ArsipAMP Kembali Demo Desak Freeport “Angkat Kaki” dari Tanah Papua

AMP Kembali Demo Desak Freeport “Angkat Kaki” dari Tanah Papua

Jumat 2015-02-13 22:43:45

YOGYAKARTA, SUARAPAPUA.com — Puluhan mahasiswa Papua yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Yogyakarta, Jumat (13/2/2015) pagi, menggelar mimbar bebas di depan asrama Kamasan I Papua, Jl. Kusumanegara, menuntut PT Freeport Indonesia segera “angkat kaki” dari Tanah Papua.

Ketua Umum AMP pusat, Jefri Wenda menegaskan, solusi selamatkan rakyat Papua dari berbagai tindak kejahatan kemanusiaan dan pemusnahan orang asli Papua adalah dengan menutup PT Freeport dan sejumlah perusahaan asing yang sedang beroperasi di atas Tanah Papua.

 

“Freeport dan perusahaan asing itu semua harus segera angkat kaki. Jangan biarkan mereka keruk kekayaan alam kami. Selama ini kita semakin dimiskinkan, dan pembunuhan orang Papua terus terjadi,” ujarnya.

 

Wenda mengungkapkan, selama Freeport ada, militer juga akan ada. Ketika rakyat Papua tuntut hak, militer akan tembak mati dan perusahaan tetap terus beroperasi dengan tamaknya.

 

“Tidak ada solusi lain, kecuali Freeport dan perusahaan asing harus angkat kaki,” ujar Wenda saat berorasi.

 

Ia menyebutkan, komitmen AMP mewakili Rakyat Papua tolak kehadiran Freeport di Tanah Papua. Meski Gubernur setuju smelter di Papua dan Gresik, rakyat tidak setuju Freeport ada di Papua.

 

“Untuk apa tuntut smelter dan lain-lain, Freeport itu dalang kejahatan kemanusiaan di Tanah Papua. Freeport harus ditutup dan keluar dari Papua.”

 

“Selama ini sumber daya manusia Papua tidak memadai untuk jadi karyawan di Freeport. Belum lagi militer akan didrop untuk juga jaga smelter, terus tanah adat dirampas lagi. Rakyat Papua yang akan menderita. Ini kami tidak bisa terima,” ujar Wenda.

 

Hal senada ditegaskan ketua AMP Komite Kota Yogyakarta, Abbi Douw. Dalam orasinya ia juga menegaskan, misi terselubung kehadiran PT Freeport di Tanah Papua adalah menghancurkan orang Papua.

 

Menurutnya, Papua menjadi bagian dari Indonesia adalah murni kepentingan ekonomi politik Amerika Serikat dan Indonesia untuk memusnahkan orang Papua di atas tanahnya sendiri.

 

“Atas dasar kepentingan ekonomi politik Amerika Serikat dan Indonesia untuk memusnahkan orang asli Papua, sebelum Papua menjadi bagian dari Indonesia pada Pepera 1969 yang manipulatif, kontrak PT Freeport sudah ditandatangani oleh pemerintah Indonesia,” tutur Douw dalam orasinya.

 

SIkap penolakan terhadap Freeport diungkapkan beberapa orator dalam aksi mimbar bebas ini. Mikael Tekege misalnya, secara tegas menyatakan, rakyat akan terus menyampaikan aspirasi tersebut hingga perusahaan raksasa ini out dari Tanah Papua.

 

“Pemerintah Indonesia dibawah kepemimpinan Joko Widodo dan Jusuf Kalla harus buka mata dan telinga terhadap berbagai persoalan di tanah Papua."

 

"Sebab, demi kepentingan ekonomi Indonesia pada Orde Lama, melalui presiden Soekarno mengklaim Papua bagian dari Indonesia adalah murni untuk menghabiskan rakyat Papua di atas tanahnya sendiri,” kata Mikael.

 

Kenyataan itu dipertegas aktivis AMP, Roy Karoba. Menurutnya, keberadaan Freeport tidak berdampak positif bagi orang Papua.

 

“Karena itu, tuntutan pertama kami adalah Freeport dan semua perusahaan asing harus segera “angkat kaki” dari Tanah Papua,” tegas mantan ketua AMP KK Yogyakarta.

 

Tuntutan kedua, segera menarik kembali militer organik dan non organik dari Tanah Papua.

 

“Dan yang ketiga, menuntut hak orang Papua untuk menentukan nasibnya sendiri sebagai solusi demokratis bagi rakyat Papua,” ujarnya membacakan pernyataan sikap disambut tepuk tangan peserta mimbar bebas.

 

Editor: Oktovianus Pogau

 

MIKAEL KUDIAI

Terkini

Populer Minggu Ini:

Penangkapan AN di Enarotali Diklarifikasi, TPNPB: Dia Warga Sipil!

0
"Anand Nawipa atau Andarias Nawipa yang ditangkap itu bukan anggota TPNPB. Saya sudah cek semuanya sampai di markas paling bawah. Dia warga sipil. Pemuda biasa. Dia bukan anggota TPNPB. Jadi, ada bilang dia pelaku itu militer kolonial rekayasa semuanya, hoaks itu," ujar Mathius Gobay, panglima Kodap XIII Kegapa Nipouda Paniai, mengklarifikasi.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.