Analisis Wacana dan Semantik Debat Kandidat Pilkada Nabire: Siapa Menang? 

0
1456

Oleh: Purnama C. Auparay)*
Purnama C. Auparay adalah warga Teluk Kimi Nabire, yang saat ini menjadi dosen di salah satu Universitas  Swasta di Jayapura

 Pengantar 

Sabtu, 31 Oktober 2020 lalu, KPUD Nabire melakukan Debat Kandidat Tahap 1. Ada tiga topi utama: pertama, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan memajukan daerah;  kedua, peningkatkan pelayanan kepada masyarakat; dan topik ketiga, memperkokoh NKRI.

KPU membagi debat ini dalam lima segmen. Segmen pertama, masing-masing kandidat  memaparkan visi dan misinya dalam waktu masing-masing 5 menit.

Segmen kedua, ketiga, dan keempat para kandidat menjawab pertanyaan yang telah disiapkan oleh panelis sesuai dengan tiga topik di atas. Para panelis adalah Suroso (professional, wartawan Papua Pos Nabire), Titus Pakey (Budayawan Papua), Benny Kareth (Akademisi, dosen Uswim Nabire). Segmen kelima adalah pernyataan penutup.

ads

Nah, sekarang, bagaimana dan apa yang harus kita analisa?

Tulisan ini analisis sederhana dari aspek wacana (analisis wacana) dan makna (semantik).  Analisis wacana adalah kajian yang menganalisa bahasa yang digunakan baik secara lisan dan tulisan yang disampaikan atau ditulis oleh seseorang. Kemudian semantik adalah analisis tentang makna yang terkandung pada suatu bahasa. Jadi, saya ingin analisis bahasa dan makna dari apa yang disampaikan oleh tiga kandidat dalam debat kandidat tahap 1 Pilkada Nabire.

Saya akan melihat dari aspek:

  1. pertama, kemampuan komunikasi publik serta visi, misi dan program.
  2. Kedua, jawaban kandidat atas pertanyaan panelis.
  3. Ketiga, bobot pertanyaan yang diberikan oleh kandidat ke kandidat lain dan jawabannya.
  4. Keempat, kekuatan pernyataan penutup.

Dengan keempat hal ini kita dapat berkesimpulan, kandidat siapa yang memenangkan debat ini, kandidat siapa yang telah meraih perhatian/memenangkan warga pemilih.

Nomor  Urut 1 Yufinia-Darwis 

Nomor urut 1, Yufinia-Darwis diberi waktu 5 menit untuk menyampaikan visi dan misinya. Berikut ini adalah transkrip utuh (tanpa menambah dan mengurangi) pemaparan visi dan misi oleh Ibu Yufinia selama 5 menit yang disiarkan langsung oleh  RRI Nabire:

“Kami pasangan Yuda mengusung visi dan misi kami, yaitu dalam rangka membangun kabupaten Nabire ke depan. Saya sebagai seorang ibu, seorang perempuan, seorang mama, perempuan Papua, kami ingin melihat apa yang selama ini belum dikerjakan oleh bapak-bapak. Sebagai seorang ibu, ingin melihat dalam rumah, halaman rumah, apakah halam sudah bersih, rumah beres, anak sudah sehat, sudah pintar atau tidak. Ini yang ingin kami kerjakan sebagai seorang mama, seorang perempuan kabupaten Nabire. Yang pertama dan terutama adalah menjaga kabupaten  Nabire tetap ada dalam suasana aman, nyaman dan damai karena Nabire terdiri dari beragam suku dan agama yang ada dalam kabupaten Nabire. Sehingga ini menjadi program prioritas kami sehingga semua aktivitas dapat berjalan dengan maksimal dalam suasana aman, damai dan nyaman, terutama member lingkungan tumbuh kembang bagi anak-anak kita, generasi masa depan bangsa. Memberi ruang yang layak bagi anak-anak tumbuh dan berkembang di Kabupaten Nabire dengan membangun pendidikan berkualitas dan merata, sehingga ini program prioritas kami dalam menyongsong generasi emas bangsa. Pengembangan bidang kesehatan di Puskesmas di pelosok serta RSUD Nabire yang mana menjadi pusat rujukan dari sekian kabupaten di sekitar Nabire. Begitu juga dalam pengembangan ekonomi masyarak. Masyarakat Nabire memiliki berbagai latar belakang usaha, karakteristik sehingga dalam membangun ekonomi kami akan kembali melihat dari pada pola, kebiasaan dan karakteristik masyarakat Kabupaten Nabire, yaitu pesisir nelayan, petani dan pedagang dan pertanian serta ada millennial yang menjadi generasi penerus bangsa ke depan. Kemudian dalam rangka  pemuda juga berbagai aktivitas pemuda dan olahraga yang mana akan menunjang semua aktivitas pemuda di Nabire. Kemudian membuka lapangan kerja bagi genarasi muda yang ada di Nabire dengan latihan kerja lewat BLK dan lainnya sehingga mereka diberdayakan khususnya masyarakat Papua. Kita masih melihat bahwa di Papua masyarakat Papua masih tergantung kepada bantuan pemerintah tidak seperti di luar sana, mereka sudah punya usaha sehingga cukup untuk bersaing. Sehingga kabupaten Nabire kami akan menyiapkan itu sehingga kita punya masyarakat Papua bisa tumbuh dan berkembang dengan baik.” Waktu habis.

Berdasarkan video dan audio live RRI Nabire, kita mendengar  bahwa  Yufinia  memiliki kemampuan berbicara yang cukup dengan intonasi dan pelafalan yang jelas. Tetapi, Yufinia Mote belum memiliki kemampuan komunikasi publik yang baik. Berdasarkan trankrip di atas, terlihat bahwa pemaparannya tidak runtut dan banyak pernyataan tidak penting serta terjadi pengulangan.

Ia tidak merinci per bidang sehingga terlihat sambung menyambung. Yufinia juga tidak menyampaikan bidang keamanan apa programnya, bidang kesehatan apa programnya, dan seterusnya. Ia berbicara secara umum sehingga rakyat sulit menangkap apa yang ia ingin lakukan. Yufinia mengatakan, “kami ingin melihat, ingin kami kerjakan, dan seterusnya” tetapi ia tidak menyampaikan apa yang mau ia lihat dan apa yang mau ia kerjakan. Padahal rakyat ingin mendengar program konkret.

Perhatikan pernyataan berikut ini:

Saat Yufinia menyampaikan pernyataan awal “Kami pasangan Yuda mengusung visi dan misi kami, yaitu dalam rangka membangun kabupaten Nabire ke depan”, yang rakyat tunggu adalah ia menyebutkan apa visinya dan kemudian apa misinya untuk mewujudkan visi itu. Tetapi, ia tidak menyebutkan di awal. Ia justru mengatakan, “Saya sebagai seorang ibu, seorang perempuan, seorang mama, perempuan Papua, kami ingin melihat apa yang selama ini belum dikerjakan oleh bapak-bapak. Sebagai seorang ibu, ingin melihat dalam rumah, halaman rumah, apakah halaman sudah bersih, rumah beres, anak sudah sehat, sudah pintar atau tidak.” Pernyataan ini bukan visinya. Bagian ini adalah tentang dirinya. Ini pernyataan tidak produktif.

Yufinia juga berulang-ulang bicara soal “anak dan perempuan”: “Saya sebagai seorang ibu, seorang perempuan, seorang mama, perempuan Papua, …… Sebagai seorang ibu, ingin melihat dalam rumah, halaman rumah, apakah halaman sudah bersih, rumah beres, anak sudah sehat, sudah pintar atau tidak.” Pernyataan seperti ini dalam debat adalah pernyataan bunuh diri. Lawan debat bisa memanfaatkan wacana seperti ini untuk menyerang dia karena kurang lebih 5 tahun ini, Yufinia menjabat sebagai kepada dinas pada dinas yang mengurusi “perempuan dan anak”. Lagi-lagi ini pernyataan tidak produktif.

Memang, Yufinia berusaha merangkum semua programnya secara sambung-menyambung dalam waktu 5 menit tetapi banyak pernyataan yang bukan merupakan visi dan misinya ikut monopoli dalam penyampaiannya sehingga menjadi mengambang. Mestinya, ia sebutkan apa visinya dan kemudian menyampaikan  misinya sekaligus sebutkan satu atau dua program utama per misi.

Pasangan nomor urut 1 mestinya mengerti bahwa debat publik adalah panggung publik, bukan panggung akademik dan sesi konfrensi pers bersama awak media, atau rapat di dinas. Karena itu, di sana, tidak perlu banyak konsep yang “awan-awan” dan tidak boleh membiarkan rakyat berusaha mengerti kita, kitalah yang berusaha bicara apa yang rakyat rasakan dan beritahu jawabannya atas apa yang dirasakan rakyat. Kandidat mestinya memenangkan publik dengan memberitahu masalah nyata dan bagaimana cara mengatasinya secara konkret dan to the point dengan bahasa yang sederhana.

Memang tidak mudah menyampaikan banyak hal dalam waktu 5 menit tetapi mestinya ada upaya dan juga diarahkan untuk menjawab keingintahuan rakyat. Walaupun demikian, mestinya pasangan nomor satu bicara permasalahan dan visi- misinya. Ia berbicara langsung pada programnya. Padahal, bagian yang sesungguhnya  rakyat tunggu adalah apa masalahnya yang melatarbelakangi lahirnya sebuah visi, misi dan programnya sebagai solusi.

Kondisi semacam ini, bisa dipahami karena ia adalah seorang bidan di rumah sakit yang kemudian menjadi Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kab. Nabire karena suaminya bupati dan sekaligus menunjukkan kelemahannya sebagai calon pemimpin untuk satu kabupaten berpenduduk 250 ribu lebih.

Selanjutnya, pada sesi tanya jawab, Yufinia mendapatkan pertanyaan, bagaimana strategi menurunkan angka kemiskinan di Nabire yang mencapai 33 persen?

Yufinia menjawab, “Melihat aktivitas masyarakat Nabire dan semua aspek ini akan kami kembangkan dalam rangka pertumbuhan ekonomi. Buka potensi wisata agar bekerja memajukan dirinya, trans pertanian, mama Papua kami buka peluang apa yang harus mereka lakukan. Untuk mama-mama, kami sudah upayakan pasar tetapi tetapi karena ‘satu dan lain hal belum kami lakukan’. Infrastruktur penunjang, lapangan kerja dan berdayakan milenial.”

Ketika ada pertanyaan semacam ini, yang paling ditunggu oleh masyarakat adalah langkah nyata untuk menurunkan kemiskinan. Jawaban, “Melihat aktivitas masyarakat dan semua aspek ini kami akan kembangkan”. Mestinya harus jelas, apa saja aktivitas masyarakat saat ini yang terkait dengan kemiskinan yang harus dikembangkan. Dari aktivitas itu, apa yang sudah ia lakukan sebagai kepala dinas, apa yang harus dibenahi dan apa yang hal baru nyata yang ingin ia lakukan agar kemiskinan menurun.

Bagian ini sedikit terbantu  karena ia menyampaikan soal pariwisata dan pertanian tetapi Yufinia tidak  menyadari bahwa jawaban dia soal pasar mama-mama yang tertunda karena “satu dan lain hal” adalah jawaban yang mengkerdilkan seluruh jawaban sebelumnya atau istilah lainnya jawaban jujur yang tidak menguntungkan dirinya.

“Satu dan lain hal” itu maksudnya apa? Uang tidak ada, soal lokasi susah, soal keamanan atau karena apa? Jika tidak ingin beritahu alasan, dia tidak perlu dibicarakan soal itu karena rakyat pasti akan tanya, mengapa demikian karena ia istri bupati dan pimpinan dari dinas yang salah satu tugasnya adalah urusi perempuan.

Kemudian, pertanyaan kedua dengan tema pelayanan kepada masyarakat yang diajukan panelis adalah “Bagaimana sikap keberpihakan dan pelayanan tanpa membedakan suku dan agama dan bagaimana memberikan pelayanan kepada semua suku tanpa sepelekan masyarakat adat?”

Jawaban Yufinia adalah “Kami latar belakangnya adalah pelayan. Kami hadir untuk melayani. Kami akan lebih lihat apa yang dibutuhkan itu yang akan kami lakukan. Kami tidak bisa janji lebih. Saya sebagai mama akan lihat apa yang dibutuhkan masyarakat sesuai dengan pola hidup masyarakat.”

Lagi-lagi, sebagai seorang ibu, ia ingin jujur dan apa adanya menjawab. Itu tidak salah. Tapi, jawaban macam itu bukan di rumah atau di warung kopi, ini panggung rakyat, panggung debat publik. Bukan panggung perasaan sehingga berbicara dengan harapan bahwa “biar pendengar atau rakyatlah mengerti saya”.

Pernyataan, “Kami latar belakangnya adalah pelayan. Kami hadir untuk melayani.” Rakyat tahu ia bidan dan itu terbatas tetapi konteks dan ruangnya sudah luas dan besar, bukan hanya satu urusan di rumah sakit atau di kantor. Ia  ingin menjadi pengambil kebijakan maka mestinya diarahkan pada hal-hal yang terkait kebijakan.

Wakilnya, Ustad Darwis menambahkan, “Selama ini sudah layani masyarakat dengan terbatas maka kami ingin melayani dengan kapasitas yang besar.” Ini jawaban untuk menutupi jawaban Yufinia yang kurang tepat sebagai calon pengambil kebijakan.

Tetapi, dengan  jawaban selanjutnya dari Darwis yaitu “Soal jamaah haji, urusan keimigrasian, tidak ke biak lagi” ini salah satu yang baik karena sasaran dia ke muslim. Tetapi, lagi-lagi, ini akan baik jika ia bicara program yang umum yang menyentuh semua suku dan agama karena pasangan ini bicara keragaman di Nabire pada paparan program di awal. Maka kemudian menjadi kontraproduktif.

Baca Juga:  Kura-Kura Digital

Betul, soal imigrasi sedikit mengena umat muslim tetapi lagi-lagi ia kunci dengan cara yang mestinya ia hindari. Darwis malah kembali ke jawaban Yufinia, “Kami lakukan sesuai dengan yang dinginkan masyarakat. Mata kami kami akan buka terus”. Kita sebagai rakyat berpikir, berarti tidak ada konsep untuk pelayanan, mereka mau jalankan pelayanan sesuai keinginan rakyat, apa pun itu, termasuk jika rakyat inginkan segala sesuatu yang tabrak aturan dan mengancam keragaman suku dan agama. Ini tidak logis dan sulit kompromi dengan akal sehat kita.

Pertanyaan ketiga dari panelis, “Apa langkah konkret untuk mencapai tujuan kebangsaan, dan sikap Anda terhadap kelompok yang ingin memisahkan dari NKRI?”

Yufinia menjawab,”Selama ini aman dan damai, maka kami lihat pemerataan, keadilan dalam pelayanan, pelayanan lebih orang asli Papua, kita tidak telantarkan masyarakat Nabire. Kami juga akan tempatkan orang yang ahli di bidangnya. Karana  mereka mengerti agar tidak ada lagi konflik di kab. Nabire.  Kami kerja sama dengan  masyarakat, adat dan Forkopimda, milenial, pendidikan tentang NKRI, bela Negara  sehingga mereka punya pemahaman sehingga tetap pada koridor.”

Jawaban ini bisa dipahami walaupun bekerja sama dengan masyarakat dalam hal apa terkait pertanyaan perlu diperjelas, apa programnya. Lalu, apa kegiatan untuk milenial harus jelas juga termasuk Forkopimda bikin apa mestinya lebih konkret.

Pada sesi debat inspiratif, kandidat nomor 3 mengajukan pertanyaan, “Bagaimana pelayanan kepada rakyat, pelayanan kepada atasan dan pelayanan kepada ASN?”

Pasangan nomor 1 menjawab secara umum. Bagian ini, Yufinia tidak ingin menunjukkan batasan-batasan bagi rakyat untuk bertemu dan untuk pelayanan kepada atasan ia sampaikan bahwa sesuai protokol. Tetapi, masalah kemudian adalah sanggahan dari pasangan nomor urut 3, Frans Mote,  justru merugikan dirinya (nomor 3) karena jawaban dia adalah membatasi waktu masyarakat untuk bertemu bupati dengan membuat jadwal. Padahal kebutuhan masyarakat tidak terbatas, masyarakat membutuhkan Bupati setiap saat, apalagi dalam kondisi mendadak atau emergency.

Pada pernyataan penutup, Yufinia memberikan kesempatan kepada wakilnya Darwis untuk berbicara lebih dahulu.

Darwis menyampaikan, “Tanggal 9 adalah pesta demokrasi, mari kita memilih pemimpin dengan rasa keadilan, rasa menjunjung suasana kondusif, yang aman di Nabire. Saya cuma memberikan masukan, kalau anda memilih pemimpin, pilih pasangan 01 Yuda. Maka, kita akan membuat sejarah baru Papua, menampilkan perempuan pertama menjadi pemimpin di kabupaten Nabire dan lima tahun ke depan kita semua masyarakat Nabire menyediakan tinta emas untuk ibu Yufinia Mote sehingga sejarah itu tidak tinggal sejarah, sejarah akan tercatat dengan tinta emas, perempuan Nabire bisa, barang apakah.”

Masih ada sisa waktu dan dilanjutkan oleh Yufinia Mote. “Kami perempuan Nabire khususnya saya, ibu Yufinia Mote akan membuat era baru Kabupaten Nabire bersama-sama dengan masyarakat Nabire yang telah mendukung kami. Untuk itu dalam rangka membangun kabupaten Nabire, dari tempat ini, kami menyatakan bahwa kami perempuan Nabire juga sudah siap membangun di kabupaten Nabire. Dan untuk masyarakat kabupaten Nabire tetap ingat, jaga kesehatan dalam kondisi pandemi covid sehingga tanggal 9 Desember semua datang di TPS dan menyalurkan hak pilihnya, yang jelas, ingat kami satu-satunya mama-mama, saatnya perempuan Papua dan ada di nomor 1. Kami mengenakan baju putih, putih melambangkan ketulusan keikhlasan dan pelayanan. Untuk itu, bapak mama datang ke TPS pilih nomor 1 paling depan, jangan lihat ke belakang, bapak-bapak terlalu banyak nanti membingungkan.”

Waktu tiga menit untuk pernyataan penutup adalah waktu yang cukup. Minimal tiga menit dibagi untuk menyatakan tiga hal, yaitu: pernyataan komitmen membangun Nabire berdasarkan visinya, kemudian menunjukkan identitasnya/ kemampuannya dan ajakan untuk memilih dirinya disampaikan dengan unik.

Pasangan nomor 1, pada pernyataan penutup tidak mereview sedikit pun tentang visinya. Waktu tiga menit dimonopoli tentang pengenalan identitasnya yang sesungguhnya rakyat tahu.

Terkait ajakan memilih yang disampaikan calon wakil nomor 1, Darwis tidak tepat. Ia mengatakan, “Saya cuma memberikan masukan, kalau anda memilih pemimpin, pilih pasangan 01 Yuda.” Ia sebagai calon wakil tidak perlu menggunakan kata “saya cuma memberikan masukan”. Pernyataan ajakan harus tegas dan meyakinkan, menggugah hari rakyat, bukan saran dan masukan, apalagi ia adalah wakilnya, bukan orang luar.

Pernyataan penutup yang disampaikan Yufinia juga lebih didominasi pengenalan dirinya. Ajakan memilih karena perempuan boleh-boleh saja tetapi ajakan memilih dengan menunjukkan komitmenya dan kemampuannya jauh lebih kuat.

Ada satu kalimat dari pernyataan penutup yang mestinya dihindari sebagai pemimpin tetapi disampaian oleh Yufinia adalah”Saya, ibu Yufinia Mote akan membuat era baru Kabupaten Nabire bersama-sama dengan masyarakat Nabire yang telah mendukung kami.” Perhatikan enam kata terakhir dari pernyataan di atas ini yang sesungguhnya paling dihindari dalam debat mencari simpati dari seorang calon pemimpin“… masyarakat Nabire yang telah mendukung kami.” Masyarakat awam bisa berpikir, “berarti setelah menjadi bupati, pasangan ini hanya akan memperhatikan atau membangun bagi mereka yang telah mendukungnya. Padahal dalam demokrasi beda pendapat, beda pilihan itu biasa tetapi setiap pemimpin yang terpilih kemudian adalah milik seluruh masyarakat dan membangun bagi semua dan bagi kepentingan seluruh masyarakat di wilayah itu.

Kemudian, saya mencatat juga bahwa Yufinia berusaha membuat pernyataan penutup secara unik dengan mengatakan,”jangan lihat ke belakang, bapak-bapak terlalu banyak nanti membingungkan.” Logikannya, kertas suara itu datar, jadi calon lain ada di sampingnya, tidak di belakangnya. Kemudian, pernyataan, “bapak-bapak terlalu banyak nanti membingunkan”, calonnya hanya tiga, ia perempuan dan dua lainnya laki-laki. Secara kasat mata kelihatan semua di surat suara.

Nomor Urut 2, Mesak-Ismail

Waktu yang sama, yaitu 5 menit diberikan juga kepada calon bupati nomor urut 2, Mesak-Ismail untuk menyampaikan visi dan misinya. Berikut ini adalah transkrip utuh (tanpa menambah dan mengurangi) pemaparan visi dan misi oleh Mesak Magai:

“Kami pasangan nomor urut 2 ada delapan misi/program kami. Pertama, stabilitas keamanan. Ketika kami melihat kondisi Nabire bahwa banyak persoalan keamanan yaitu masalah sengketa tanah, pembunuhan misterius yang terjadi dan lainnya sehingga program pertama kami adalah jaminan keamanan bagi masyarakat kabupaten Nabire, salah satunya adalah membangun pos kamling setiap RT dalam kota. Kedua, pembinaan keagamaan. Masalah keagamaan terbagi atas tiga bagian yaitu masalah sarana prasarana, insentif  bagi hamba Tuhan serta insentif bagi guru agama dan guru ngaji serta bidang agama lain. Ketiga adalah peningkatan sumber daya manusia. Masalah tenaga guru saja, sekitar 2.000 lebih guru untuk 300 sekolah untuk seluruh jenjang pendidikan kabupaten Nabire. Maka ketika kami pantau daerah pedesaan itu kekosongan guru. Sehingga kami berdayakan yayasan-yayasan termasuk kami lengkapi fasilitas dan kesajahteraan. Keempat adalah layanan kesehatan. Di Puskesmas ada masalah pelayanan karena tenaga dan kesejahteraan jadi masalah maka program kami adalah meningkatkan pelayanan kesehatan. Berikut adalah peningkatan ekonomi kerakyatan. Nabire dibagi dalam tiga bagian yaitu pesisir, perkotaan dan pegunungan. Karakter masyarakat beda-beda, potensi kekayaan alampun beda-beda. Yang berikut keenam adalah masalah infrastruktur. Infrastruktur pun terbagi atas tiga bagian, soal jalan misalnya ada jalan kabupaten, jalan provinsi dan nasional. Ketika kami melihat di Nabire yang menonjol adalah jalan provinsi dan nasional. Maka ketika kami terpilih maka kami prioritas infrastruktur. Kemudian yang ketujuh adalah reformasi birokrasi. Hari ini, pemerintahan ini sangat menurun sekali pelayanan publik. Maka, kami akan lakukan penempatan jabatan sesuai dengan disiplin ilmu, termasuk SDM aparatur serta kesejahteraan pegawai menjadi program kami. Kedelapan adalah pengelolaan keuangan daerah. Kami sampaikan disini bahwa kesejahteraan ini akan meningkat setelah kita mengelola potensi yang kita miliki. Hari ini saya sampaikan kepada kita sekalian bahwa ekonomi Nabire berjalan karena Nabire kota sentral dari beberapa kabupaten wilayah pegunungan. Kalau kita hanya harapkan APBD kabupaten Nabire, hari ini deficit saja besar. Maka melalui visi dan misi kami, kami ingin membangun kabupaten Nabire ini dengan dengan hati, dengan jujur, dengan damai, dengan melibatkan berbagai pihak, Nabire milik kita bersama, kabupaten strategis wilayah tengah Papua.”

Berdasarkan video dan audio live RRI Nabire, kita mendengar  bahwa  Mesak Magai  memiliki kemampuan berbicara cukup baik. Kemampuan komunikasi publiknya mumpuni, penyampaian programnya terlihat runtut dan hampir tidak ada pengulangan hal subtansial.

Ia memulai dengan pernyataan, “Kami pasangan nomor urut 2 memiliki delapan misi/program”. Pasangan nomor 2 ini di awal tidak menyebutkan visinnya.

Kekuatan pasangan ini adalah berusaha menyampaian masalah pada setiap misi dari delapan misi yang disampaikannya secara teratur walaupun waktunya hanya 5 menit. Debat publik sebagai ajang merebut hati rakyat, dengan memaparkan masalah pada setiap misi, pasangan ini memikat rakyat.

Pasangan nomor urut 2 mengawali dengan bicara stabilitas keamanan sebagi misi pertama. Ia bicara masalah lebih dalu yaitu “soal sengketa tanah, pembunuhan misterius, pencurian dan masalah lainnya sehingga masalah keamanan adalah hal utama bagi kami. Kami akan membangun pos kamling  setiap RT.” Program konkret seperti inilah yang kerapkali ditunggu publik dalam depat publik pada ajang pemilihan pemimpin di mana pun.

Misi kedua pasangan nomor 2 ini menyampaian soal pembinaan keagamaan. “Ada tiga program utama kami bidang ini, sarana  prasarana ibadah, insentif bagi hamba Tuhan, dan isentif bagi guru sekoloh minggu dan guru ngaji”.

Misi ketiga, peningkatan sumber daya manusia. Mesak menyampaian, “Ketiga adalah peningkatan sumber daya manusia. Masalah tenaga guru, sekitar 2.000 lebih guru saja untuk 300 sekolah untuk seluruh jenjang pendidikan kabupaten Nabire. Maka ketika kami pantau daerah pedesaan itu kekosongan guru. Sehingga kami berdayakan yayasan-yayasan termasuk kami lengkapi fasilitas dan kesajahteraan.

Selanjutnya perhatikan bagaimana pasangan ini berbicara masalah dan solusi sehingga terkesan lebih dekat masyarakat. Terkait dengan misi kedua dan ketujuh yaitu soal “Insentif bagi hamba Tuhan, dan isentif bagi guru sekoloh minggu dan guru ngaji, kesejahteraan pegawai dan SDM” misalnya,  seisi rumahku di Teluk Kimi yang sedang mendengarkan radio tiba-tiba ramai. “Macam ini yang kami tunggu,” kata ibuku yang hari-hari mengajar sekolah minggu. Adik saya malah bersujud, “Puji Tuhan, berkati dia,” wajar dia pendeta. Ini adalah reaksi spontan di rumah saya setelah mendengarkan pemapatan nomor urut 2 ini. Yang semacam ini yang saya menyampaikan bahwa debat publik itu ajang memenangkan publik. Saya pribadi kagum karena dengan penyampaian programnya, saya menyaksikan di depan mata saya,  ia mampu membalikkan pilihan rumah kami yang sudah bulat kepada kandidat lain.

Memang, bagian yang sesungguhnya  rakyat tunggu adalah apa masalahnya yang melatarbelakangi lahirnya sebuah visi dan misi dan program. Tidak semua tetapi pasangan nomor 2 ini memiliki usaha untuk menyampaikan masalah-masalah pokok di Nabire dalam waktu 5 menit. Komunikasi publik atau komunikasi massa cukup kuat.

Saya sebagai akademisi mestinya tidak harus membuat kesimpulan tetapi saya menyaksikan sendiri bagaimana  dengan pemaparannya ia mampu mengubah pikiran keluarga saya. Ini menunjukkan latar belakang nomor 2 yang adalah politisi. Ia berusaha bicara  kondisi nyata, tidak banyak konsep,  bahasa sederhana. Jika ada waktu cukup, pemaparan seperti yang disampaikan nomor urut 2 ini sangat dinantikan publik dalam panggung debat publik.

Baca Juga:  Vox Populi Vox Dei

Masuk pada sesi tanya jawab. Pertanyaan pertama dari panelis, “Noken sebagai warisan budaya dunia dan memerlukan perlindungan. Apabila terpilih apa yang Anda lakukan untuk majukan noken dan mama noken Papua di Nabire?”

Pertanyaan ini dilahap dengan tepat, ia langsung menjawab pada intinya, yaitu “Noken ini bukan hanya soal usaha tetapi  harga diri orang Papua. Mama Papua jemur badan selama ini di jalanan  padahal mereka pertahankan budaya kita. Kami akan bangun pasar khusus noken. Ini bukan soal jual saja tetapi soal harga diri. Mereka ini jual di jalanan di manakah hati pemerintah selama ini. Saya akan dorong juga dalam usaha kecil dan menengah yaitu saya siapkan modal bagi nama-nama, Nabire APBD besar 1,3 T.”

Pasangan nomor 2, saat debat membawa noken sehingga semakin memberikan bobot pada jawaban yang disampaikan terkait dengan noken.

Jadi jawaban ini mematahkan jawaban dari pasangan nomor urut 1 yang menyampaian bahwa pasar mama-mama selama ini  “belum dibangun karena satu dan lain hal”. Dalam debat publik, pasangan nomor 2 mememetik kemenangan ganda, yakni menjawab pertanyaan dengan tepat dan langsung pada inti tetapi juga pada saat yang sama ia mematahkan jawaban dari nomor urut 1.

Jawaban ini dipertegas dengan singat dan jelas oleh wakilnya, Jamaludin, “Itu adalah program prioritas. Kami akan membangun pasar mama-mama dan memberikan permodalan atas kerja sama dengan bank dan pendampingan oleh swasta.”

Pertanyaan berikutnya dari panelis terkait dengan pelayanan kepada masyarakat. “Pelayanan tidak berjalan efektif selama ini, langkah apa yang pasangan anda lakukan untuk  meningkatkan pelayanan dasar?”

Jawaban nomor urut 2 yang disampaikan Mesak adalah “Pendidikan sangat bermasalah. Dari sisi jumlah guru, Nabire hanya ada 2000 lebih guru terbagi atas 300 lebih sekolah. Kalau dibagi satu sekolah hanya dapat 7 guru padahal SMP dan SMA butuh belasan guru. Fasilitas dan kesejahteraan juga masalah banyak. Masalah kesehatan juga, belum lagi kita bicara soal kesejahteraan, penempatan birokrasi, penempatan sesuai disiplin ilmu, kesejahteraan ASN. Kami prioritas tenaga guru dan medis selain uang kinerja kami berikan insentif bagi tenaga medis yang tugas di daerah terisolir, tenaga guru kurang makanya angkat putus sekolah 500 siswa semua tingkatan itu karena kekosongan guru, Posyandu dan Puskesmas tidak ada pelayanan. Jadi bagian pelayanan ini kita maksimalkan. Soal infrastruktur tinggal poles.”

Pada bagian ini, pasangan nomor urut 2 mendapatkan kesempatan bagus untuk mempertajam apa yang dia sampaikan pada bagian paparan visi dan misi di awal. Penyampaiannya kelihatan belum terstruktur tetapi kandidat sadar bahwa ia sedang berdiri di panggung debat publik, bukan panggung ilmiah di kampus. Karena itu, ada sesuatu yang kuat di sini. Perhatikan pernyataan pertama dari Mesak, “Pendidikan sangat bermasalah”. Ini pernyataan penting dan kuat dalam debat publik.

Lalu ia pertegas dengan data, “Dari sisi jumlah guru, Nabire hanya ada 2000 lebih guru terbagi atas 300 lebih sekolah.” Ini kemampuan komunikasi publik yang bagus dari kandidat ini karena bagi audiens, apalagi masyarakat bawah, tidak terlalu penting konsep yang tinggi tetapi saat bicara masalah public secara otomatis akan beranggapan bahwa “dia sudah tahu masalahnya pasti dia akan atasi”.

Pada bagian ini, pasangan nomor 2 juga mencoba memanfaatkannya dengan efektif, ia singgung angka putus sekolah, pelayanan kesehatan Puskesmas dan Postu serta kesejahteraan ASN berupa uang kinerja dan isentif  khusus tenaga guru dan medis yang bertuas di daerah terisolir. Pasangan nomor 2 berbicara sesuatu yang belum dilakukan sebelumnya dan mungkin juga bisa jadi diharapkan oleh ASN dan tenaga pendidik dan kesehatan selama ini.

Pertanyaan ketiga terkait dengan memperkokoh NKRI. Pertanyaannya adalah, “Bagaimana cara memperkokoh NKRI di Nabire?”

Jawaban kandidat nomor 2 adalah “Kami ini nomor 2, jadi dalam Pancasila sila 2, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Kita bicara Papua, maka ada 6 kota sentral, salah satunya Nabire kota sentral. Maka itu, Nabire harus pertahankan keamanan, kita kedepankan empat pilar bangsa yaitu Pancasila, UUD 45, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI. Lalu, tiga lembaga harus sama-sama yaitu, pemerintah, adat dan Pemda. Kami akan pasti terpilih dan kami bangun kantor Nusantara, ketua paguyuban dan kepala suku agar atasi masalah yang ada di Nabire.” Jawan ini lebih muda dipahami rakyat.

Kemudian, sesi debat inspiratif. Pasangan nomor urut 1 bertama kepada pasangan nomor urut 2, “Miras ini satu sisi dmapak kurang baik tetapi sisi lain ada PAD, jika pasangan nomor 2 terpilih, apa yang akan dilakukan?

Pasangan nomor 2 ini, sebelum menjawab pertanyaan inti, ingin ganggu psikologi nomor 1 dan mengundang keyakinan publik dengan menanggapi lebih dahulu pernyaan “jika terpilih” dengan mengatakan, “bukan bila terpilih tetapi kami akan terpilih.”  Ini yang dalam teori kepemimpinan dikenal dengan istilah memimpin harus optimis dan memberikan optimisme publik. Ini beda dengan pernyaan penutup dari pasangan nomor 1 tadi atas yang mengataan bahwa “Saya cuma memberikan masukan, kalau anda memilih pemimpin, ….” Yang tidak menunjukkan optimisme.

Kemudian ia menjawab pertanyaan intinya. “Miras ini, munculkan empat masalah, yaitu, pencurian, lakalantas, kekerasan rumah tangga, pembunuhan misterius. Jadi, jualan eceran kita pusatkan satu tempat, didiskotik, belanja tak kenal waktu kita hentikan.”

Pernyataan ini disangka oleh pasangan nomor 1 dengan mengatakan bahwa “tidak ada larangan jika hanya di diskotik. Kami mau satu regulasi karena ada dampak baik dan buruk.” Padahal ketika pasangan nomor urut 2 bicara soal “belanja tak kenal waktu kita hentikan” adalah bicara soal aturan, regulasi.

Pasangan nomor urut 2 berkesempatan bertanya kepada nomor urut 3. Pertanyaannya adalah “Nabire tiga wilayah dengan karakter beda-beda, bagaimana memberdayakan  khusus masyarakat local?”

Pertanyaan ini jawab oleh pasangan nomor 3 begini, “Memang benar, harga diri itu penting di mata Tuhan. Pembangunan, alokasi ASN, budaya akar rumah hidupkan, berdayakan dengan tempat yang baik, siapa saja mereka bisa belajar. “

Pasangan nomor urut 2 menyangga, “Kita bicara soal potensi, pesisir wisata, kota tani dan dagang, gunung hutan, kakao dll. Kita keberpihakan soal transportasi, kita turunkan masyarakat agar jadi pelaku ekonomi, ekonomi nelayan, siapkan transportasi dan investasi agar masyarakat beli ikan di warga langsung.”

Pertanyaan nomor 2 ini tampaknya sengaja dialamatkan kepada nomor 3 dengan perhitungan latar belakang jabatan selumnnya sebagai kepada dinas perikanan provinsi Papua. Namun, jawabannya tidak membumi. Hal ini dimanfaatkan oleh pasangan nomor 2 untuk memetik poin di publik dalam sanggahannya dengan menyinggung soal perikanan dan potensi lainnya.

Pernyataan penutup dari nomor urut 2: “Masyarakat Kabupaten Nabire yang saya hormati,  mulai dari Goni sampai Kamarisano, mulai dari kampung Tibai dan Mabou sampai kampung Bomopai, Ororodo Yaro, saya katakan bahwa saya anak negeri. Nabire rumah kita bersama, Nabire hak datuk kita bersama, bersama kita, anak negeri Mesak Magai dan Ismail Jamaludin pasti kita mewujudkan Nabire yang Aman, Mandiri dan Sejahtera. Pada tanggal 9 Desember 2020, coblos nomor urut 2, pasangan Mesak Magai dan Jamaludin.”

Ada hal penting pada penyataan penutup ini. Pertama, pasangan nomor urut 2 ini menyebut kampung-kampung batas Nabire secara rinci, “mulai dari Goni sampai Kamarisano, mulai dari kampung Tibai dan Mabou sampai kampung Bomopai, Ororodo Yaro”. Sapaan dengan menyebutkan nama kampung batas wilayah secara rinci ini menunjukkan dan memperkuat pernyataan dia berikutnya, “Saya katakan bahwa saya anak negeri.” 

Setelah ia menunjukkan dan meyakinkan bahwa ia anak asli Nabire ia mengatakan, “Nabire rumah kita bersama, Nabire hak datuk kita bersama, bersama kita, anak negeri Mesak Magai dan Ismail Jamaludin pasti kita mewujudkan Nabire yang Aman, Mandiri dan Sejahtera.”

Penyataan ini cukup kuat, selain ia menegaskan bahwa ia paham geogarfis dan anak asli, ia juga mengajak dan merangkul semua, “Nabire rumah kita bersama”. Kemudian pamungkasnya adalah visi nomor urut 2 yang tertunda untuk disampaikan diawal dan ditanya-tanya publik selama mendengarkan pemaparan selama debat berlangsung, ia jawab di akhir, “kita bersama, bersama kita, anak negeri Mesak Magai dan Ismail Jamaludin pasti kita mewujudkan ‘Nabire yang Aman, Mandiri dan Sejahtera’.” Dan kemudian, ia mengajak, “Pada tanggal 9 Desember 2020, coblos nomor urut 2, pasangan Mesak Magai dan Jamaludin.”

Jika dibaratkan dalam pertandingan sepak bola, saya menyimak sungguh bahwa pasangan nomor 2 ini  menggiring bola dari belakang hingga ke depan dan saat lawan lelah, dengan enteng ia memasukan bola ke tiang kawang lawan.

Nomor Urut 3, Frans-Tabroni  

Waktu yang sama, yaitu 5 menit diberikan juga kepada calon bupati nomor urut 3, Frans-Tabroni untuk menyampaikan visi dan misinya. Berikut ini adalah transkrip utuh (tanpa menambah dan mengurangi) pemaparan visi dan misi oleh Frans Mote:

“Saya mengangkat visi, terciptanya Nabire yang bangkit, mandiri dan sejahtera yang berkeadilan berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa. Untuk mewujudkan visi ini saya mempunyai misi. Misi-misi yang saya buat bersama wakil saya adalah pertama menciptakan stabilitas daerah. Kedua, adanya pemenuhan dasar masyarakat baik sandang, pangan dan papan. Ketiga, peningkatan kualitas pendidikan. Saya ingin peningkatan kualitas kesehatan, pelayanan kesehatan yang prima. Kelima, saya ingin peningkatan perkonomian dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Nabire. Keenam, saya ingin meningkatkan infrastruktur daerah yang kita semua ketahui semua saat ini. Ketujuh, menjamin kepastian hukum kepada setiap orang yang berinvestasi di Nabire. Dan yang berikut saya juga ingin Nabire ini menjadi kota kita bersama, bukan milik seseorang atau sekelompok orang tetapi Nabire ini ingin saya jadikan sebagai miniatur Indonesia di mana berkumpul sejumlah orang karena mereka berkumpul untuk membangun bangsa Indonesia dari Nabire dan mereka juga berjasa membangun dunia ini jadi apa yang kita buat di Nabire punya pengaruh terhadap dunia dan bertanggungjawab kepada Tuhan karena apa yang pemerintah buat adalah apa yang Tuhan mau akan kebenaran, kejujuran, keadilan harus ditegakkan kabupaten Nabire. Tidak boleh ada orang yang menganggap dia lebih di hadapan Tuhan karena semua manusia di Nabire apapun latar belakang kita semua sama di hadapan Tuhan. Hal-hal lain menyangkut pembangunan daerah kita semua tahu Nabire ini adalah kawasan yang besar, sekitar12 ribu hektar sehingga bagaimana kita bangkitkan dia sehingga dia menghidupi masyarakat Nabire dan menghidupi bangsa dan Negara Indonesia ini dan bahkan Indonesia akan hidup karena kabupaten Nabire.”

Frans Mote menyampaikan visi dan misi dengan intonasi yang jelas dan terlihat terstruktur tetapi sesungguhnya  terkesan mengacu pada visi provisi Papua yaitu “Bangkit, Mandiri dan Sejahtera”, ia hanya menambahkan …”yang berkeadilan berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Apa permasalahan nyata di lapangan yang melatarbelakangi visi dan misinya tidak sedikitpun tidak ia singgung. Dalam debat publik, masyarakat selalu punya harapan untuk diyakinkan dengan mengemukakan masalah nyata dan solusinya atas masalahnya dalam bentuk misi atau program. Bagian ini yang Frans dianggap masih lemah.

Baca Juga:  Musnahnya Pemilik Negeri Dari Kedatangan Bangsa Asing

Secara struktur, misi kedua soal pemenuhan hak dasar yaitu sandang, pangan dan papan mestinya dimasukkan dalam  misi keempatnya yaitu ekonomi. Tetapi, tapi ia sampaikan pada misi kedua.

Frans Mote terkesan menonjolkan individunya dalam penyampaian visi dan misinya. Hal ini terlihat dari pernyataannya, “saya ingin…”. Ia mengulang sebanyak 6 kali dalam waktu 5 menit. Frans bukan sendirian, ia adalah satu pasangan dengan wakilnya. Maka mestinya pilihan kata yang perlu dipertimbangkan sebagai seorang terpelajar adalah kami (ia dan wakilnya). Ini adalah hal yang tidak menguntungkan dan tidak sehat karena dapat menyinggung wakilnya.

Perlu dicermati juga bahwa penyampaiannya membumi ke rakyat. Misinya tampak “awan-awan”, idealismenya  tidak realistis. Selain ia tidak menyampaikan kondisi nyata yang ia ingin ubah, lebih-lebih karena ia mengeluarkan pernyataan “Nabire untuk dunia dan yang Tuhan mau.” Benar Nabire bagian dari dunia tetapi masalah nyata seperti pengangguran, buta huruf, putus sekolah dan lainnya sedikit pun tidak ia singgung.

Kemudian terkait pernyataan “…yang Tuhan mau” adalah pernyataan yang terlihat penting tetapi sesungguhnya ia tidak menyadari bahwa semua orang dalam hidupnya berusaha melakukan apa yangmTuhan mau, termasuk kandidat lain.

Ada juga penyataan, “Saya dengan Tabroni siap bangun Nabire bersama Tuhan”. Dampaknya berbeda jika ia mengatakan kami siap membangun Nabire bersama rakyat dengan pertolongan dari Tuhan.”

Kemudian ada pernyataan “Nabire buat untuk Indonesia…”. Itu pernyataan penting tetapi rakyat tunggu apa yang mau dibuat di Nabire. Soal Indonesia itu dampak dari apa yang dilakukan di Nabire. Ini bisa jadi optimisme seorang pemimpin tetapi jika tidak satu pun masalah rakyat tidak ia sampaikan maka rakyat bisa berkesimpulan bahwa ini adalah otimisme tidak realistis/tidak sesuai kondisi nyata di Nabire.

Masuk pada sesi tanya jawab. Pertanyaan pertama dari panelis adalah “Penyandang masalah kesejahteraan sosial tersebar di seluruh distrik, apa langkah yang bapak ambil untuk mengatasi maslah ini?”

Jawaban Frans, “Pembangunan bermula dari manusia dan berakhir pada manusia maka harus sumber daya manusia. Maka kita kelompokkan berdasarkan talenta mereka. Seperti nelayan, selama ini nelayan tidak secara baik diperhatikan. Kami percaya bisa kembangkan ini. Kami bangun dengan kelompokkan dengan kawasan wisata dengan Perda sehingga mereka bisa berdayakan dan dengan masyarakat adat. Contoh saja, sampah itu kami pandang sebagai berkat untuk kelola.”

Calon wakilnya, Tabroni menambahkan, “Jadi kalau saya melihatnya  itu, melihat Nabire itu  optimis ya. Karena apa, Nabire itu terletak dari, termasuk pintu gerbang dari lima kabupaten ya, sehingga ekonomi ini tadi ditopang dari Nabire tetapi dari seluruh Meepago 5 kabupaten yaitu ada di Nabire. Makanya apapun yang kita kembangkan di Nabire, Nabire harus menjadi kota industri. Sehingga pangsa pasarnya…” Waktu habis.

Jawaban Frans, terutama pernyataan awal meyakinkan tetapi sekaligus menimbulkan pertanyaan bagi publik. Pernyataan yang meyakinkan adalah, “Pembangunan bermula dari manusia dan berakhir pada manusia maka harus sumber daya manusia. Maka kita kelompokkan berdasarkan talenta mereka.” Tetapi, saat ia memberikan contoh dengan mengatakan, “Seperti nelayan, selama ini nelayan tidak secara baik diperhatikan” justru membuat publik bertanya, ‘saat ia menjadi Kepala Dinas Perikanan Provinsi Papua sudah buat apa untuk atasi masalah itu. Dan, apa hal konkret yang harus dilakukan atas masalah itu atau tindak lanjut dari apa yang sudah ia lakukan’ tidak Frans  tidak menyebutkan.

Kemudian, jawaban Tabroni di atas tadi intinya belum ditangkap dengan baik oleh publik, kurang membumi dan struktur kalimatnya mengambang. Maksud Tabroni barangkali ingin mengatakan, Nabire ingin didorong sebagai kota industri.

Kemudian pertanyaan panelis berikutnya adalah “Pelayanan terletak pada kualitas birokrasi, apa yang Anda lakukan untu peningkatan kualitas ASN?”

Frans menjawab, “Birokrasi itu menjadi agenda tujuan kita. Ada tiga yaitu, aparatur, struktur, fungsi dan kesejahteraan. Kita ingin adanya satu aturan yang jelas. Dalam penerimaan ASN misalnya,  80/20. Jadi, asli Papua 80% dan pendatang 20 persen. Dari 80 persen penduduk asli Papua ini,  penduduk  asli Nabire 30 %dan  orang Papua lain yang dari luar Nabire yang ada di Nabire 50 %. Kita juga ingin, buat kartu yang dipegang oleh pimpinan supaya kalau pimpinan masuk semua masuk kalau pimpinan tidak masuk semua tidak masuk. Kemudian, ULP, dari 50 ribu akan naikan 100 ribu dan mereka yang Goni 200 ribu, Yaro 150 ribu. Honor juga sesuai kemampuan anggaran.”

Sebagai birokrat, jawaban ini menunjukkan ia paham dengan mengatakan, “birokrasi itu menjadi agenda tujuan kita. Ada tiga yaitu, aparatur, struktur, fungsi dan kesejahteraan”. Tetapi, perhatikan soal jatah ASN, ia ingin meraih hati pendatang dan OAP di luar orang asli Nabire dalam kota tetapi saat yang sama ini terkesan melukai orang asli Nabire yang ada di 5 distrik pegunungan dan 5 distrik pesisir kepulauan yang selama ini merasa dianaktirikan.

Tampakya, Frans ingin mengambil hati orang pendatang dan OAP di luar asli Nabire dalam kota tetapi itu bukanlah isu yang harus ia sampaikan. Soal ULP penting tetapi yang dikeluhkan ASN saat ini adalah uang kinerja yang sejumlah kabupaten sudah dibayarkan dan regulasinya sudah ada. Bagian ini ia kalah telak dengan pasangan nomor 2 yang berbicara soal uang kinerja ASN.

Pertanyaan panelis terakhir adalah “Bagaimana memperkokoh NKRI?

Frans menjawab, “Kita bersyukur dapat nomor 3, kami cerminan persatuan Indonesia. Kami bangun Indonesia mini di Nabire karena ini potensi. Nabire putri yang tidur jadi kita bangunkan dia, sejahterakan dia dengan adil, pemerintah, dewan adat dan gereja harus sama. ke depan kita bangun salah satu gedung sehingga semua suku bisa interaksi di sana, sehingga membantu memberdayakan, agar supaya ini juga tercipta keamanan dan ketertiban kabupaten Nabire, kemudian juga memberikan ruang-ruang yang cukup pada adat itu sendiri .”

Wakilnya Tabroni menambahkan, “Dalam memperkokoh kebangsaan, tentu saya menyampaikan terima kasih banyak kepada warga Nabire. Tentunya ke depan, perkuat kebangsaan, kita harus libatkan semua pihak, Tidak mungkin ini akan hadir tanpa keterlibatan kita semua.

Secara umum jawaban Frans dan Tabroni bisa dipahami oleh kelompok akademis. Tetapi, dalam panggung debat publik, tentu masyarakat ingin dengar hal-hal konkret. Jawaban-jawaban dari pasangan nomor urut  1 dan nomor 2 tampak lebih konkret dibandingkan nomor 3 ini.

Pernyataan nomor 1 misalnya, “Kami kerja sama dengan  masyarakat, adat dan Forkopimda, milenial, pendidikan tentang NKRI, bela Negara  sehingga mereka punya pemahaman sehingga tetap pada koridor.” Memang pernyataan nomor 1  ini juga terkesan masih bersifat umum tetapi minimal  telah menyebutkan “masyarakat, adat dan Forkopimda, milenial, pendidikan tentang NKRI, bela Negara.”

Kita bandingkan dengan pernyataan nomor urut 2 berikut ini tentang jawaban atas pertanyaan yang sama, “Nabire harus pertahankan keamanan, kita kedepankan empat pilar bangsa yaitu Pancasila, UUD 45, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI. Lalu, tiga lembaga harus sama-sama yaitu, pemerintah, adat dan Pemda. Kami akan pasti terpilih dan kami bangun kantor Nusantara, ketua paguyuban dan kepala suku agar atasi masalah yang ada di Nabire, kami akan bangun juga pos kamling tiap RT dalam kota.”

Pada sesi debat inspiratif, pasangan nomor urut 3 bertanya kepada nomor urut 1. Pertanyaannya, “Tadi bicara soal pelayan, bagaimana cara kita melayani masyarakat, aparatur dan pimpinan yang ada di atas?”

Jawaban pasangan nomor 1 adalah “Kami sebagai pelayan, kami hadir sebagai pelayan bagi semua sesuai karakteristik. Yang jelas akan dikerjakan sesuai dengan tugas perangkat daerah, pelayanan langsung akan dibuat sesuai aturan, birokrasi setiap aktivitas harus kami siapkan satu ruang, pimpinan di atas, ini pun kami butuhkan tanpa mereka kami tidak maksimal, maka pelayanan sesuai dengan protokol yang berlaku.”

Frans memberikan sanggahan begini, “Terima kasih ada regulasi. Tapi, masyarakat tidak tahu soal aturan. Tetapi ada waktu yang diatur. Bertatap dengan mereka sekalian sosialisasi, mereka tidak tahu aturan makanya marah-marah apabila tidak ketemu pimpinan  maka sekalian sosialisasi, tamu yang datang pun mereka tahu hari ini untuk apa dll, sehingga masyarakat tahu dan kerja sama dengan semua pihak.”

Frans sebagai seorang birokrat yang berpendidikan, ia tahu bahwa pertanyaan yang ia ajukan adalah  pertanyaan sederhana dan mudah. Bisa dipahami bahwa Frans menggunakan perasaannya, ia tidak menyerang Yufinia. Jika ia ingin menyerang, pertanyaan bisa saja diarahkan pada pertanyaan yang terkait dengan program dan visi dan misinya. Tapi, itu tidak menjadi penting untuk dibahas, yang penting adalah subtansinya.

Terkait subtansi,   Yufinia tampak tidak ingin menunjukkan batasan secara tegas dalam pelayanan, “Kami sebagai pelayan, kami hadir sebagai pelayan bagi semua sesuai karakteristik.” Ia menunjukkan bahwa karakteristik masyarakat di Nabire beragam. Tetapi, sanggahan yang disampaikan Frans bicara tentang aturan, pembatasan, jadwal bertemu masyarakat dengan pimpinan. Sanggahan ini sisi lain baik untuk disiplin tetapi harus dipahami bahwa kebutuhan masyarakat tidak terbatas oleh waktu. Ini pernyaan yang oleh masyarakat dapat diterjemahkan bahwa nanti kalau jadi bupati masyarakat sulit bertemu dia.

Selanjutnya pernyataan penutup. Begini pernyataan penutup nomor urut 3, “Dari Goni hingga Wapoga, dari Wapoga hingga Dipa, dari Dipa hingga Menou, semua wargaku masyarakat Nabire pastikan bahwa kami datang untuk melakukan perubahan dan perubahan itu dimulai dari pribadi orang yang sudah berubah dan jelas dalam kehidupannya. Saya dan Tabroni datang untuk melakukan perubahan di Nabire sehingga masyarakat dan pemerintahan yang ada saat ini bisa menerima kehadiran kami untu Nabire lebih baik, aweta ko ena agapida. Semoga Tuhan memberkati kita semua.”

Frans ingin menyapa dan menunjukkan bahwa ia adalah orang yang sudah berubah dan jelas dalam kehidupannya, “pribadi orang yang sudah berubah dan jelas dalam kehidupannya”. Ia ingin menunjukkan kualitas dirinya dan kemudian mengajak memilihnya karena ia sudah berubah dan jelas dalam kehidupannya. Ia tidak mereview visi dan misinya tetapi ia lebih menunjukkan dirinya. Itu tidak salah tetapi rakyat butuhkan adalah bukan tentang dirinya tetapi apa hal konkret yang ia mau lakukan untuk mereka.

Kemudian, dalam beberapa media social disoroti bahwa pernyataan “aweta ko ena agapida” adalah moto kabupaten Paniai. Hal semacam itu mestinya dihindari selain karena dianggap mengambil moto kabupaten lain juga untuk menghormati keragaman di Nabire yang terdiri dari berbabagi suku dan bahasa yang beragam, bukan hanya suku Mee saja.

Penutup

Sekarang, siapa yang menang dan memenangkan rakyat? Karena substansi debat publik adalah adu gagasan dan program untuk memenangkan audiens, publik dengan bahasa publik, bahasa sederhana yang menyentuh pada hal-hal nyata yang ada dalam masyarakat. Silahkan ambil kesimpulan sendiri menentukan siapa pemimpin Anda 5 tahun ke depan di Kabupaten Nabire. Pakai akal sehat, jangan pakai alasan primordial. Jaga stabilitas keamanan Nabire. Salam demokrasi! (*)

 

Artikel sebelumnyaDAW Meepago Minta Hiraukan Maklumat dan Sukseskan RDP di Dogiyai Besok
Artikel berikutnyaTidak Merdeka = Papua Habis