ArsipNabire “Juara” Kasus HIV/AIDS di Tanah Papua

Nabire “Juara” Kasus HIV/AIDS di Tanah Papua

Jumat 2016-01-08 09:38:14

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Tingkat Provinsi Papua, Kabupaten Nabire memecahkan rekor “juara” kasus HIV dan AIDS.

“Dari data kumulatif itu, Nabire menempati urutan pertama di Papua sebagai kabupaten dengan kasus HIV dan AIDS tertinggi,” kata Kepala Bidang Pencegahan Penyakit Menular (P2M) Dinas Kesehatan Kabupaten Nabire, dr. Frans Sayori, pekan lalu di Nabire.

Menurutnya, jumlah kumulatif yang dirilis belum lama ini merupakan data resmi sesuai hasil pemeriksaan petugas di sejumlah pusat layanan.

Data angka pengidap tersebut, menurut Kepala Suku Dani di Nabire, Ayub Wonda, satu fenomena menuju kepunahan anak negeri Papua.

“Saya juga dapat informasi kalau HIV di Nabire sudah tingkat parah. Ini bahaya, lama-lama generasi Papua bisa punah,” ujarnya saat dihubungi suarapapua.com, melalui telepon seluler, siang ini, Jumat (8/1/2016).

Wonda mengingatkan, orang Papua harus sadar diri dengan kenyataan tersebut.

“Jadi, paling pertama, kami himbau anak Papua jaga diri, jangan hantam sembarang. Kita harus sayang diri supaya bisa umur panjang. Kalau tidak, ini tanda buruk, lama-lama generasi bisa punah,” tuturnya.

Sebagai kepala suku, ia mengaku kalau selama ini selalu sampaikan nasihat dan himbauan kepada warganya agar tak melakukan seks bebas dan senantiasa berusaha hidup sehat.

“Tugas saya untuk ingatkan kepada warga saya yang berdomisili di Kabupaten Nabire. Mereka harus dengar. Jangan mati bodoh-bodoh karena dapat penyakit HIV,” tegas Wonda.

Perkembangan kasus HIV dan AIDS di Kabupaten Nabire termasuk cukup laju. Data tahun 2014, tercatat 4.268 orang.

Dokter Sayori memprediksi tingginya temuan kasus HIV dan AIDS itu lantaran kecenderungan berhubungan intim tak sehat dengan suka gonta-ganti pasangan.

Tak setia pada pasangan resmi yang sudah menikah, bahkan belum menikah sekalipun, diduga cukup berpotensi meningkatnya angka penderita virus mematikan tersebut.

Diakuinya, data yang dirangkum pihak dinas setelah adanya pemeriksaan di VCT.

Kerapkali karena malu diketahui orang lain tak semua mau memeriksakan diri, kasus HIV dan AIDS diduga banyak tak terdeteksi.

“Seharusnya tidak perlu orang malu jika ingin periksa kesehatan. Kan itu untuk keselamatan diri, petugas kami pasti melayani dengan baik dan tentu kerahasiannya akan dijaga,” tandasnya.

Selain di RSUD Nabire, dokter Sayori juga menyebutkan beberapa pusat layanan yang telah disediakan pihaknya untuk warga meriksa kesehatan.

“Di kabupaten ini kita sudah buka pusat layanan bagi warga di 19 Puskesmas,” ujarnya sembari menambahkan, warga pinggiran kota dan kampung kini tak perlu lagi repot ke rumah sakit karena sejak tahun 2015 beberapa Puskesmas sudah ada layanan yang sama.

Prioritas menyediakan akses layanan tersebut, kata dia, memberi kemudahan agar orang dengan sadar mau memeriksa kesehatan, ataupun sekadar berkonsultasi sama petugas yang ada.

Lajunya kasus HIV dan AIDS di Kabupaten Nabire, ditengarai salah satu penyebabnya adalah peredaran Minuman Keras (Miras) yang berujung timbulnya hasrat biologis.

Nabire dianggap sebagai “pintu utama” masuknya berbagai hal, termasuk Miras dan para wanita tuna susila (WTS), yang berdampak hingga ke kabupaten pedalaman: Dogiyai, Deiyai, Paniai, Intan Jaya, Puncak dan Puncak Jaya.

Sejumlah tokoh yang merasa prihatin dengan hal-hal tersebut tergerak hatinya untuk menyelenggarakan satu kegiatan penting: Musyawarah Besar (Mubes) Pemberantasan Miras, Narkoba dan Penanggulangan HIV/AIDS di Wilayah Adat Meepago.

Digagas Pastor Natho Gobai, Pr (kini almarhum) dan beberapa tokoh Papua asal Meepago, Mubes diadakan selama empat hari (17-20 November 2014) di aula Gereja Katolik Paroki Kristus Raja, Nabire, Papua. (Baca: Ini Empat Rekomendasi Mubes Masyarakat Adat di Wilayah Mee-Pago).

 

Beberapa poin urgen dari Mubes, hingga sejauh ini belum terlihat realisasinya.

MARY

Terkini

Populer Minggu Ini:

Aktivitas Belajar Mengajar Mandek, Butuh Perhatian Pemda Sorong dan PT Petrogas

0
“Jika kelas jauh ini tidak aktif maka anak-anak harus menyeberang lautan ke distrik Salawati Tengah dengan perahu. Yang jelas tetap kami laporkan masalah ini sehingga anak-anak di kampung Sakarum tidak menjadi korban,” pungkasnya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.