hal itu tidaklah benar, sebab memang korban mengalami sakit sesuai surat keterangan sakit yang dibuar dokter dari RSUD Wamena.

Sekedar diketahui, Murib bersama beberapa rekannya ditangkap pada April 2003. Mereka diduga terlibat upaya pembobolan gudang senjata Kodim 1702/Wamena.

KPP HAM mencatat, ketika aparat keamanan Indonesia mencari sekitar 29 senjata yang hilang dicuri,  militer dikabarkan membunuh sembilan warga sipil, 38 orang dipindahkan secara paksa dari 25 kampung, dan 42 orang meninggal karena kelaparan.

Beberapa organisasi hak asasi manusia, termasuk Bersatu untuk Kebenaran serta Human Rights Watch, selama hampir dua tahun lakukan kampanye dan lobby agar Kanius Murib dibebaskan karena sakit serius. Namun, pemerintah Jakarta tak mengindahkan.

Menurut Human Rights Watch, sekarang di Indonesia, ada sedikitnya 110 tapol, terutama di Papua dan Kepulauan Maluku. UN Working Group on Abritary Detention pada November 2011 mengeluarkan keputusan bahwa seorang tapol Papua, Filep Karma, tak mendapatkan fair trial.

Dia dihukum 15 tahun penjara di Abepura sejak 2004. UN Working Group minta pemerintah Indonesia bebaskan Karma tanpa syarat dan sesegera mungkin. Namun Menkopolhukam Djoko Suyanto mengatakan Indonesia tak ada tapol sehingga juga tak ada tapol dibebaskan.

OKTOVIANUS POGAU

Terkini

Populer Minggu Ini:

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.