NABIRE, SUARAPAPUA.com — Pelajar dan Mahasiswa-mahasiswi eksodus Papua se-Indonesia menyatakan penangkapan Victor Yeimo merupakan merosotnya penegakan hukum di Indonesia serta melanggar konvenan hukum internasioanl tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR).
Ketua Posko Umum Eksodus Pelajar dan Mahasiswa Papua se-Indonesia, Yusni Iyowau menyatakan penangkapan juru bicara internasiobal Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Victor Yeimo merupakan sepihak, diskriminatif serta tidak manusiawi.
“Aktivis KNPB Victor Yeimo yang ditangkap oleh Satgas Nemangkawi pada tanggal 9 Mei 2021 dengan tuduhan makar atas dasar orasi dan partisipasinya dalam demonstrasi damai anti-rasisme di Jayapura yang terjadi pada 2019 adalah penangkapan sepihak, diskriminatif, dan tidak manusiawi oleh negara, hanya demi kepentingan pembungkaman ruang gerak demokrasi rakyat Papua atas penolakan RUU Otonomi Khusus bagi Papua,” tegasnya kepada suarapapua.com, saat diwawancarai via telepon, Selasa (24/8/2021).
Dia menerangkan Victor Yeimo ditahan di Rutan Mako Brimob Polda Papua meskipun berkas perkaranya sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jayapura. VY dituduh melanggar Pasal 106 dan 110 KUHP tentang makar dan pemufakatan makar.
“Ini hanyalah kriminalisasi Polda Papua untuk menangkap dan menahan Tn. Victor Yeimo selaku akvitis KNPB yang saat ini dipercayakan sebagai Juru Bicara Internasional Petisi Rakyat Papua (PRP),” jelasnya.
Sementara itu, Badan Pengurus Harian (BPH) Pelajar dan Mahasiswa Eksodus Papua, Oskar Gie menyatakan jaminan kesehatan Victor Yeimo yang saat ini mengalami sakit parah harus mendapat perawatan medis yang mewadahi.
“Hak semua orang yang berada dalam tahanan untuk mendapatkan akses kesehatan yang layak. Itu dijamin hukum sesuai Pasal 10 ICCPR yang menyatakan setiap orang yang dirampas kebebasannya wajib diperlakukan secara manusiawi dan dengan menghormati martabat yang melekat pada diri manusia,” bebernya.
Dia menjelaskan VY ditahan masih dalam status tersangka, namun sudah lebih dari tiga bulan belum ada peradilan hukum yang jelas.
“Ini merupakan praktik-praktik diskriminasi rasial secara hukum yang sangat menindas kami Orang Asli Papua (OAP),” tukasnya.
Pewarta: Yance Agapa
Editor: Arnold Belau