BeritaDi Hari HAM Sedunia, Keluarga Korban Paniai Berdarah Serukan Papua Merdeka

Di Hari HAM Sedunia, Keluarga Korban Paniai Berdarah Serukan Papua Merdeka

PANIAI, SUARAPAPUA.com — Selain mendesak Indonesia selesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM Berat di Papua melalui mekanisme HAM internasional, rakyat Papua wilayah Meepago dalam aksi mimbar bebas memperingati hari HAM Sedunia di lapangan Karel Gobay, Enarotali, kabupaten Paniai, Sabtu (10/12/2022), menyerukan kepada Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) segera memberikan kemerdekaan penuh bagi West Papua.

Kedua tuntutan ini disuarakan secara tegas terutama dari pihak keluarga korban 4 pelajar yang tewas dalam tragedi Paniai berdarah 8 Desember 2014.

Stefanus Yeimo, keluarga korban siswa tewas bernama Yulian Yeimo mewakili 3 keluarga lainnya dan belasan korban luka-luka terkena tembakan dan tikaman aparat keamanan, dalam orasi politiknya, mengatakan, selepas kasu penembakan pihaknya telah menolak berbagai tawaran dari pemerintah sebagai tanda meminta penyelesaian masalah harus ditangani tuntas dan jujur.

Baca Juga:  Atasi Konflik Papua, JDP Desak Pemerintah Buka Ruang Dialog

“Anak kami Yulian Yeimo mati karena dibunuh aparat. Setelah kejadian, waktu itu banyak tawaran dari pemerintah ke kami, tawaran uang duka dan lain-lain. Tapi semua kami sepakat tolak dan serahkan masalah ini ke tanah (alam) dengan maksud kami hanya mau minta supaya masalahnya harus diselesaikan tuntas dan jujur,” ujarnya.

Namun, masuk tahun ke delapan, negara tidak bisa menyelesaikan masalah. Satu-satunya jalan sekarang, kata dia, PBB harus segera kasih kemerdekaan penuh kepada rakyat Papua.

“PBB kasih merdeka Papua sekarang juga. Kami sudah tidak mau bicara masalah ini dengan Indonesia lagi. Permintaan kami sekali lagi kasih merdeka itu saja, tidak ada lain,” tegas Yeimo.

Jekson Gobai, ketua New Guinea Raad (NGR) faksi wilayah Meepago, di kesempatannya turut menyoroti keseriusan negara tegakkan HAM sesuai 7 instrumen HAM Internasional yang telah dimasukkan kedalam peraturan perundang-undangan nasional, UU 39 tahun 1999 tentang HAM dan UUD 1945 Pasal 28A sampai dengan 28j tentang norma-norma HAM.

Baca Juga:  Kronologis Tertembaknya Dua Anak Oleh Peluru Aparat di Sugapa, Intan Jaya

“Sekarang penegakkannya sudahkah Indonesia lakukan? Tidak. Justru hari-hari kita lihat daftar pelanggaran HAM terus bertambah, Indonesia lakukan di semua wilayah Indonesia terutama di wilayah Papua yang telah dicaplok sejak 1963 sampai sekarang,” ujar Jekson.

Tak ada satupun pelanggaran HAM, baik sejak Indonesia merdeka hingga Papua dicaplok yang berhasil diusut tuntas.

Menurutnya, itu dikarenakan negara sendirilah pelaku yang dimana sebagai pelaku akan selalu berusaha menyembunyikan tindakan bejatnya dengan memutar balik fakta hukum.

“Apalagi pelakunya itu sebagai penegak hukum. Jelas dengan seenaknya meski dia mau sampai disoroti bertubi-tubi sekalipun, tetap dia akan pakai hukum itu untuk melindunginya. Itulah negara Indonesia,” tegasnya.

Baca Juga:  Pemerintah dan Komnas HAM Turut Melanggar Hak 8.300 Buruh Moker PTFT

Karena itu, kepada rakyat Papua, menyambung penyampaian Jekson, Sadrak Kudiai, aktivis KNPB selaku koordinator aksi mimbar bebas, meminta sadar, bangkit, bersatu dan lawan dari segala rayuan tipu muslihat iblis negara kolonial.

“Tidak hanya pelanggaran HAM besar, lewat pelanggaran HAM kecil juga Indonesia terus renggut nyawa kita hari-hari seperti ketika kita menyampaikan pendapat dipukul, ditangkap, ditembak semena-mena, dan sampai buat kita mengungsi ke hutan-hutan di atas tanah milik kita sendiri karena takut operasi militer. Rakyat Papua harus terus lawan dan lawan sampai kebebasan yang hakiki kita raih. Itu kunci kita lepas dari pelanggaran HAM,” ujar Sadrak.

Pewarta: Stevanus Yogi
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

Situasi Kamtibmas di PBD Butuh Sinergi Bersama

0
“Pemerintah ada karena ada masyarakat. Situasi kamtibmas saat ini sangat meresahkan masyarakat karena ada berbagai kasus seperti pencurian, begal, pemerkosaan hingga pembunuhan. Kami sangat berharap semua pihak bersama-sama mencari solusi,” ujar Ronald.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.