Putusan PTUN Jayapura, Langkah Awal Perlindungan Hutan Alam Papua

0
668

Jakarta/ Sorong, 24 Mei 2022. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura menolak gugatan dua perusahaan sawit, PT Anugerah Sakti Internusa dan PT Persada Utama Agromulia terkait keputusan Bupati Sorong Selatan. Dengan demikian, pencabutan izin terhadap dua perusahaan sawit tersebut dinyatakan tetap sah secara hukum.

Greenpeace Indonesia mengapresiasi putusan tersebut, karena dinilai berpihak pada perlindungan dan pengakuan masyarakat hukum adat Papua yang tinggal di kawasan tersebut.

“Putusan ini merupakan kabar gembira bagi masyarakat hukum adat di Distrik Konda dan  masyarakat hukum adat di Sorong Selatan karena merupakan langkah yang tepat untuk melindungi hak-hak masyarakat adat, serta solusi untuk pelestarian hutan alam Papua, sejalan dengan komitmen Pemerintah Provinsi Papua Barat untuk melindungi masyarakat adat melalui Perdasus No. 9 Tahun 2019 dan Pergub No. 25 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Pengakuan Masyarakat Hukum Adat. Sebaiknya setiap pihak terkait harus mematuhi dan menjalankan apa yang sudah menjadi putusan pengadilan tersebut, dan ini tetap akan kami kawal”, tegas Nico Wamafma, Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia.

Baca Juga:  Seruan dan Himbauan ULMWP, Markus Haluk: Tidak Benar!

Ekspansi perkebunan sawit di hutan Papua semakin meluas. Sebelum kasus Bupati Sorong Selatan, terdapat kasus serupa terjadi di Sorong, tiga perusahaan sawit menggugat keputusan Bupati Johny Kamuru, karena izin mereka dicabut. Ancaman perusakan hutan alam Papua turut mengancam keberlangsungan hidup masyarakat adat yang tinggal di dalamnya.

Putusan ini merupakan momentum bagi lembaga legislatif dalam hal ini DPR RI untuk segera membahas dan mengesahkan RUU Masyarakat Adat, agar hak-hak masyarakat adat atas wilayah adatnya  dapat terlindungi secara menyeluruh, sah di mata hukum negara. Selain itu, putusan ini merupakan bukti keberanian Bupati untuk mencabut izin setelah pasca evaluasi izin ini perlu dibantu prosesnya oleh Kementrian terkait serta menjadi pembelajaran kepada kepala daerah lain untuk tidak sembarangan memberikan izin kepada perusahaan. Mengutamakan hak masyarakat adat adalah hal yang mutlak untuk dilakukan, mengikuti prinsip padiatapa (persetujuan atas dasar informasi sejak awal tanpa paksaan), sebelum mengeluarkan izin untuk perusahaan.

ads
Baca Juga:  ULMWP Himbau Rakyat Papua Peringati 1 Mei Dengan Aksi Serentak

Perlindungan dan pengakuan hak masyarakat adat merupakan salah satu upaya untuk melestarikan hutan alam tersisa di Bumi Cenderawasih. Sehingga masyarakat adat memiliki kebebasan yang utuh dalam mengelola wilayah adat mereka, serta dapat mandiri secara ekonomi tanpa merusak hutan.

Kontak media:
Nico Wamafma, Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia, +62 821-9758-5110
Rahma Shofiana, Jurukampanye Media Greenpeace Indonesia, +62 811-1461-674

Baca Juga:  Perusahaan HTI PT Merauke RJ di Boven Digoel Diduga Melakukan Tindakan Melawan Hukum
Artikel sebelumnyaDua Perusahaan di Merauke Diminta Bertanggungjawab Pulihkan Sumber Kehidupan Masyarakat
Artikel berikutnyaSiapa yang Menggalang Konflik Papua?