ADVERTORIALMengapa Dilakukan Pemilihan Kepala Kampung Langsung di Kabupaten Dogiyai?

Mengapa Dilakukan Pemilihan Kepala Kampung Langsung di Kabupaten Dogiyai?

Oleh: Yakobus Dumupa, S.Ip, M.IP
Penulis adalah bupati kabupaten Dogiyai

BEBERAPA kali saya ditanya oleh beberapa orang, mengapa dilakukan Pemilihan Kepala Kampung (Pilkakam) langsung di kabupaten Dogiyai tahun 2021? Pertanyaan ini disusul lagi dengan beberapa pertanyaan lainnya: Bukankah Bupati bisa mengangkat dan melantik langsung para kepala kampung yang Bupati kehendaki? Apakah Bupati tidak mengangkat dan melantik saja “orang-orangnya” Bupati untuk mengamankan kepentingan politik, terutama kepentingan Pilkada nanti? Apakah “orang-orangnya” Bupati tidak akan kecewa jika tidak mencalonkan diri dan atau tidak terpilih dalam Pilkakam?

Jujur saja, pertanyaan-pertanyaan ini cukup menggoda. Sebagai politisi, seharusnya saya tergoda dengan “kepentingan”, karena politik selalu identik dengan kepentingan. Untuk kepentingan politik saya, seharusnya saya bisa mengangkat dan melantik kepala kampung yang saya kehendaki tanpa proses pemilihan –sebagaimana umumnya dilakukan oleh banyak kepala daerah di Tanah Papua selama ini.

Tetapi, saya memilih “tidak tergoda” dengan “kepentingan” itu. Saya memilih jalan berbeda, jalan yang melawan kepentingan politik saya. Saya memilih jalan “kepentingan rakyat”!.

Pertanyaannya, mengapa saya memilih jalan ini dan mengabaikan “kepentingan” saya? Ada empat alasan.

1. Jabatan adalah Kehendak dan Anugerah Tuhan

Sebagai orang beriman, saya selalu mempunyai keyakinan bahwa “tidak ada yang kebetulan dalam kehidupan”. Selalu ada “kehendak” dan “anugerah” Tuhan dalam kehidupan. Kalau Tuhan mau, maka Ia akan memberikan. Tak seorangpun, dengan cara apapun dapat menghentikan kehendak-Nya. Manusia hanya mampu “hanyut” dalam kehendak dan anugerah-Nya. Sebelum Tuhan menciptakan setiap orang, Ia telah menentukan “jalan hidup” masing-masing orang. Manusia hanya menjalaninya selama hidup di dunia ini.

Menduduki jabatan tertentu dalam kehidupan juga sesungguhnya atas kehendak dan anugerah Tuhan. Tuhan telah menentukan siapa menduduki jabatan apa dalam ruang dan waktu tertentu.

Saya punya dua pengalaman untuk hal ini.

Pertama, saya terpilih menjadi anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) pada tahun 2011 juga saya yakini sebagai kehendak dan anugerah Tuhan. Saat itu, umur saya 29 tahun, sedangkan persyaratan umur menjadi anggota MRP adalah 30 tahun dan saya bukan calon unggulan dari semua calon anggota MRP dari wilayah pemilihan Meepago (Kabupaten Nabire, Dogiyai, Deiyai, dan Paniai). Tetapi, dalam pemilihan di tingkat wilayah, saya terpilih menjadi anggota MRP dari mewakili unsur adat dengan suara terbanyak (11 suara) dari 24 calon.

Kedua, saya terpilih menjadi Bupati Dogiyai pada tahun 2017 juga saya yakini sebagai kehendak dan anugerah Tuhan. Saat saya mencalonkan diri sebagai Bupati Dogiyai, banyak orang yang meremehkan bahkan mengolok-olok saya, sebab saya masih berusia muda dan dianggap calon yang tidak punya finansial. Tetapi, dalam pemilihan itu, saya dan Oskar Makai terpilih menjadi Bupati dan Wakil Bupati Dogiyai dengan perolehan suara terbanyak, mengalahkan tiga pasangan calon lainnya.

Karena saya meyakini jabatan yang diperoleh seseorang adalah kehendak dan anugerah Tuhan, maka saya tidak tertarik untuk “memperalat” Pilkakam langsung di kabupaten Dogiyai untuk kepentingan politik saya kedepan. Saya tidak mau “memperbudak” warga kabupaten Dogiyai untuk “mengabdi” pada kepentingan politik saya kedepan. Saya ingin menghormati mereka sebagai “manusia” yang mempunyai “kedaulatan” dan “hak” untuk menentukan pilihan politiknya sendiri. Biarlah mereka memilih para pemimpin kampungnya sendiri sesuai dengan hati nuraninya sendiri.

Mengenai kepentingan politik saya ke depan, saya yakin Tuhan akan menentukan kehendak dan anugerah-Nya sendiri. Saya pasrah dan hanya bisa “hanyut” dalam kehendak dan anugerah-Nya.

2. Kedaulatan Rakyat

Menurut Abraham Lincoln, Presiden Amerika Serikat ke-16, demokrasi adalah suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dengan demikian, negara yang menganut sistem demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat. Indonesia adalah negara demokrasi, karena itu penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat. Karena kedaulatan berada di tangan rakyat, maka rakyatlah yang berhak menentukan pemimpinnya, mulai dari tingkat pusat sampai di daerah.

Dalam hal pemilihan kepala kampung di kabupaten Dogiyai, saya menghendaki rakyatlah yang menentukan pilihannya sendiri, sebab sesungguhnya kedaulatan berada di tangan mereka. Dengan adanya kedaulatan di tangan rakyat, maka merekalah yang berhak memilih pemimpin kampungnya. Selain itu, rakyatlah yang paling tahu dan mengenal figur calon kepala kampungnya masing-masing. Modal tahu dan mengenal sudah cukup bagi rakyat untuk mengambil keputusan, yang tentunya diharapkan berdasarkan hati nurani masing-masing tanpa paksaan dan tekanan dari pihak manapun.

Dengan memberikan kesempatan kepada rakyat untuk memilih pemimpinnya atas dasar tahu dan kenal, maka saya yakin kepala kampung yang terpilih tidak hanya atas kehendak rakyat, tetapi juga mempunyai kemampuan untuk memimpin dan melayani rakyatnya kedepan.

3. Pelaksanaan Amanat Undang-Undang Desa

Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa memberikan landasan dan legitimasi yang kuat terkait Pilkakam. Dalam Pasal 31 ayat (1) Undang-undang tersebut disebutkan bahwa, “Pemilihan Kepala Desa dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah kabupaten/kota”. Dengan adanya ketentuan ini, warga masyarakat di masing-masing kampung diberi kesempatan dan hak untuk memilih pemimpinnya secara demokratis.

Untuk memenuhi ketentuan ini, sebagai Bupati Dogiyai, saya mengambil keputusan untuk melaksanakan Pilkakam secara serentak dan demokratis. Secara serentak artinya Pilkakam dilaksanakan bersamaan di 76 kampung, sedangkan 3 kampung yang masa jabatan kepala kampungnya belum berakhir akan dilaksanakan pada tahun 2022.

4. Pendidikan Politik dan Demokrasi bagi Rakyat

Pemerintah mempunyai tugas untuk memberikan pendidikan politik dan demokrasi bagi warganya. Melalui pendidikan ini warga dididik, diajar, dan dibina agar menjadi warga yang cerdas dengan politik dan demokrasi. Caranya bisa bermacam-macam, mulai dari yang bersifat teoritis sampai praktis.

Salah satu cara praktis mendidik warga dalam berpolitik dan berdemokrasi adalah dengan memberi kesempatan kepada mereka untuk berpartisipasi secara langsung dalam proses berpolitik dan berdemokrasi.

Warga kabupaten Dogiyai yang pada umumnya belum terlalu familier dengan hal-hal yang berkaitan dengan politik dan demokrasi, momentum Pilkakam adalah satu satu kesempatan untuk belajar berpolitik dan demokrasi secara langsung. Dengan melibatkan mereka secara langsung, mereka akan semakin memahami esensi politik dan demokrasi. Dengan memahami itu, pada akhirnya mereka akan mampu menempatkan diri dan berpartisipasi dengan baik dan benar dalam proses berpolitik dan berdemokrasi kedepan.

Sebagai Bupati, saya mengimpikan terciptanya rakyat kabupaten Dogiyai yang cerdas, termasuk dalam hal berpolitik dan berdemokrasi. Karena itu, pilihan saya dalam hal Pilkakam adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada rakyat untuk memilih pemimpin kampungnya sendiri.

Sekalipun ada banyak kekurangan, saya memaklumi itu. Karena saya percaya bahwa mereka akan belajar dari setiap kekurangan untuk menjadi hebat di waktu mendatang. (*)

Terkini

Populer Minggu Ini:

TPNPB Mengaku Membakar Gedung Sekolah di Pogapa Karena Dijadikan Markas TNI-Polri

0
“Oh…  itu tidak benar. Hanya masyarakat sipil yang kena tembak [maksudnya peristiwa 30 April 2024]. Saya sudah publikasi itu,” katanya membalas pertanyaan jurnalis jubi.id, Kamis (2/5/2024).

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.