ArsipPerbandingan Meze Dalam Suku Asmat, Hubula dan Migani di Papua

Perbandingan Meze Dalam Suku Asmat, Hubula dan Migani di Papua

Selasa 2014-04-15 16:24:15

Oleh: Kleopas Sondegau*

 

Papua merupakan salah satu daerah yang banyak memiliki jenis tumbuh-tumbuhan yang berkasiat tinggi. Salah satu  tumbuhan yang berkasiat, yang ada  di daerah ini adalah “Daun Gatal”. Daun meze atau daun gatal hampir terdapat di semua daerah di Papua secara khusus daerah-daerah pedalaman. Keberadaan daun gatal ini di setiap daerah memiliki fungsi, peranan serta penggunaan yang berbeda satu sama lain.

Hal ini dikarenakan setiap suku bangsa memiliki pola pikir tentang daun gatal yang berbeda pula. Lalu seperti apakah penggunaan daun gatal di setiap suku yang ada di Papua? Untuk menjawab pertanyaan ini kami menyarankan untuk baca tulisan ini. Dalam tulisan ini kami memaparkan fungsi, peranan serta cara penggunaan daun gatal di suku-suku tertentu di Papua dengan menggunakan beberapa sampel suku yakni Asmat, Migani dan Hubula.

Daun gatal bukan merupakan suatu hal yang baru lagi dalam kehidupan bermasyarakat di
Tanah Papua. Keberadaan meze sudah ada sejak zaman dahulu kala (entah kapan munculnya  daun ini tidak diketahuinya dengan pasti). Pada zaman dahulu orang cenderung menggunakan daun gatal sebagai obat tradisional yang diyakini dapat menyembuhkan berbagai keluhan kesehatan mereka. Bahkan sampai saat ini pun sebagian masyarakat masih menggunakannya.

Misalnya setelah pulang kerja dari kebun ada keluhan bahwa belakang sakit, punggung
sakit, lutut sakit dan beraneka keluhan kesehatan lainnya. Berdasarkan keluh-kesah dari masyarakat tentang kesehatannya itu maka daun gatal digunakan sebagai jawaban atas keluhan-keluhan tersebut. Dewasa ini kesadaran masyarakat tentang penggunan daun gatal semakin hari semakin menurun. Hal ini dikarenakan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang canggih menyebabkan masyarakat jarang menggunakan daun gatal.

Contoh praktis yang kita lihat dan mengalami sendiri bahwa dengan kehadiran puskesmas, rumah sakit dan para dokter di daerah pedalaman Papua secara khusus suku-suku yang diangkat pada tulisan ini menyebabkan sehingga penggunaan daun gatal perlahan-lahan mulai menurun.
Dengan melihat permasalahan yang terjadi di atas, maka melalui tulisan ini kami ingin
menyampaikan kepada publik secara khusus para pembaca bahwa penggunaan daun gatal sangat berkhasiat dalam proses penyembuhan. Hal ini terlihat dari hasil penelitian kami yang mana semua informan mengatakan bahwa dengan menggunakan daun gatal sangat membantu dalam proses penyembuhan atas keluhan kesehatan yang diderita.

Dengan demikian, melalui tulisan ini kami dengan tegas mau mengatakan bahwa kasiat dari daun gatal ini tidak kalah jauh dengan obat-obat modern yang saat ini “membanjiri” rumah-rumah sakit, apotik-apotik dan sejumlah kios yang ada di tanah Papua. Menurut kami, daun gatal merupakan salah satu tumbuhan yang tumbuh liar, namun dalam perkembangannya daun ini mulai terkenal dalam kalangan masyarakat karena keyakinan masyarakat bahwa daun ini mampu menjawab keluhan kesehatan mereka. Hal ini tampak dalam kehidupan sehari-hari masyarakat sebagaimana kasiatnya dirasakan antar mereka.

    Persamaan:

Setelah kami menyatukan hasil wawancara dan Quisioner dari para informan, kami
menemukan bahwa Daun Gatal merupakan salah satu obat tradisional yang digunakan
untuk menyembuhkan keluhan sakitnya. Maka itu penggunaan daun gatal di tiga
suku tersebut pada umumnya sama, yakni untuk Semua orang menggunakan daun gatal karena sakit. Dengan cara menggosok pada bagian tubuh yang sakit seperti: punggung, badan bagian belakang, betis serta paha dan secara umum digunakan saat merasa kecapean.
Setelah menggunakan daun gatal ini para pengguna mengatakan bahwa rasa pedis, ngeri,
muncul bintik-bintik pada bagian tubuh yang digosok daun gatal, dan rasa seperti jarum yang menusuk pada tubuh yang digosok. Meskipun penggunaan awal daun gatal menimbulkan suatu hal yang tidak enak dalam artian bahwa seperti rasa pedis, ngeri dll tetapi hasil  akhirnya mereka semua mengatakan bahwa badan rasa segar, badan menjadi ringan dan seterusnya. Singkat kata, orang merasa “sembuh”.

2. Perbedaan

Selain persamaan-persamaan yang telah kami sebutkan di atas, ada juga perbedaan-perbedaan yang kami jumpai dalam ketiga suku yang bersangkutan. Mengenai istilah yang digunakan untuk menyebut daun gatal: Suku Asmat menyebut daun ini dengan nama Ati. Sedangkan Suku Dani (hubula) menyebutnya dengan nama Yawi. Sementara dari Suku Migani menyebutnya dengan nama Meze. Sasaran keluhan sakitnya berbeda-beda, misalnya kepala, dada, bagian pinggang, betis dll.

3. Kekhasan

Selain persamaan dan perbedaan yang kami temukan pada ketiga suku ini, kami temukan juga kekhasannya yakni

-          Dalam suku Dani (hubula) tumbuhan tersebut tidak tumbuh liar di sembarangan tempat alias tumbuh di tempat-tempat tertentu saja, yakni di pekarangan rumah.

-          Dalam suku Migani daun gatal hanya digunakan oleh kaum remaja ke atas. Dan tumbuhan ini hanya dapat ditemukan di bekas-bekas kebun yang sudah ditinggalkan. Kadangkala ada juga di pekarangan rumah.

-          Dalam suku Asmat berdasarkan hasil penelitian, kami tidak menemukan kekhasan daun ini dalam suku Asmat.

Berdasarkan uraian tentang daun gatal di atas, maka kami sampai pada satu kesimpulan bahwa
daun gatal adalah obat tradisional yang sangat berkhasiat. Dan obat ini terdapat di setiap suku yang memiliki persamaan, perbedaan, dan kekhasannya masing-masing. Daun ini diyakini bahwa mempunyai suatu kekuatan yang dapat menjawab keluhan sakit dari orang yang membutuhkan. Oleh karena itu, melalui tulisan ini kami mengajak seluruh komponen masyarakat baik lembaga adat. Lembaga agama dan lembaga pemerintah untuk tetap melestarikan daun gatal ini sebagai salah satu tumbuhan yang menjadi warisan budaya bagi negerinya sendiri.

Usulan penulis; pertama, pelayan pastoral diharapkan untuk menyadari akan pentingnya khasiat dari daun gatal ini karena daun ini punya kekuatan yang bisa membantu dalam pelayanan  pastoral. Hal ini kami mengusulkan karena daun gatal itu ada dan merupakan kepunyaan masyarakat setempat.
kedua, Seluruh masyarakat setempat diharapkan untuk terus-menerus melestarikan daun gatal
tersebut sebagai obat tradisional yang sungguh-sungguh lahir dari lingkungan mereka sendiri.
Ketiga, Masyarakat setempat juga diharapkan menanam kembali, menjaga, dan melestarikan daun-daun gatal itu agar tetap eksis, tidak punah. Sehingga dengan demikian, penggunaan daun
gatal ini sangat menghemat biaya. Daun ini jarang dibeli dan tidak membutuhkan biaya yang besar, sehingga jika ada yang sakit tidak harus ke rumah sakit tetapi bisa menggunakan daun gatal (terutama medan pastoral yang berada di daerah pedalaman.

Amakanie,…Nayaklak… Drmumo

Tulisan ini disadur dari makalah yang dibuat oleh penulis pada mata kuliah “Psikologi Lintas Budaya” di kampus Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Fajar Timur (STFT-FT), Abepura, Jayapura, Papua

 
Penulis adalah Mahasiswa pada Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Fajar Timur (STFT-FT), Abepura, Jayapura, Papua

Terkini

Populer Minggu Ini:

Aparat Hadang dan Represi Aksi Demo Damai Mahasiswa Papua di Bali

0
“Kondisi hari ini, rakyat Papua menghadapi situasi represif, intimidasi serta pembunuhan yang sistematis dan terstruktur oleh negara pasca otonomi khsusus diberlakukan tahun 2001. Akibatnya, konflik berkepanjangan terus terjadi yang membuat aparat TNI/Porli menuduh warga sipil dengan sembarangan,” tutunya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.