Operasi di Kampung Wuluaima, Theo Hesegem: Aparat TNI/Polri Pukul Dua Pemuda dan Mengambil Harta Benda Masyarakat

0
1710
Masyarakat kampung Wuluami, distrik Kurima, Kabupaten Yahukimo, ketika ditemui Theo Hesegem di kampung Wuluaima. (Dok. Theo Hesegem untuk Suara Papua)
adv
loading...

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Theo Hesegem,  Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua mengakui, pada tanggal 1 Oktober 2020 aparat gabungan TNI dan Polri telah melakukan operasi di kampung Wuluaima, Wutlik, distrik Kurima, Kabupaten Yahukimo, Papua.

Ia menjelaskan, pada awalanya tanggal 30 September 2020 sekitar pukul 3.49 dini hari pasukan gabungan dari TNI dan Polri telah masuk di kampung Wuluaima dari kota Wamena, Kabupaten Jayawijaya melalui gunung Esilek, bagian atas dari kampung Wuluaima.

“Sebelumnya pasukan sudah masuk berjaga di malam hari pada tanggal 30 September 2020 jam-jam 3.49, dan sudah mengepung hanya beberapa honai [rumah tradisional]. Pengepungan dan kedatangan pasukan itu masyarakat sama sekali tidak tahu. Pada tanggal 1 Oktober 2020 sekitar jam 4-5 pagi baru pasukan mulai operasi di honai yang sudah dikepung itu.“

“Masyarakat yang terdiri dari anak-anak, perempuan, dan laki-laki, termasuk kepala desa Wuluaima itu keget ketika aparat mulai melakukan penembakan dan meledakan granat asap,” jelas Theo Hesegem yang adalah Human Right Defender di pegunungan tengah kepada suarapapua.com dari Wamena, Sabtu (3/10/2020).

Usai menembak dan meledekan granat asap, kata Hesegem, aparat langsung menginterogasi warga masyarakat yang terdiri dari anak-anak, perempuan, dan laki-laki. Saat dinterogasi, tangan sejumlah masyarakat lainnya diborgol dan dipukul menggunakan popor senjata.

ads

“Ada dua pemuda bernama NW (23), anak SMA di Wamena dan NW (23) yang tinggal di Wamena yang hendak mengunjungi orang tua yang sementara sakit di kampung Wuluaima dipukul. Kepala mereka dipukul dengan popor senjata, diinjak-injak di belakang dan di dada, ditendak dengan sepatu lumpur. Anak-anak itu mengalami penyiksaan yang berat, sehingga NW keluarkan darah melalui hidung dan mulut.

Baca Juga:  Hujan di Sorong, Ruas Jalan dan Pemukiman Warga Tergenang Air

“Kamarin, Jumat (2/10/2020) saya pergi jemput mereka dan bawa mereka ke rumah sakit, tetapi keluarga minta di rawat di rumah, sehingga mereka berdua sedang di rawat di rumah keluarga di Wamena. Sementara ada petugas medis yang merawat mereka. Maunya saya mereka berobat di rumah sakit, tetapi atas permintaan keluarga di rawat di rumah.”

Jadi waktu kami ke sana [Wuluaima], kami ketemu anggota yang lagi turun dari Wuluami di salah satu kampung yang bernama Esaliem membawa dua orang atas nama YL (perempuan 22) dan ET (laki-laki 13) yang ditangkap di kampung Wuluaima. Mereka ini ditangkap dengan tujuan untuk diperiksa sebagai saksi.

“Jadi saya minta kepada aparat yang ketemua di Esaliem yang bawa mereka untuk amankan mereka di Polres Jayawijaya. Saya juga sampaikan tidak boleh lukai atau menyiksa mereka sedikitpun. Termasuk telah hubungi Kapolres Jayawijaya. Saya sampaikan ke dua pemuda itu agar jangan takut. Jika mereka ini tersangka, maka kami akan siapkan pengacara. Mereka dua ini setelah diperiksa akhirnya dibebaskan kemarin, Jumat (2/10/2020) karena kata Kapolres tidak menemukan unsur kesalahan.”

“Tapi kami ada punya rencana tindak lanjut untuk bertemu dengan Kapolres, Dandim, komandan Batalion. Nanti saya dari lembaga buat surat.”

Salah satu korban pemukulan oleh aparat TNI/Polri di kampung Wuluaima. (Dok. Theo Hesegem untuk SP)

Dari Wuluaima turun ke Wutlik, lalu dari Wutlik melewati kampung Esaliem ke kali Yetni yang seterusnya menuju Wamena. Kampung Wuluaima sendiri berada di atas gunung yang bisa ditempu 2 – 3 jam dari kali Yetni, sementara dari Wamena lebih jauh.

Hesegem menjelaskan, dalam operasi itu masyarakat mengalami banyak kerugian harta kekayaan. “Terutama aparat merampas uang, mengambil handphone, menembak ternak babi. Saya sendiri tidak mengerti dengan cara begini,” kesal Hesegem tegas.

Baca Juga:  Peringatan IWD Menjadi Alarm Pergerakan Perempuan Kawal Segala Bentuk Diskriminasi Gender

“Saya telepon pak Dandrem tetapi beliau mengakui tidak tahu dan tidak perna menerima laporan terkait kejadian di Kurima. Dia [Danrem] mengakui ini bukan pasukan saya dan bukan di bawa kendali saya, jadi saya tidak tahu. Berarti ini pasukan non organik,” katanya.

Hesegem mempertanyakan, bagaimana pasukan non organik masuk tanpa koordinasi kepada pasukan organik yang ada di wilayah tersebut. Jadi kehadiran mereka [TNI dan Polri] bisa dibilang seperti pencuri masuk tanpa sepengetahuan unsur pimpinan yang ada di wilayah tersebut.

“Saya juga sempat menanyakan perihal kehadiran aparat di Wuluaima, distrik Kurima kepada Kapolres Jayawijaya dan Dandim 1707/Jayawijaya, namun mereka tidak mengatakan apa-apa. Dandim ini kan di bawa Pangdam yang dikendalikan Dandrem, sementara Dandrem mengakui tidak tahu kehadiran mereka (TNI/Polri).“

Hesegem mengaku, di dalam tubuh TNI/Polri yang organik maupun non organik di Papua ada tanpak mis komunikasi. “Mereka terlihat tidak ada kerjasama, tetapi apakah pernyataan mereka bahwa tidak kerjasama itu betul atau hanya sembunyi dibelakang layar? Bagian ini saya juga tidak tahu!”

“Karena kita kuatir, kalau seumpama masyarakat jadi korban dari pasukan, lalu perlindungannya minta ke mana jika semua menyangkal seperti ini? Apakah korban-korban ini harus minta kepada Panglima TNI atau Presiden, sementara kita di Papua ini ada pemimpin yang bisa mengambil kebijakan?”

“Jadi untuk saat ini, ada dua orang yang sedang di rawat di Wamena, dan dua orang yang satunya perempuan dan laki-laki yang sempat di tahan dan diinterogasi di Polres Jayawijaya itu telah di pulangkan.”

Ia juga mengakui, ada sejumlah informasi yang tidak benar beredar di media sosial, mulai dari pembakaran rumah warga dan penembakan 1 hingga 5 anggota TPNPB. Menurutnya, semua ini tidak benar, ini informasi yang tidak falid.

Baca Juga:  Soal Satu WNA di Enarotali, Begini Kata Pakum Satgas dan Kapolres Paniai

Yang anehnya, kata Hesegem, bagaimana aparat gabungan itu lalu mengetahui keberadaan masyarakat hingga di kampung Wuluaima yang sangat pelosok di atas gunung. Ini ada kurir-kurir lokal yang dipakai dengan bayaran yang cukup bagus.

Ketika ditanya siapa yang sebenarnya yang menjadi sasaran dari aparat yang melakukan operasi di Wuluaima, kata Theo, berdasarkan pertemuan pihaknya di Mapolres Jayawijaya, Kapolres Jayawijaya sampaikan bahwa aparat gabungan (TNI/Polri) yang ke kampung Wuluaima distrik Kurima adalah dalam upaya mencari Rambo yang katanya masuk dalam daftar pencarian orang atau DPO.

Sementara terkait masyarakat Nduga yang datang ke kampung Wuluaima, kata Hesegem, masyarakat Nduga yang datang ke kampung Wuluaima karena mereka bagian dari kampung Wuluaima. Mereka ada hubungan keluargaan.

Katanya, di sana ada dua desa, salah satu desa ada di bawa wilayah pemerintahan Kabupaten Nduga dan satu desa ada di bawa pemerintahan Kabupaten Yahukimo, sehingga mereka ke sana.  “Tetapi warga yang datang dan tinggal disitu adalah pengungsi dari Nduga,” pungkasnya.

Sebelumnya, berdasarkan hasil konfirmasi suarapapua.com kepada Dandim 1715/Yahukimo, Letkol Inf Christian FR Ireeuw pada, Kamis (1/9/2020) mengaku tidak mengetahui keberadaan aparat TNI di Kurima, Yahukimo.

“Sampai saat ini saya sebagai Dandim tidak tahu pasukan dari mana masuk di wilayah saya tanpa koordinasi dengan saya sebagai Dandim. Memang ada masyarakat yang menyatakan hal itu, tapi pelaku yang ditangkap sudah berada di Polres Wamena. Demikian!” jelas Leltol Inf Ireeuw melalu pesan WA.

 

 

Pewarta: Elisa Sekenyap

Artikel sebelumnyaKIKA Indonesia had pity on the silencing of student democracy spaces in Papua
Artikel berikutnyaKemerdekaan Rakyat Kanaki Diperoleh Dengan Perjuangan Demi Keadilan