Komisi Desak KWI Suarakan Tewasnya Dua Katekis di Intan Jaya

0
1295

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Komunitas Mahasiswa Independen Somatua Intan Jaya (Komisi) mendesak Uskup se-regio Papua dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) segera mengeluarkan seruan atas penembakan dua Katekis dari Paroki Bilogai, Keuskupan Timika, beberapa waktu lalu.

Desakan itu dikemukakan Aza Mujijau, pengurus pusat Komisi Somatua, di Waena, Kota Jayapura, Selasa (22/12/2020).

“Gereja Katolik sebagai gereja universal tanpa memandang latar belakang apapun, segera bersuara untuk penembakan dua Katekis, Agustinus Duwitau dan Rufinus Tigau. Karena sampai saat ini Gereja Katolik belum bicara, kami belum dengar dan baca seruan dari lima Uskup di Papua, apalagi dari KWI dan Vatikan. Makanya perlu dipertanyakaan keberadaan Gereja Katolik di Tanah Papua,” tuturnya.

Mujijau menilai kasus Intan Jaya dan beberapa kasus di Tanah Papua selalu tidak mendapat tempat di hati pimpinan Gereja Katolik di Tanah Papua, apalagi Gereja Katolik Indonesia.

“Kami umat Katolik Papua kecewa atas sikap Uskup dan KWI. Sedangkan pembunuhan di Sigi Sulawesi Tengah bulan kemarin, KWI dengan cepat keluarkan seruannya. Ini tidak untuk kasus Intan Jaya terutama penembakan dua Katekis. Kenapa bisa begitu ya? Ini ketidakadilan bagi umat Katolik di Tanah Papua. Cara begitu Gereja menunjukan sikap rasisnya. Sudah jelas,” tandasnya.

ads
Baca Juga:  Presiden Jokowi Segera Perintahkan Panglima TNI Proses Prajurit Penyiksa Warga Sipil Papua

Dari fakta ini ia mengklaim umat Katolik tidak terima pimpinannya yang terkesan tidak adil.

“Lebih baik kita keluar dari KWI dan kembali ke agama lokal saja, supaya tidak ada yang atur kita. Sebab saat ini kami hanya berlindung pada Gereja,” imbuh Mujijau.

Di kesempatan sama, Fridom Kobogau meminta pasukan bersenjata non organik keluar dari Intan Jaya karena keberadaannya membuat rakyat trauma dan tidak bisa merayakan Natal.

“Komnas HAM maupun tim kemanusiaan DPRP sudah turun di Intan Jaya dan telah merekomendasikan beberapa poin, tetapi masih belum ditindaklanjuti. Seperti di Hitadipa, TNI/Polri masih kuasai, makanya umat yang mengungsi belum kembali ke Hitadipa untuk rayakan Natal.”

“Kami minta Komnas HAM dan DPRP harus monitoring di sana lagi, sehingga bulan ini orangtua kami rayakan Natal dengan sukacita. Dan juga di bulan ini kami dengar penangkapan terus terjadi, sehingga kami minta TNI/Polri menahan diri. Coba berikan kebebasan untuk masyarakat rayakan Natal,” pintanya.

Baca Juga:  ULMWP Mengutuk Tindakan TNI Tak Berperikemanusiaan di Puncak Papua

Mahasiswa juga menduga rentetan peristiwa di Intan Jaya akibat kepentingan investasi. Karena itu, Gubernur Lukas Enembe diminta segera mencabut WIUPK Blok B Wabu.

“Semua orang sudah tahu bahwa semua peristiwa di daerah kami Intan Jaya dari lalu sampai saat ini terjadi hanya karena kepentingan kapitalis. Kami sudah tahu, ada 10 perusahaan tambang yang akan masuk di Intan Jaya. Gubernur Papua segera cabut izin yang sudah dikeluarkan itu. Masyarakat selama ini hidup dengan hasil hutan dan olah tanah,” ujar Anton Hagimuni.

Sementara itu, Luther Zanambani dan Apinus Zanambani yang dikabarkan hilang dan belakangan diketahui ditahan di Koramil Sugapa, 21 April 2020, menurut Komandan Pusat Polisi Militer Angkatan Darat (Danpuspomad) Letjen TNI Dodik Widjanarko, dibunuh dan jenazahnya dihilangkan para pelaku.

Dilansir CNN, Dodik menjelaskan, kasus ini terkuak setelah Tim Gabungan Markas Besar Polisi Angkatan Darat bersama Kodam XVII/Cenderawasih melakukan pemeriksaan beberapa waktu lalu.

“Ada sembilan tersangka, terdiri dari dua personel Kodim Paniai dan tujuh personel Yonit Pararider 433 JSD Kostrad,” katanya saat konferensi pers di Gedung Puspom AD, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta, Rabu (23/12/2020).

Baca Juga:  Tiga Warga Sipil Disiksa, Begini Sikap Mahasiswa Puncak se-Jawa dan Bali

Pemeriksaan terhadap 21 orang saksi, 19 diantaranya 19 orang anggota TNI AD, terdiri dari lima orang personel Kodim Paniai, 13 personel Yonif Para Raider 433 JS, dan satu personel Denintel Kodam XVII/Cenderawasih.

“Saksi dari masyarakat ada dua orang atas nama Enius Zanambani dan saudara Jaya Zanambani. Mereka dua adalah keluarga korban.”

Setelah penetapan sembilan tersangka, Dodik mengaku masih mendalami pemeriksaan terhadap beberapa personel Yonif Para Raider 433 JS. Dua personel sudah diperiksa dan masih ada satu lagi belum dimintai keterangan karena yang bersangkutan masih menjalani penugasan luar.

Dodik mengatakan, tindakan kekerasan terhadap dua Zanambani bersaudara itu tergolong keji. Apalagi jenazah dibakar demi menghilangkan jejak korban.

“Kedua korban bersaudara yang meninggal tanpa jejak itu disebut masih keluarga Pendeta Yeremia Zanambani yang juga meninggal lantaran diduga tertembak di Intan Jaya, pada September lalu,” jelasnya.

Pewarta: Yanuarius Weya
Editor: Markus You

Artikel sebelumnyaPilkada Sudah Usai, Masyarakat Yalimo Diajak Merajut Kembali Persatuan
Artikel berikutnyaPemkab Tolikara Bayar Tanah Adat Milik Weya-Yikwa di Kampung Kimibur