ArsipSituasi Penegakan Hukum dan HAM Di Tanah Papua Makin Buruk Jelang Akhir...

Situasi Penegakan Hukum dan HAM Di Tanah Papua Makin Buruk Jelang Akhir 2012

Minggu 2012-12-09 09:53:00

Oleh: Yan Christian Warinussy*

 

Situasi penegakan hukum dan hak asasi manusia di Tanah Papua secara keseluruhan makin buruk menjelang akhir tahun 2012.

Kebanyakan disebabkan karena meningkatkatnya kekerasan fisik yang terjadi dalam sejumlah kasus penembakan "misterius" yang terjadi di beberapa daerah di kawasan Pegunungan Tengah Papua dan juga di sekitar Jayapura.

Namun, sangat mengherankan karena hingga saat ini Kepolisian Daerah (Polda) Papua dan jajarannya belum dapat mengungkap para pelaku penembakan tersebut.

Disamping itu, terhadap sejumlah kekerasan fisik yang terjadi akibat ulah aparat polisi dan militer terhadap rakyat sipil di Tanah Papua tidak pernah bisa diproses secara hukum, karena danya semangat dan arogansi korps yang berlebihan, sehingga menimbulkan kesan impunitas senantiasa terjadi.

Disamping itu, institusi negara yang bertanggung ajwab di dalam mengkawal dan memastikan berlangsungnya proses penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia dan khususnya di Tanah Papua juga tidak bekerja secara optimal.

Misalnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) dan perwakilannya di Tanah Papua tidak banyak melakukan langkah-langkah penting dalam membangun kesamaan pandangan dalam melakukan upaya promosi dan penghormatan hak asasi manusia di kalangan institusi keamanan negara (POLRI dan TNI) serta pemerintah.

Berkenaan dengan peringatan 64 Tahun Hari HAM se-Dunia (10 Desember 1948-10 Desember 2012), Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari mencatat begitu banyak terjadi kasus-kasus kekerasan bersenjata yang terjadi di sejumlah daerah di kawasan pegunungan tengah Papua, dimana nampak banyak melibatkan aparat TNI dan POLRI.

Bahkan, banyak diantara mereka itu yang menjadi korban, tetapi sangat disayangkan karena tidak pernah nampak adanya upaya penegakan hukum dengan cara menyeret pelaku penembakan untuk mempertanggung-jawabkan perbuatannya di depan pengadilan yang berwenang.

Kemudian, menyusul kembali terjadi peristiwa yang sama di tempat-tempat yang tidak jauh dari lokasi terdahulu, juga sama pelakunya tidak disentuh hukum sama sekali. Sehingga terus membawa nuasan kegelapan tentang siapa sebenrnya yang harus bertanggung-jawab?

Sementara di pihak lain, sejumlah petinggi institusi keamanan di daerah ini sudah begitu cepat menyatakan bahwa pelakunya diduga keras berasal dari TPN/OPM?

Di pihak lain, sejumlah kasus penembakan "misterius" yang terjadi secara beruntun di sekitar Jayapura pada awal hingga jelang tengah tahun ini juga hingga saat ini tidak pernah diungkapkan siapa pelaku yang sebenarnya dan bisa dibawa untuk mempertanggung-jawabkan perbuatannya di depan pengadilan yang berwenang, ini semakin membingungkan banyak orang.

Dengan di "eksekusinya" Mako Tabuni (Ketua I KNPB) belum lama ini, sehingga menimbulkan pertanyaan, Mengapa Mako tidak ditangkap saja dan diproses sesuai hukum yang berlaku?

Eksekusi terhadap Mako justru menimbulkan gelombang protes dan terus menuai kritik terhadap institusi keamanan dalam menangani masalah serta akan makin menantang untuk diinvestigasi secara luas hingga bisa ditemukan fakta yang sebenarnya di kemudian hari.

Hal yang sama juga terjadi pada kematian Timotius Ap di Manowkari beberapa hari yang lalu, yang konon menurut petugas dia terpaksa dilumpuhkan karena hendak mengancam putugas dengan senjata api rakitan.

Pertanyaannya, apakah ada saksi yang melihat selain ke-5 petugas polisi itu bahwa benar Ap sempat melakukan tindakan melawan petugas?

Sepertinya, alasan klasisk ini seringkali digunakan oleh petinggi kepolisian di daerah ini ketika anggotanya telah melakukan sebuah tindakan kekerasan yang menimbulkan korban jiwa.

Berkenaan dengan itu, LP3BH Manokwari ingin mendesak KOMNAS HAM untuk segera meningkatkan upoayanya dalam membangun pemahaman kritis di semua jajaran institusi keamanan di Indonesia dan khususnya di Tanah Papua serta Pemerintah Daerah untuk senantiasa menghormati dan mengedepankan prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam melakukan berbagai tindakan dalam pelaksanaan tugasnya.

Pemahaman tentang isi dan amanat dari Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia serta Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia menjadi penting untuk disosialisasikan kepada semua kalangan tersebut oleh KOMNAS HAM yang baru saja dilantik oleh Presiden belum lama ini.

Khusus untuk Papua, implementasi dari isi pasal 46 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua menjadi penting untuk diimpelemnatsikan segera dalam konteks penyelesaian masalah Papua melalui meja perundingan yang selama ini didorong dengan istilah Dialog oleh rakyat Papua maupun Jaringan Damai Papua (JDP), serta sudah pernah ditemukan dalam sebuah proses penelitian ilmiah yang dialukan oleh institusi negara resmi seperti halnya LIPI.

KOMNAS HAM sangat memiliki posisi sentral dalam konteks upaya implementasi isi pasal 46 tersebut dengan senantisa perlu melakukan diskusi mendalam bersama Presidium Dewan Papua (PDP), Jaringan Damai Papua (JDP) dan para anggota tim asistensi pemebnetukan UU Otsus waktu itu, seperti halnya Pejabat Gubernur Papua saat ini (Drh.Constan Karma) maupun DR.Ir.Agus Sumule (staf ahli Gubernur Papua) serta mantan Gubernur Papua Barnabas Suebu, karena mereka-mereka inilah yang sangat mengetahui dan memahami hakekat dari pada pembentukan kebijakan otsus waktu itu.

 

*Penulis adalah Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari dan Advokat HAM di Tanah Papua, pernah menerima Penghargaan Internasional di bidang HAM "John Humphrey Freedom Award" dari Canada tahun 2005, serta saat ini jadi Anggota Steering Commitee FOKER LSM Papua.

1 KOMENTAR

Terkini

Populer Minggu Ini:

Perda Pengakuan dan Perlindungan MHA di PBD Belum Diterapkan

0
“Kami bersama AMAN Sorong Raya akan melakukan upaya-upaya agar Perda PPMHA  yang telah diterbitkan oleh beberapa kabupaten ini dapat direvisi. Untuk itu, sangat penting semua pihak duduk bersama dan membicarakan agar Perda PPMHA bisa lebih terarah dan terfokus,” ujar Ayub Paa.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.