BeritaJelang 10 Tahun Pengesahan Noken Tanpa Perhatian Pemerintah

Jelang 10 Tahun Pengesahan Noken Tanpa Perhatian Pemerintah

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Sembilan tahun berlalu sejak Noken Papua disahkan UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization) sebagai warisan budaya dunia, ternyata belum ada perhatian serius dari pemerintah sebagai bukti kepatuhan pada rekomendasi UNESCO dan Konvensi 2003.

Titus Pekei, penggagas Noken Papua ke UNESCO, mengemukakan fakta miris itu saat diwawancarai suarapapua.com, Selasa (8/11/2022). Wawancara eksklusif dilakukan jelang sebulan lagi akan diperingati 10 tahun pengesahan Noken sebagai warisan budaya tak benda yang membutuhkan perlindungan mendesak.

“Noken milik masyarakat Papua di tujuh wilayah adat. Dulu saya perjuangkan Noken Papua supaya ada keseriusan dari pemerintah, tetapi selama ini memang tidak ada perhatian. Saya tidak tahu apa masalah dan kendalanya, tetapi agak jenuh karena suara dari mama-mama pengrajin Noken Papua selalu saya bicarakan selama ini, tetapi responsnya tidak ada dan itu mengecewakan sekali,” kata Titus.

Tanggal 4 Desember 2012, UNESCO, lembaga Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) khusus bidang pendidikan, keilmuan, dan kebudayaan, yang didirikan 16 November 1945 di London dan berkantor pusat di Paris, Perancis, mengesahkan Noken sebagai warisan budaya tak benda yang membutuhkan perlindungan mendesak. Sidang di Ruang XII markas UNESCO tersebut dipimpin Arley Gill, ketua komite. Dihadiri 640 orang perwakilan 148 negara anggota UNESCO.

“Perjuangan saya sangat panjang. Puji Tuhan, Noken akhirnya sudah berhasil daratkan ke tanah pijakan warisan budaya dunia ini. Saya tahu bahwa setiap suku bangsa di Tanah Papua punya Noken. Bentuk, jenis dan nama juga berbeda. Keberagaman itu telah mempersatukan Noken Papua. Multi sebutan dalam bahasa daerah turut mempererat makna filosofinya. Secara keseluruhan memang unik, khas, dan tidak tergantikan,” tuturnya.

Baca Juga:  Hindari Jatuhnya Korban, JDP Minta Jokowi Keluarkan Perpres Penyelesaian Konflik di Tanah Papua

Titus menyebut Noken setiap suku merupakan warisan dari generasi ke generasi. Noken ada hanya di Tanah Papua. Karena itulah UNESCO sahkan secara resmi terdaftar dalam warisan budaya dunia.

“Noken disahkan sebagai warisan budaya tak benda yang membutuhkan perlindungan mendesak, menurut Konvensi 2003 supaya ada pelestarian. Tetapi jujur saja, selama sembilan tahun ini belum ada perhatian dari pemerintah. Sekalipun begitu, komunitas pengrajin Noken di tujuh wilayah adat tetap eksis dengan upaya pelestarian dengan caranya sendiri,” ujar Titus.

Bagi Titus, falsafah Noken harus dimaknai dengan hati. Pemaknaan itulah yang dibuktikan komunitas pengrajin Noken di tujuh wilayah adat Papua. Meski seharusnya perlu diperhatikan pemerintah dengan upaya pelestarian Noken sebagaimana rekomendasi UNESCO 4 Desember 2012 saat prosesi pengesahan berlangsung di kantor UNESCO.

Perjuangan Titus Pekei dimulai sejak 2008. Dengan harapan, Noken mendapat perhatian komunitas kebudayaan dunia. Tak terkecuali pemerintah Indonesia melalui instansi yang ada di Jakarat maupun di Papua.

Hanya saja bentuk perhatian yang diharapkan tak kunjung tiba. Pemerintah dianggap abai kewajibannya, sesuai rekomendasi UNESCO dengan berlandaskan Konvensi 2003 yakni konvensi tentang warisan budaya tak benda (Intangible cultural heritage convention).

Baca Juga:  ULMWP Kutuk Penembakan Dua Anak di Intan Jaya

Ia akui tiadanya perhatian itu berlangsung selepas Noken disahkan UNESCO. Lembaga yang ia dirikan untuk memperjuangkan Noken ke UNESCO yakni Ecology Papua Institute (EPI) dan Yayasan Noken Papua, pun tak kunjung diberi ruang.

“Diabaikan, bahkan selalu peralat yayasan yang kami dirikan itu untuk mereka sekadar memenuhi laporan reguler ke UNESCO. Hal-hal ini bagian dari bukti tidak adanya upaya pelestarian terhadap Noken, dan kalau boleh kami katakan itulah bukti ketidakpedulian pemerintah terhadap beragam persoalan Papua,” tandasnya.

Ecology Papua Institute (EPI), sebuah lembaga penelitian dan penerbitan yang berhasil daftarkan Noken ke UNESCO, yang ia dirikan 19 September 2001 juga diabaikan.

“Masalahnya kemudian adalah pemerintah tidak memperhatikan rekomendasi UNESCO untuk konservasi Noken di tujuh wilayah adat Papua sebagai sasaran pijakan komunitas pengrajin Noken. Padahal, harapan UNESCO adalah pemerintah turut dalam pelestarian Noken. Buktinya sekarang tidak ada, lalu Noken ini mau punahkan? Tidak. Saya tegaskan bahwa tidak boleh ada upaya pemusnahan Noken Papua,” ujar Titus.

Titus juga berkisah tentang pendirian Yayasan Noken Papua sebagai lembaga pelestarian, perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan. Yayasan ini didirikan atas desakan pemerintah pusat. Sayangnya, nasib miris berlangsung hingga hari ini.

“Setelah saya dirikan Yayasan Noken Papua, didukung oleh ketua harian Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU) di Kemendikbud Ristek, Prof. Arief Rachman, saat itu tahun 2014, bahwa harus ada Yayasan Noken Papua karena ekologi bukan Noken, hanya saja nasibnya juga sama sampai detik ini. Saya tahu, selama ini tidak pernah didukung untuk pelestarian. Tetapi, herannya, saat tiba susun laporan periodik ke UNESCO, mereka sebut nama lembaga Ekologi Papua dan Yayasan Noken Papua. Pemerintah pusat lakukan itu tanpa dukungan nyata, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.”

Baca Juga:  Freeport Indonesia Dukung Asosiasi Wartawan Papua Gelar Pelatihan Pengelolaan Media

Lanjut Titus, “Sekalipun mereka pintar mengklaim untuk sampaikan laporan periodik ke UNESCO, semua itu tanpa sepengetahuan saya sebagai pencetus gagasan dan pejuang Noken ke UNESCO. Tindakannya seakan mendukung kami, padahal tidak. Semestinya tidak perlu ada pembohongan publik terhadap lembaga internasional seperti UNESCO.”

Karena itu, ia tegaskan, sebaiknya berhenti manipulasi data Noken Papua warisan budaya dunia.

“Sebaiknya kembali berpikir awal perjuangan penggagas dan dukungan pemerintah Indonesia. Satu hal lagi, Noken Papua berbeda dengan Wayang dan Keris,” kata peneliti yang juga akademisi lulusan Universitas Atma Jaya Yogyakarta itu.

Tidak hanya pemerintah pusat, kata Titus, hal sama terus diperlihatkan pemerintah daerah.

“Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sama saja, tidak ada keperdulian. Belum mau memperhatikan rekomendasi UNESCO untuk konservasi Noken di tujuh wilayah adat Papua sebagai sasaran pijakan komunitas pengrajin Noken Papua. Setelah disahkan, seharusnya ditindaklanjuti dengan kebijakan pengembangan dan perlindungan,” ujar Titus sembari menambahkan masih adanya kerinduan berbagai komunitas Noken di Tanah Papua menanti wujud perhatian pemerintah.

Pewarta: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

Pemkab Yahukimo Belum Seriusi Kebutuhan Penerangan di Kota Dekai

0
“Pemerintah kita gagal dalam mengatasi layanan penerangan di Dekai. Yang kedua itu pendidikan, dan sumber air dari PDAM. Hal-hal mendasar yang seharusnya diutamakan oleh pemerintah, tetapi dari pemimpin ke pemimpin termasuk bupati yang hari ini juga agenda utama masuk dalam visi dan misi itu tidak dilakukan,” kata Elius Pase.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.