Dua Perusahaan di Merauke Diminta Bertanggungjawab Pulihkan Sumber Kehidupan Masyarakat

0
897

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Puluhan masyarakat asli Malind dari Kampung Buepe, Distrik Kaptel dan Kampung Zanegi, Distrik Animha, yang terdampak dari aktifitas perusahaan hutan tanaman industri (HTI) PT Plasma Nutfah Marind Papua dan PT Selaras Inti Semesta, bertemu dan berdialog dengan pemerintah di Kota Merauke.

Pertemuan yang digelar pada Jumat 3 Juni 2022 tersebut dihadiri pemerintah dari pejabat DPMPTSP (Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Merauke, Ismanto, anggota DPRD Kabupaten Merauke, Dominikus Ulukyanan.

Masyarakat menyampaikan surat pernyataan sikap terkait permasalahan yg dihadapi dengan adanya aktifitas perusahaan yang menggusur hutan adat dan dusun, untuk industri kemersial kertas dan energi biomass.

Baca Juga:  KPU Tambrauw Resmi Tutup Pleno Tingkat Kabupaten

“Kami meminta perusahan bertanggung jawab untuk memperbaiki dan memulihkan fungsi-fungsi hutan dusun sagu, tempat mencari ikan, tempat keramat, tempat suci dan hutan tempat berburu, serta tempat sekitar aliran sungai dan rawa,” ungkap Lukas Samkakai, tokoh masyarakat Malind dari Kampung Buepe, Distrik Kaptel.

Perusahaan menebang kayu dan masyarakat adat setempat diberikan uang kompensasi kayu Rp. 2.500 per meter kubik. Standar nilai kompensasi ini digunakan perusahaan dengan dasar Peraturan Gubernur Papua Nomor 64 Tahun 2012 tentang Standar Kompensasi atas Hasil Hutan Kayu dan Hasil Hutan Bulan Kayu yang Dipungut Pada Areal Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.

ads
Baca Juga:  Peringatan IWD Menjadi Alarm Pergerakan Perempuan Kawal Segala Bentuk Diskriminasi Gender

Peraturan Gubernur Papua ini dan pemberian uang kompensasi perusahaan dianggap tidak adil, tidak sesuai dengan kerugian sosial ekonomi dan kerusakan hutan, yang ditanggung masyarakat.

“Nilai kompensasi merugikan masyarakat, kami minta pemerintah meninjau peraturan ini,” ungkap Vitalis Gebze dari Kampung Zanegi, Distrik Animha.

Pejabat DPMPTSP Kabupaten Merauke, Ismanto, menanggapi investor wajib mengakomodir kepentingan masyarakat. Ungkapan serupa disampaikan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Merauke, Dominikus Ulukyanan.

Baca Juga:  ULMWP Kutuk Penembakan Dua Anak di Intan Jaya

“Perusahaan harus menghormati hak orang asli Papua. Penuhi janji-janji yang sudah disampaikan ke masyarakat,” kata Ulukyanan.

Sementara itu, Lukas Samkakai, mengungkapkan tidak mau lagi ada investasi di wilayah adatnya.

“Perusahaan usaha yang ada saja dan harus penuhi janji kesejahteraan masyarakat. Perjanjian juga harus dilihat lagi. Dan Kami minta, perusahaan jangan larang kami berburu dan cari makan. Itu tanah kami,” tegas Lukas.

Masyarakat berharap ada peninjauan kembali perizinan perusahaan dan realisasi janji perusahaan. (*)

 

SUMBERPUSAKA.OR.ID
Artikel sebelumnyaKisah Para Albino Papua di Masa Lalu
Artikel berikutnyaPutusan PTUN Jayapura, Langkah Awal Perlindungan Hutan Alam Papua