PolhukamHAMTiga Warga Sipil Disiksa, Begini Sikap Mahasiswa Puncak se-Jawa dan Bali

Tiga Warga Sipil Disiksa, Begini Sikap Mahasiswa Puncak se-Jawa dan Bali

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Puncak (IPMAP) se-Jawa dan Bali menyatakan tidak terima dengan tindakan kekerasan oleh militer Indonesia terhadap rakyat sipil di kabupaten Puncak yang terjadi beberapa minggu lalu.

Menyikapi kejadian tidak manusiawi tersebut, IPMAP se-Jawa dan Bali menegaskan, kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh sejumlah prajurit TNI terhadap tiga orang atas nama Definus Murib, Alinus Murib, dan Warinus Murib tanpa mengedepankan asas-asas hak asasi manusia (HAM) karena telah terjadi penganiayaan dan penyiksaan keji terhadap warga sipil.

“Semua tahu bahwa mereka tiga benar-benar statusnya masyarakat sipil biasa, bukan anggota TPNPB/OPM. Maka, kami tegas mengutuk setiap pelaku pelanggaran HAM yang merugikan hak asasi manusia dan nilai-nilai kemanusiaan di daerah kami. Hak kebebasan, keadilan, dan martabat setiap individu harus dihormati dan dilindungi oleh negara, termasuk oleh aparat keamanan (TNI dan Polri), jangan dengan semena-mena melakukan tindakan kekerasan,” demikian IPMAP se-Jawa dan Bali dalam siaran persnya, Jumat (6/4/2024).

Oleh karenanya, IPMAP se-Jawa dan Bali mendesak Komnas HAM RI dan lembaga independen internasional segera usut tuntas kasus ini. Termasuk TNI/Polri segera melakukan investigasi menyeluruh dan transparan terhadap dugaan pelanggaran HAM terhadap beberapa oknum yang melakukan penyiksaan dan para pelaku harus diadili sesuai dengan hukum yang berlaku.

“Kami mengajak semua pihak untuk bersikap bijaksana dan menyelesaikan masalah ini dengan menjunjung tinggi keadilan dan hak asasi manusia, demi terciptanya perdamaian dan keadilan bagi semua warga negara Indonesia.”

Baca Juga:  PAHAM Papua Desak Komnas HAM dan Pangdam XVII Investigasi Video Penganiayaan Warga Sipil Papua

Kasus penyiksaan yang dilakukan anggota TNI terhadap warga sipil di distrik Omukia pada 3 Februari 2024, menurut IPMAP se-Jawa dan Bali, saat masyarakat sedang kerja gotong royong untuk bangun sebuah honai (rumah) dan pihak korban pun ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. Lokasinya di desa Manggume, distrik Omukia.

“Anggota TNI Satgas Pamtas Yonif 330/BJW dari distrik Ilaga menghampiri masyarakat yang sedang beraktivitas. Dengan niat jahat, pelaku mengambil kesempatan untuk menangkap 3 warga sipil. Warinus Murib umur 18 tahun, Alinus Murib umur 18 tahun, dan Defius Kogoya umur 17 tahun. Ketiganya dituduh bagian dari TPNPB-OPM tanpa bukti yang jelas. Begitu ditangkap, langsung main kekerasan fisik, pukul tanpa interogasi, kemudian dibawa ke pos Satgas Pamtas Yonif 330/Puncak Ilaga. Pada saat itu pihak keluarga korban hanya bisa menahan amarah dan kesedihan saja. Sesampai di pos Satgas itulah mereka disiksa secara sadis. Sasaran utama Warinus Murib dilukai dengan menggunakan senjata tajam, pukulan, tendangan, dan diseret di jalan sekitar satu kilometer. Sangat brutal sekali mereka diperlakukan secara tidak berperikemanusiaan, sehingga korban jadi babak belur. Para korban dievakuasi ke rumah sakit Ilaga. Beberapa hari kemudian, Warinus Murib tidak tertolong akibat penyiksaan dari oknum tentara. Sedangkan dua korban masih dirawat,” bebernya.

Berdasarkan pengakuan dari keluarga korban melalui telepon seluler dari Ilaga, Sabtu (22/3/2024) sekira Pukul 18.15 WIT, IPMAP se-Jawa dan Bali menyebutkan tiga korban tersebut warga sipil. Warinus Murib berstatus sebagai masyarakat sipil, Alinus Murib berstatus pelajar STP (Sekolah Kebenaran) di Ilaga, dan Defius Kogoya adalah pelajar SMP Omukia.

Baca Juga:  F-MRPAM Kutuk Tindakan Kekerasan Aparat Terhadap Massa Aksi di Jayapura 

“Peristiwa ini belum ada penyelesaian dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat, terlebih lagi belum ada perhatian khusus dari Komnas HAM RI. Sementaara, operasi militer masih berlangsung di kabupaten Puncak dengan 5 distrik, 26 kampung, dan 26 gereja.”

Pernyataan Sikap

IPMAP se-Jawa dan Bali menyampaikan pernyataan sikap yang dibacakan Binus Waker dan Demen Dolame menanggapi kasus penyiksaan tersebut. Berikut pernyataan sikapnya:

  1. Setiap warga negara Indonesia berhak bebas dari penyiksaan sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (1) Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asisi Manusia berbunyi “Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya”.
  2. Kekerasan dengan alasan apapun tidak dapat dibenarkan, sebab sekalipun korban melakukan tindakan hukum, tetapi semua warga punya hak praduga tak bersalah sampai ada putusan tetap dari pengadilan. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam pasal 18 ayat (1) Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asisi Manusia menegaskan “Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan”.
  3. Pemerintah Indonesia segera menarik semua pasukan TNI non-organik dari seluruh Tanah Papua karena kehadirannya menimbulkan berbagai kasus kekerasan dan pembunuhan terhadap warga sipil Papua.
  4. Mahasiswa kabupaten Puncak se-Indonesia menuntut kepada pemerintah pusat segera bertanggungjawab atas kekerasan yang terjadi sesuai dengan Undang-undang yang berlaku. Sebagaimana ketentuan Pasal 28 ayat (4) UUD 1945 yang berbunyi “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggungjawab negara, terutama pemerintah,” sehingga negara Indonesia memiliki hak konstitusioanl untuk menegakan HAM di kabupaten Puncak.
  5. Kami minta Komnas HAM RI segera melakukan penyelidikan terkait kasus kekerasan terhadap warga sipil di kabupaten Puncak.
  6. Mahasiswa kabupaten Puncak se-Indonesia menuntut kepada presiden Republik Indonesia Joko Widodo untuk segera perintahkan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto agar menarik kembali pasukan non-organik dari kabupaten Puncak dan pecat para pelaku kekerasan tiga warga sipil.
  7. Mahasiswa kabupaten Puncak se-Indonesia menuntut Panglima TNI segera pecat anggota TNI yang telah melanggar hukum sesuai dengan Undang-undang TNI Pasal 1 angka (13) bahwa prajurit adalah anggota TNI. Dengan demikian, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ini, setiap anggota TNI yang sedang bertugas atau tidak, yang melakukan tindak pidana diadili di pengadilan dalam lingkungan peradilan militer. Dan Pasal 351 ayat (1, 2, 3) menyatakan “Penganiayaan dipidana dengan pidana penjara selama dua puluh tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah.”
Baca Juga:  Jokowi Didesak Pecat Aparat TNI yang Melakukan Penganiayaan Terhadap Warga Papua

Pernyataan sikap dari IPMAP se-Jawa dan Bali sekaligus juga kota studi lain di seluruh Indonesia. []

Terkini

Populer Minggu Ini:

Perda Pengakuan dan Perlindungan MHA di PBD Belum Diterapkan

0
“Kami bersama AMAN Sorong Raya akan melakukan upaya-upaya agar Perda PPMHA  yang telah diterbitkan oleh beberapa kabupaten ini dapat direvisi. Untuk itu, sangat penting semua pihak duduk bersama dan membicarakan agar Perda PPMHA bisa lebih terarah dan terfokus,” ujar Ayub Paa.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.