ArsipJelang Natal, Masyarakat Paniai Padati Kota Enarotali

Jelang Natal, Masyarakat Paniai Padati Kota Enarotali

Senin 2015-12-21 08:20:46

PANIAI, SUARAPAPUA.com — Aktivitas masyarakat Paniai jelang hari raya Natal tahun ini, di Kota Enarotali, selama beberapa pekan terakhir ini, sangat tinggi.

Tidak seperti biasa, sejak minggu lalu, terlihat hampir setiap hari dari pagi hingga sore, Pasar Enarotali yang terletak di Iyaipugi, selalu dipadati orang.

Kepala Kampung Enarotali, Yan Giyai kepada suarapapua.com, mengatakan, masyarakat yang berdatangan bukan saja dari Yatamo, Paniai Barat, Kebo, Agadide dan lainnya, tetapi ada juga yang datang dari Deiyai dan Dogiyai.

“Memang begitu sudah di kota Enaro kalau sudah mau Natal. Ini bukan hal baru, sejak saya kecil dulu sampai sekarang saya jadi kepala desa di tempat ini, orang yang datang ke Enaro jelang natal, sangat banyak. Jangankan yang dekat-dekat, orang dari Deiyai dan Dogiyai saja banyak yang datang,” kata Yan di Bapouda, Senin (21/12/2015).

Menurut Yan, orang berbondong-bondong ke Enaro dengan maksud beragam, tetapi punya tujuan satu yakni mempersiapkan bekal untuk pesta natal.

“Mereka datang beli barang kemudian langsung pulang. Ada juga yang datang jual barang berupa sayur, ubi, ikan danau, ternak piaraan, hiasaan rumah hasil karya sendiri dan lainnya untuk cari uang. Kalau dari hasil jualannya terkumpul bagus, mereka gunakan untuk beli keperluan lainnya,” jelas Yan.

Dari semua itu, imbuh dia, tujuannya hanya satu yaitu mau lengkapi barang-barang untuk keperluan bakar batu dan kegiatan natal lainnya seperti ibadah di gereja.

Yan menambahkan, ada juga sekelompok masyarakat datang dengan cara yang kurang sopan. Yang dilakukan oleh kelompok orang ini yaitu tinggal berlama-lama di keluarganya yang punya rumah di Enarotali agar dikasih uang.

Sikap kurang baik ini, menurut Yan, sebaiknya segera dihilangkan karena nantinya akan berdampak buruk. Orang seperti ini, dalam hidupnya selalu bergantung pada orang lain demi mendapatkan uang.

“Selain itu, ada sebagian orang datang ke Enaro tujuannya dapatkan uang dari keluarganya yang punya rumah di Enaro. Dong pu cara itu, tinggal berlama-lama 2 sampai 3 minggu di rumah itu agar dikasih uang.”

“Saya pikir orang-orang seperti ini harus segera bertobat, karena kalau tidak orang itu akan membiasakan dirinya untuk malas bekerja dan hidupnya itu selalu bergantung pada orang lain. Siapa yang senang dengan orang yang sifatnya kayak begini,” tuturnya.

Yan juga menjelaskan soal babi yang dibeli oleh kaum pria Mee pada para pedagang pendatang peternak babi. Ia setelah menjumpai setiap kandang babi milik para pedagang pendatang, hampir semua babi telah dibeli habis.

“Saya prihatin dengan kita laki-laki Mee yang datang ke sini dengan tujuan beli babi. Saya bilang begitu karena ada keluarga saya, pekerjaan dia hanyalah seorang petani, tetapi dia mampu membeli babi dengan uang belasan juta. Padahal orang itu punya lahan luas untuk pelihara babi. Kalau dia pelihara babi, tentu tidak perlu keluarkan uang. Dia bisa pakai untuk keperluan lain. Tetapi begitu sudah, malas pu kerja jadi,” ungkap Yan.

Ia menilai, jika cara ini tidak segera disadari oleh orang tua sekarang khususnya kaum pria Mee, sepuluh tahun kedepan budaya piara babi yang sudah sejak dulu menjadi tradisi akan hilang total. Orang Mee akan menjadi konsumen babi abadi dari suku-suku lain yang ada di Tanah Papua.

“Kita harus sadar, itu yang ada sekarang. Kalau tidak, budaya piara babi itu akan hilang. Kita saja su malas piara babi, apalagi nanti anak-anak kita,” ujar Yan Giyai, yang sudah memimpin Desa Enarotali selama 15 tahun.

STEVANUS YOGI

Terkini

Populer Minggu Ini:

Hari Konsumen Nasional 2024, Pertamina PNR Papua Maluku Tebar Promo Istimewa...

0
“Kami coba terus untuk mengedukasi masyarakat, termasuk para konsumen setia SPBU agar mengenal Pertamina, salah satunya dengan menggunakan aplikasi MyPertamina sebagai alat pembayaran non tunai dalam setiap transaksi BBM,” jelas Edi Mangun.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.