BeritaAmnesty Desak Segera Bebaskan Lima Tapol Papua Yang Ditunda

Amnesty Desak Segera Bebaskan Lima Tapol Papua Yang Ditunda

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Amnesty Internasional Indonesia mendesak agar lima Tahanan Politik Papua (Paulus Surya Anta Ginting, Charles Kossay, Ambrosius Mulait, Dano Anes Tabuni, dan Arina Lokbere) yang disebut tahanan hati nurani Papua di Jakarta untuk segera dibebaskan tanpa syarat.

Penegasan itu disampaikan Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid pada, Rabu (13/5/2020), merespon penundaan pembebasan lima tahanan hati nurani Papua di Jakarta.

“Penundaan ini sangat tidak dapat diterima. Para tahanan politik yang dalam istilah kami adalah tahanan hati nurani tersebut harus segera dibebaskan dan tanpa syarat. Mereka bahkan seharusnya tidak pernah dipenjara sejak semula,” kata Usman Hamid.

Usman mengatakan, penundaan itu terjadi setelah otoritas rumah tahanan memberikan alasan berbelit-belit, yang mana awalnya mereka menyatakan tidak bisa membebaskan karena belum menerima salinan putusan.

Baca Juga:  Dua Anak Diterjang Peluru, Satu Tewas, Satu Kritis Dalam Konflik di Intan Jaya

Setelah menerima salinan pun lanjutnya, ternyata pembebasan mereka (Tapol) juga tak segera dijalankan. Bahkan pendamping mereka sempat melaporkan kepada Amnesty bahwa adanya oknum yang meminta uang.

Hal ini menurutnya, menimbulkan dugaan adanya praktik jual beli asimilasi di penjara, karena selama ini belum bisa benar-benar dihapuskan, sebagaimana dibahas dalam rapat Dirjen Pemasyarakatan dengan Komisi Tiga Senin lalu di DPR.

“Maka kami juga sempat meminta Ombudsman ikut turun tangan karena kuatnya dugaan mal-administrasi, walaupun pihak berwenang kemudian secara resmi berdalih bahwa alasan penundaan pembebasan mereka itu dikarenakan ancaman penyebaran Covid-19 serta aturan pemerintah terkait kejahatan terhadap keamanan negara. Tetap saja itu seharusnya tidak berlaku untuk tahanan hati nurani yang sejak awal memang tidak terlibat tindakan kriminal,” katanya.

Karena menurutnya, mereka hanya menyampaikan ekspresi dan pendapat politiknya secara damai, dan itu adalah hak mereka yang jelas dilindungi oleh hukum HAM internasional., sehingga tidak ada alasan untuk memenjarakan mereka lebih lama.

Baca Juga:  KPU Papua Terpaksa Ambil Alih Pleno Tingkat Kota Jayapura

Awalnya, lima tahanan hati nurani Papua ini dijadwalkan dibebaskan pada tanggal 12 Mei 2020, namun pihak berwenang menunda pembebasan hingga tanggal 26 Mei 2020 dengan alasan (Ariana Lokbere) pencegahan virus corona, sementara empat lainnya dianggap tidak memenuhi syarat untuk dibebaskan berdasarkan PP No.99/2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan.

PP tersebut menyebutkan bahwa semua tahanan pidana terorisme, kejahatan yang mengancam keamanan negara dan pelanggaran HAM berat tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan asimilasi tanpa persetujuan institusi Kepolisian, Kejaksaan Agung dan Badan National Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Berdasarkan informasi dari pengacara para tahanan nurani tersebut, mereka telah melengkapi seluruh persyaratan berkas administrasi sesuai prosedur untuk segera dibebaskan. Kantor administrasi rumah tahanan bahkan telah memastikan bahwa mereka akan dibebaskan kemarin.

Baca Juga:  Masyarakat Tolak Pj Bupati Tambrauw Maju Dalam Pilkada 2024

Namun, secara tiba-tiba otoritas rumah tahanan menyatakan bahwa kelima tahanan nurani itu tidak akan diberikan asimilasi karena mereka melakukan kejahatan yang mengancam keamanan negara, sehingga tidak memenuhi syarat yang termaktub dalam PP 99/2012.

Rencana pembebasan tersebut awalnya merujuk pada Keputusan Menteri Hukum dan HAM No. M.HH-19.PK/01.04.04 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran COVID-19, di mana pemerintah Indonesia memutuskan untuk membebaskan sekitar 30.000 tahanan di seluruh Indonesia sebagai bentuk pencegahan penularan virus Covid-19 di penjara yang sudah over-kapasitas.

Pewarta: Elisa Sekenyap

Terkini

Populer Minggu Ini:

PBB Memperingatkan Dunia yang Sedang Melupakan Konflik Meningkat di RDK dan...

0
"Rwanda melihat FDLR sebagai ancaman besar bagi keamanannya. Tentara Kongo berkolaborasi dengan FDLR, yang membuat Kigali marah,” kata Titeca.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.