ArtikelVox Populi Vox Dei

Vox Populi Vox Dei

Oleh: John NR Gobai*
*) Penulis adalah Ketua Poksus DPRP

Istilah “Vox Populi Vox Dei” sudah lazim kita kenal. Kalimat ini benar dan bagus, hanya saja kenyataan dalam pemilihan baik pemilihan legislatif (Pileg) maupun pemilihan kepala daerah (Pilkada), acapkali justru sebaliknya. Banyak tangan turut bermain di dalamnya. Hasil di lembar penghitungan suara tidak sesuai nurani rakyat.

Biasanya yang terjadi adalah sebelum tanggal pencoblosan katanya suara rakyat, bila benar dilakukan pencoblosan di TPS dan dilakukan tanpa bayar. Bila tidak terjadi pencoblosan di TPS dan sudah dilakukan pencoblosan, tetapi masih saja dapat terjadi manipulasi.

Penyelenggara di tingkat bawah, dengan sebuah dokumen dapat saja memindahkan suara, menambah suara dan mengurangi suara tergantung kepentingan, bila tidak terjadi pencocokan antara kotak suara dan dokumen suara.

Kepentingan itu sangat terkait dengan politik dan kebutuhan. Kepentingan politik adalah kepentingan dari parpol, penguasa atau calon tertentu. Sedangkan kebutuhan sangat terkait dengan uang, karena ini ajang lelang dan dagang suara.

Pileg dan Kebutuhan

Baca Juga:  Musnahnya Pemilik Negeri Dari Kedatangan Bangsa Asing

Kenyataan pemilihan sangat sarat kepentingan politik dan memenuhi kebutuhan duit dengan cara instan guna kepentingan parpol, caleg, calon kepala daerah, dan lain-lain.

Kenyataan lain adalah penyelenggara menjadikan lapangan kerja dalam rangka perbaiki nasib agar bisa dapat duit.

Legislatif adalah salah satu institusi resmi negara yang menentukan kebijakan negara dan daerah. Jika calon terpilihnya karena kepentingan politik dan uang, lalu apa yang rakyat banyak dapat menemuinya demi kepentingan daerah ataukah dia akan mengatakan suara sudah saya beli dan kepentingan politik sudah kita selesaikan? Lalu, kontrak politik apa yang bisa dipegang rakyat?

Pemilihan Berkualitas

Pemilihan Indonesia Idol yang diikuti oleh Nowela Auparai yang bapaknya adalah seorang pendeta di pedalaman Jayawijaya adalah sebuah contoh dia diuji oleh artis Indonesia yang profesional, seperti Anang dan Ahmad Dani Cs hingga telah menghantarnya dalam babak-babak akhir dia terpilih karena dia menjiwai dan benar-benar mantap bukan karena kepentingan politik atau money politics untuk penuhi kebutuhan tim juri.

Jika di Papua Nowela Auparai bersaing dengan seorang keluarga pejabat, mungkin dia akan kalah karena bapaknya pendeta tak punya uang dibanding anak dari keluarga pejabat.

Baca Juga:  Indonesia Berpotensi Kehilangan Kedaulatan Negara Atas Papua

Kesuksesan Nowela Auparai hanya sebuah gambaran bagi kita, bahwa penilaian layak atau tidaknya seseorang mesti ditentukan oleh kelayakan dan kemampuannya. Uji kelayakan dan kepatutan akan mendapatkan orang yang profesional, bukan karena beri uang atau kepentingan politik kelompok tertentu.

Saran

Harus ada wacana pada tahun 2029 bahwa Pemilu di Papua calonnya diuji melalui musyawarah terbuka. Kepada ratusan calon itu diminta menyampaikan paparannya, kemudian menilai pengalaman ormasnya, kegiatan yang dilaksanakannya, keberhasilan programnya atau perjuangannya. Dari itulah yang sangat menentukan layaknya seorang menjadi calon terpilih. Ini penting agar para pengurus partai juga melakukan pendidikan kader yang benar, bukan buka kantor hanya saat pendaftaran calon saja. Karena ini bukan mau memilih ketua kelas di sekolah atau RT di kampung.

Pemilihan ini dilakukan untuk memilih legislator dalam Pemilu legislatif. Pileg untuk memilih legislator, lembaga yang menyusun peraturan atau bersama pemerintah menyusun peraturan, melakukan pengawasan serta mengawasi dan mengatur anggaran daerah.

Baca Juga:  Kura-Kura Digital

Sebaiknya calon legislatif diuji oleh politisi senior, pengamat serta akademisi dalam sebuah musyawarah adat terbuka yang diikuti oleh ratusan atau ribuan orang, sehingga merekapun ikut melihat siapa calonnya. Minimal calon harus dikenal dan mengenal daerah dan rakyatnya, menilai kemampuan dan kelayakan karena legislatif ada untuk kepentingan rakyat banyak, bukan kelompok dan keluarga.

Siapa yang terpilih harus menandatangani pakta integritas kepada rakyat. Menurut saya, dengan cara ini, maka Vox Populi Vox Dei akan menjadi kenyataan.

Penutup

Tulisan singkat ini saya coba ulas setelah mengikuti melalui Youtube penghitungan suara beberapa kabupaten di provinsi Papua Tengah sebagai sampel. Semoga saya salah. Tetapi, sebaiknya jangan bilang rakyat sudah memilih kalau itu kenyatannya tidak terjadi pemilihan. Bicaralah jujur. Jangan kita hanya indah bicara firman Allah, tetapi faktanya tidak jujur.

Selayaknya rakyat tidak selalu dijadikan kambing hitam, ketika kitorang yang sudah sekolah tinggi, punya jabatan, gadaikan suara rakyat dorang. (*)

Terkini

Populer Minggu Ini:

Non OAP Kuasai Kursi DPRD Hingga Jual Pinang di Kota Sorong

0
SORONG, SUARAPAPUA.com --- Ronald Kinho, aktivis muda Sorong, menyebut masyarakat nusantara atau non Papua seperti parasit untuk monopoli sumber rezeki warga pribumi atau orang...

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.