ArsipSHDRP Minta Pemerintah Buka Ruang Demokrasi di Tanah Papua

SHDRP Minta Pemerintah Buka Ruang Demokrasi di Tanah Papua

Selasa 2012-09-04 10:38:45

Hal ini ditegaskan Ketua SHDRP, Usman Yogobi, saat menggelar jumpa pers, Senin (3/9) siang tadi di Asrama Nayak, Abepura, Papua.

Menurut Usman, ruang demokrasi di tanah Papua dibuka dengan cara mengijinkan rakyat Papua melakukan aksi-aksi demo damai untuk menyuarakan aspirasi mereka yang telah lama dibungkam.

“Pemerintah Indonesia harus lebih menghargai hak asasi orang Papua dengan cara bermartabat, berwibawa dan menunjukan asas demokrasi,” ujar Usman di hadapan wartawan.

 "Kami tidak bawa apa-apa, kami tidak membawa alat-alat perang, kami tidak buat tindakan kekerasan tetapi kami hanya ingin menyampaikan apa yang dialami dan dirasakan oleh rakyat Papua seperti pembantaian, pembunuhan, pemerkosaan intimidasi dan lainnnya,"jelasnya.

Sementara itu, menurut kordinator lapangan SHDRP, Alius Asso “Kami sangat menyesal karena kepolisisan terus membatasi ruang demokrasi untuk kami menyuarakan aspirasi dari rakyat Papua hingga saat ini,” tegasnya.

Menurut Asso, beberapa waktu lalu pihak kepolisian tidak memberikan ijin kepada SHDRP untuk menggelar aksi demo dengan alasan organisasi tersebut tidak terdaftar di Kesbangpol.

Dikatakan oleh Asso, alasan yang sama juga disampaikan pihak kepolisian dengan tidak mengijinkan SHDRP untuk menggelar aksi mengecam berbagai pelanggaran HAM di tanah Papua.

“Kami menilai proses ini mereka ciptakan untuk membungkam ruang demokrasi di tanah Papua, kami merasa bukan bagian dari warga negara Indonesia, maka lebih baik kami baku bubar sajalah,"tegas Asso.

Dengan demikian, SHDRP meminta presiden SBY untuk membuka ruang demokrasi dan penyampain berpendapat di muka umum sesuai dengan undang-undang yang berlaku di Indonesia.

ARNOLD BELAU

Terkini

Populer Minggu Ini:

ULMWP Himbau Rakyat Papua Peringati 1 Mei Dengan Aksi Serentak

0
“ULMWP sebagai wadah koordinatif gerakan rakyat, siap bertanggung jawab penuh atas semua rangkaian aksi yang dilakukan dalam bentuk apa pun di hadapkan kolonialisme Indonesia dan dunia Internasional.”

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.