ArsipDaerah Keramat dan Dusun Sagu Dibabat Habis PT Nabire Baru

Daerah Keramat dan Dusun Sagu Dibabat Habis PT Nabire Baru

Sabtu 2015-01-31 22:57:15

NABIRE, SUARAPAPUA.com — Harapan hidup masa depan Masyarakat Adat Suku Besar Yerisiam di Distrik Yaur, Kabupaten Nabire, Papua, dihancurkan perusahaan kelapa sawit, PT. Nabire Baru.

Daerah keramat yang selama ini dirawat masyarakat Suku Waoha, Koroba, Sarakwari dan Akaba, dibabat habis perusahaan. Dusun sagu sebagai sumber penghidupan mereka, juga tak luput. (Baca: Perusahaan Kelapa Sawit Bikin Hancur Hutan Lindung di Nabire)

 

Kondisi tersebut menyesakkan dada Kepala Suku Besar Yerisiam, Simon Petrus Hanebora, S.Th yang saban hari terus berteriak sambil meneteskan air mata kesedihan mengingat nasib masa depan generasi empat suku itu.

 

Hanebora, juga Imanuel Monei, kepala suku Waoha, tentu marah melihat kondisi hari ini di daerah mereka hancur ketika PT Nabire Baru masuk beroperasi di sana.

 

Hutan dirambah, pohon-pohon ditumbangkan, binatang diburu. Lagi, daerah keramat dan seluruh dusun sagu dibabat habis.

 

“Tanah leluhur kami dihancurkan oleh perusahaan itu,” ucap Monei dan Hanebora.

 

Pemandangan di kampung Sima dan Wami saat ini, sungguh berbeda. Saat ini berbeda dengan situasi dua tahun lalu. Hutan keramat yang sejatinya harus dijaga untuk keselamatan generasi berikut, hancur seketika.

 

Semua jenis kayu ditebang, tak tersisa. Hamparan hutan sudah berubah jadi tanah lapang. Di sana tak ada pepohonan.

 

Sejumlah alat berat yang didrop investor sejak awal beroperasi, dipakai untuk membuka lahan perkebunan. Ratusan ribu pohon sagu yang sedari dulu tumbuh subur di sana, dilindas dengan alat berat.

 

Masyarakat benar-benar kehilangan segalanya. “Sejak perusahaan hadir di tanah leluhur kami, sudah banyak dampak negatif yang langsung dirasakan masyarakat Suku Besar Yerisiam,” tuturnya. (Baca: Warga Yerisiam Selalu Diancam Brimob Sewaan PT Nabire Baru)

 

Ironisnya, warga pribumi sama sekali tak dihargai pihak perusahaan. Sementara, kebun dan hutan sebagai sumber penghidupan sudah dirampas investor. Mereka kini hidup dalam ketidakpastian karena kehilangan kebun alam.

 

Suku besar Yerisiam terdapat empat suku yaitu Suku Waoha (marga Hanebora, Inggeruhi, Monei, Refasi), Suku Koroba (Rumirawi, Maniburi, Marariampi, Waremuna), Suku Akaba (Yarawobi, Waropen, Yoweni, Henawi), dan Suku Sarakwari (Kowoi, Nanaur, Akubar).

 

“Kami anak negeri lahir dan besar dari sana. Kondisi sekarang, sudah sangat parah. Sayang sekali anak cucu kami,” ucapnya menerawang.

 

Ketika pergi ke dusun warisan lelulur, Hanebora dan Monei sudah tak lagi mendengar kicauan burung-burung seperti sebelumnya. Beragam keunikan alam dan ekosistem, juga kekayaan leluhur sirna, tak didapatnya.

 

Burung Cenderawasih misalnya, dahulu banyak terdapat di kawasan ini. Sekarang tidak ada. Spesies lain pun sama. Hampir semua jenis makluk hidup yang selama ini ada di dalam hutan adat itu, dipastikan ikut mati seiring beroperasinya perusahaan kelapa sawit.

 

Mungkin, cuma sebagian kecil berpindah tempat, karena sudah tak ada tempat berlindung.

 

“Kita lihat hari ini, semua tempat keramat, hutan, dusun sagu, hewan, semua dilenyapkan oleh investor sejak masuk beroperasi di sana. Kita tidak bisa biarkan ini terus berlanjut,” ujar Hanebora saat pertemuan dengan masyarakatnya.

 

“Kenyataan ini benar-benar sangat merugikan masyarakat saya. Tidak ada solusi lain, selain perusahaan itu harus segera ditutup dan out dari Nabire,” tegasnya. (Baca: Masyarakat Adat Suku Yerisiam Tuntut PT Nabire Baru Ditutup)

 

Hanya dengan begitu, diyakini, kesedihan dan air mata masyarakat empat suku akan terobati untuk terus mempertahankan eksistensinya sebagai masyarakat adat di Tanah Papua.

 

MARY

Terkini

Populer Minggu Ini:

Aparat Hadang dan Represi Aksi Demo Damai Mahasiswa Papua di Bali

0
“Kondisi hari ini, rakyat Papua menghadapi situasi represif, intimidasi serta pembunuhan yang sistematis dan terstruktur oleh negara pasca otonomi khsusus diberlakukan tahun 2001. Akibatnya, konflik berkepanjangan terus terjadi yang membuat aparat TNI/Porli menuduh warga sipil dengan sembarangan,” tutunya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.