ArsipMasyarakat Adat: Perusahaan Kelapa Sawit di Nabire Harus Ditutup Bulan Depan!

Masyarakat Adat: Perusahaan Kelapa Sawit di Nabire Harus Ditutup Bulan Depan!

Sabtu 2015-01-31 22:37:15

NABIRE, SUARAPAPUA.com — Masyarakat Adat Suku Besar Yerisiam yang terdiri dari empat suku di dalamnya menyatakan komitmen untuk segera menutup perusahaan perkebunan kelapa sawit di kampung Wami dan Sima, Distrik Yaur, Kabupaten Nabire, Papua.

Dalam pertemuan dengan masyarakat pemilik ulayat pada beberapa hari lalu, disepakati bahwa perusahaan tersebut harus segera “angkat kaki” dari atas tanah leluhur yang selama beberapa tahun terakhir sudah bikin rusak hutan, lagian tak pernah mau tahu dengan kewajibannya, serta beberapa kasus kekerasan terhadap warga setempat.

 

“Masyarakat seluruhnya sudah berkomitmen begitu, dan itu hasil kesepakatan bersama semua tokoh adat bersama masyarakat Yerisiam,” ujar Kepala Suku Waoha, Imanuel Monei kepada suarapapua.com melalui telepon seluler, Sabtu (31/1/2015) malam.

 

Pertemuan tersebut, menurutnya, dipimpin langsung Kepala Suku Besar Yerisiam, Simon Petrus Hanebora, S.Th.

 

“Bagaimanapun bulan depan (Februari 2015, red.), perusahaan ini harus ditutup. Kami tuntut, segera keluar dari tanah adat milik Suku Besar Yerisiam,” tegasnya. (Baca: Masyarakat Adat Suku Yerisiam Tuntut PT Nabire Baru Ditutup)

 

Untuk itu, ia atas nama masyarakat empat suku yaitu Waoha, Koroba, Sarakwari dan Akaba yang ada dalam Suku Besar Yerisiam minta dukungan dari berbagai lembaga maupun pribadi.

 

“Mohon dukungan dan advokasi terhadap masalah ini,” Monei berharap. (Baca: Perusahaan Kelapa Sawit Bikin Hancur Hutan Lindung di Nabire)

 

Perlunya advokasi dan dukungan, kata kepala suku, tentunya sangat penting untuk mewujudkan komitmen bersama masyarakat Yerisiam. Sebab, menurutnya, meski agak terlambat, langkah tegas tersebut harus ditempuh demi menyelamatkan negeri yang masih tersisa akibat ketamakan investor.

 

“Demi kepentingan masa depan generasi kami di negeri leluhur kami, hari ini kami harus bersikap tegas,” ujar Monei.

 

Sebelumnya, Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Kabupaten Nabire, Ayub Kowoy mendesak Kapolda Papua segera menarik kembali seluruh anggota Brimob swakarsa yang sementara bertugas di Wami dan Sima.

 

Ayub menyatakan, hal ini harus ditindaklanjuti karena penempatan Brimob tak tepat. Apalagi hingga kini Nabire bukan daerah konflik. (Baca: Warga Yerisiam Selalu Diancam Brimob Sewaan PT Nabire Baru)

 

Terhadap tudingan dan tuntutan masyarakat Yerisiam, Direktur PT. Nabire Baru, Imam Basrowi yang coba dikonfirmasi melalui telepon genggamnya, tak berhasil. Pesan singkatpun belum dibalas hingga berita ini diekspos.

 

PT. Nabire Baru menguasai lahan seluas 32.000 hektar di Kampung Wami, sedangkan PT. Sariwana Unggul Mandiri dan PT. Sariwana Adi Pratama beroperasi di Kampung Sima dengan lahan 30.000 hektar.

 

Kehadiran investor di bidang kelapa sawit yang awalnya masuk dengan tameng perusahaan kayu (HPH), selama kurang lebih 5 tahun terakhir melakukan pembalakan liar. Banyak tempat keramat dan hutan lindungpun dibabatnya habis.

 

Meski beragam kekayaan alam sudah dan sedang “dicuri”, manajemen perusahaan tak pernah kooperatif. Pemilik ulayat malah ditindas dengan berbagai tindakan tak manusiawi oleh personil Brimob di lokasi perkebunan kelapa sawit.

 

Data dari Dewan Adat Daerah (DAD) Nabire maupun Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Nabire menyebutkan, pasukan Brimob tersebut sengaja dipakai PT Nabire Baru untuk amankan aset perusahaan kelapa sawit di kampung Sima dan Wami.

 

Hingga kini sudah 10 kejadian sadis dialami warga setempat akibat ulah pasukan pengaman lokasi perusahaan. Selain aksi penodongan dengan senjata, beberapa orang dianiaya, juga ditangkap dan dipukul dengan stigma sebagai pengacau liar atau kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM).

 

Banyaknya perlakuan tragis tersebut tentu menyakitkan warga pemilik ulayat. Itu juga yang dirasakan Kepala Suku Besar Yerisiam, Simon Petrus Hanebora.

 

“Saya sangat sedih dengan kenyataan ini,” ujarnya lirih.

 

“Hutan adat kami telah dirusak oleh perusahaan dan masyarakat di sana selalu jadi korban brutal Brimob di lokasi kelapa sawit, jadi solusi terakhir adalah tutup dan segera keluar tinggalkan tanah leluhur kami,” tegas Hanebora saat pertemuan.

 

MARY

Terkini

Populer Minggu Ini:

Pemkab Yahukimo Belum Seriusi Kebutuhan Penerangan di Kota Dekai

0
“Pemerintah kita gagal dalam mengatasi layanan penerangan di Dekai. Yang kedua itu pendidikan, dan sumber air dari PDAM. Hal-hal mendasar yang seharusnya diutamakan oleh pemerintah, tetapi dari pemimpin ke pemimpin termasuk bupati yang hari ini juga agenda utama masuk dalam visi dan misi itu tidak dilakukan,” kata Elius Pase.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.