PasifikOposisi Solomon Kecam Niat Negara Mengusir Orang Papua dari Tanah Luhurnya

Oposisi Solomon Kecam Niat Negara Mengusir Orang Papua dari Tanah Luhurnya

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Pemimpin Oposisi Solomon Islands, Matthew Wale mengutuk tindakan pemerintah Indonesia yang bermaksud memindahkan penduduk asli Papua Barat dari tanah air mereka ke provinsi lain di Indonesia.

Pernyataan ini disampaikan Wale kepada solomonstarnews.com pekan kemarin, berkaitan dengan salah satu wawancara dalam acara berbahasa Indonesia oleh salah satu mantan Jenderal Angkatan Darat Indonesia yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Dimana berbicara tentang konspirasi negara untuk mengeluarkan orang Melanesia di Papua Barat dari tanah mereka dan memindahkan mereka ke pulau Manado.

Pulau Manado terletak di Sulawesi Utara, sebuah wilayah yang dikenal memiliki sejarah dengan Penguasa Indonesia, dan masih dianggap orang Papua rendah hingga saat ini.

Wale mengatakan rencana ini merupakan warisan jahat yang telah diwariskan dari generasi jenderal di dalam kekuatan militer Indonesia. Sejarah mengungkapkan, pada 1963, Jenderal Ali Moertopo mengatakan orang Papua harus dipindahkan ke bulan. Puluhan tahun kemudian, Jenderal Luhut Panjaitan mengatakan orang Papua harus dipindahkan ke Pasifik, konon karena mereka aslinya adalah penduduk pulau Pasifik. Dan baru minggu ini, Jenderal Hendropriyono mengatakan 2 juta orang Papua harus dipindahkan ke Manado.

Baca Juga:  Menteri Luar Negeri NZ Bertemu PM Baru Kepulauan Solomon Bahas Program Prioritas

Dalam wawancara itu, mantan Jenderal itu menggambarkan ras Melanesia Papua Barat sebagai spesies yang tidak manusiawi, tidak pantas diperlakukan sama dan bermartabat.

Wale menambahkan, “Niat seperti itu jika benar pasti bertentangan dengan semua prinsip dan nilai hak asasi manusia yang harus dijunjung dan dipertahankan oleh semua negara demokrasi dan hanya menunjukkan niat jahat dari para pemimpin Indonesia yang mendorong agenda melawan rakyat Melanesia, Papua Barat.”

Baca Juga:  Pasukan Keamanan Prancis di Nouméa Menjelang Dua Aksi yang Berlawanan

Dia mengatakan niat yang diumumkan dalam wawancara ini jelas-jelas untuk pembersihan etnis Melanesia. Semua negara Melanesia, bahkan anggota Pacific Islands Forum pasti sangat prihatin dengan hal ini.

“Oleh karena itu, saya menghimbau kepada perdana menteri [Solomon Islands] untuk mengutuk keras agenda pembersihan etnis rasis ini, sebagai seseorang yang selalu blak-blakan tentang masalah ini dan juga telah membawa penderitaan rakyat Papua ke Sidang Umum PBB.”

“Sentimen rasis ini mengkhianati arogansi ‘deep state’ pemerintah Indonesia dan tidak boleh disingkirkan atau disembunyikan. Orang Papua Barat terus hidup di bawah ketakutan dan penindasan militer dan pemerintah Indonesia harus diberi hak untuk memilih nasib politik masa depan mereka sendiri.”

“Saya meminta Melanesian Spearhead Group [MSG], Pacific Islands Forum [PIF], dan Komisioner Hak Asasi Manusia PBB untuk mengambil langkah lebih proaktif terkait situasi West Papua. Saya selanjutnya meminta Perdana Menteri Solomon untuk memastikan bahwa Kepulauan Solomon mengangkat masalah ini di Dewan Hak Asasi Manusia di Jenewa.”

Baca Juga:  Diperkirakan Akan Ada Banyak Demonstrasi di Kaledonia Baru

“Kepulauan Solomon harus berdiri dan menyuarakan masalah yang dihadapi orang Papua Barat. Kita harus melakukannya. Tidak hanya jika menguntungkan secara politik, tetapi sebagai masalah prinsip dan solidaritas kemanusiaan dan Melanesia.”

“Pengungkapan ini menawarkan kesempatan bagi pemerintah regional untuk meninjau kembali posisi mereka atas perjuangan masyarakat adat Papua Barat untuk diberikan hak mereka untuk menentukan dan mengatur nasib mereka sendiri. Hak yang telah dicuri dari mereka lebih dari 5 dekade yang lalu.”

 

Sumber : Solomon Star News

Editor: Elisa Sekenyap

Terkini

Populer Minggu Ini:

TPNPB Intan Jaya Mengaku Mendapat Serangan Udara Aparat TNI dan Polri

0
“Militer Indonesia segera berhenti menjadi guru, tenaga kesehatan dan mengambil alih dinas sosial pemerintah daerah dalam membagi-bagi makanan terhadap masyarakat sipil dan anak-anak di wilayah konflik bersenjata.”

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.