BeritaPemprov PT Terbitkan SE Tentang Kebijakan 90:10 dalam Pengangkatan Pegawai Non...

Pemprov PT Terbitkan SE Tentang Kebijakan 90:10 dalam Pengangkatan Pegawai Non ASN

SORONG, SUARAPAPUA.com — Gubernur Papua Tengah, Meki Nawipa, resmi telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 800.1/146-2/SET terkait pengelolaan Pegawai Non-ASN/Kontrak di lingkungan Pemerintah Provinsi Papua Tengah untuk tahun 2025.

Dalam surat edaran tersebut, Gubernur menegaskan bahwa setiap Perangkat Daerah wajib mengalokasikan 90% pegawai Non-ASN/Kontrak untuk Orang Asli Papua (OAP) dan 10% bagi non-OAP. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat asli Papua dalam sektor pemerintahan daerah.

Selain itu, bagi Perangkat Daerah yang telah memiliki Surat Keputusan (SK) Gubernur tentang tenaga Pegawai Non-ASN/Kontrak, pembayaran upah hanya dapat dilakukan hingga Maret 2025. Setelahnya, harus dilakukan revisi jumlah pegawai sesuai ketentuan yang telah ditetapkan.

Baca Juga:  LBH Papua Desak Kapolri Proses Aparat Pelaku Kekerasan Saat Aksi Penolakan MBG

Sementara itu, bagi Perangkat Daerah yang belum mengeluarkan SK Gubernur terkait tenaga Non-ASN/Kontrak, mereka diwajibkan untuk menyusun SK yang mengacu pada aturan tersebut.

Kebijakan ini diambil dalam rangka optimalisasi pengelolaan tenaga kerja Non-ASN di Papua Tengah serta meningkatkan partisipasi masyarakat asli dalam pemerintahan. Surat edaran ini menjadi pedoman bagi seluruh kepala Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Provinsi Papua Tengah dalam mengelola pegawai Non-ASN/Kontrak ke depan.

Keputusan Gubernur Papua Tengah ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan Orang Asli Papua melalui kebijakan afirmatif di sektor ketenagakerjaan. Dengan menerapkan sistem kuota 90% untuk OAP, diharapkan semakin banyak masyarakat asli Papua yang mendapatkan kesempatan bekerja di pemerintahan daerah.

Baca Juga:  KPU Tambrauw Gelar FGD Evaluasi Pelaksanaan Pilkada 2024
Surat Edaran Gubernur Papua Tengah tentang pengelolaan pegawai non ASN/Kontrak di lingkungan pemerintah provinsi papua tengah tahun 2025.

Sementara itu, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia dari Papua Tengah, Lis Tabuni mengapresiasi kebijakan gubernur Provinsi Papua Tengah, Meki F Nawipa terkait keputusan untuk keberpihakan dalam pengangkatan honorer di lingkungan pemerintahan Provinsi Papua Tengah.

“Saya (Lis Tabuni) sebagai anggota DPD RI dari dapil Papua Tengah mengapresiasi kebijakan gubernur Meki Nawipa. Kebijakan ini sangat bagus. Karena kebijakan ini adalah bentuk keberpihakan kepada orang asli Papua,” jelasnya.

Lis mengatakan, kebijakan ini merupakan bentuk keberpihakan kepada orang asli papua yang harus dilakukan oleh seluruh pengambil kebijakan di Papua Tengah, dan di Tanah Papua secara umum.

Baca Juga:  Anggota Pansel DPR Papua Dilaporkan ke Polda Karena Diduga Minta Uang Untuk Lolos Seleksi

“Selama ini anak-anak asli papua sulit mencari pekerjaan. Banyak sarjana-sarjana yang menganggur. Jadi kebijakan ini bagus kalau benar-benar dilaksanakan. Karena anak-anak papua akan mendapat kesempatan dan peluang untuk dapat bekerja sebagai honorer. Jadi hal ini harus dicontohi oleh para pengambil kebijakan di Tanah Papua,” jelasnya.

Lebih lanjut, Tabuni mengatakan, UU Otsus memberikan amanat untuk melakukan keberpihakan kepada orang asli papua dalam setiap kebijakan yang diambil dan dilaksanakan alam pembangunan di Tanah Papua.

Terkini

Populer Minggu Ini:

Kebijakan Gubernur Papua Tengah Soal Keberpihakan Terhadap Honorer OAP Diapresiasi Senator...

0
"Semoga kerja-kerja beliau (gubernur Nawipa) terus memberdayakan OAP. Karena hal ini dapat menurunkan tingkat pengangguran di seluruh Tanah Papua Tengah. Selain itu, dengan hal seperti ini akan menurunkan angka kriminal. Juga akan meningkatkan kesejahteraan hidup asli papua. Karena kita tahu bahwa angka pengangguran sangat tinggi di Papua Tengah dan juga pertumbuhan ekonomi terendah dari seluruh provinsi yang ada di Indonesia," harapnya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.