Tanah PapuaMamtaTokoh Masyarakat Tabi Minta Pj Bupati Jayapura Harus OAP

Tokoh Masyarakat Tabi Minta Pj Bupati Jayapura Harus OAP

SENTANI, SUARAPAPUA.com — Berbagai komponen masyarakat di kabupaten Jayapura angkat bicara tentang belum adanya keputusan mengenai penjabat (Pj) bupati kabupaten Jayapura. Mereka menghendaki figur yang harus dipilih pemerintah pusat adalah putra asli Papua.

Mengemuka dalam jumpa pers di kediaman Ondofolo kampung Ifale Jhon Suebu, Senin (12/12/2022), jabatan Pj bupati kabupaten Jayapura harus diisi oleh orang asli Papua.

“Undang-undang Otsus masih berlaku. Dulu rakyat Papua minta merdeka makanya pemerintah pusat kasih Otsus. Jadi, sudah jelas bahwa apa saja yang ada di Papua ini harus diduduki oleh orang asli Papua,” ujar Jhon.

Dalam penetapan penjabat bupati Jayapura, Suebu berharap pemerintah harus berpatokan pada semangat UU Otsus Papua.

“Harus orang asli Papua. Kita semua mau, penjabat bupati Jayapura harus putra daerah,” tegasnya.

Selain Ondofolo Jhon Suebu, hadir dalam jumpa pers, Yakob Fiobetauw, ketua Peradilan Adat Suku Sentani, Lidia Mokay, tokoh perempuan Tabi, Jack Judzoon Puraro, ketua umum Gerakan Pemuda Jayapura (Gapura) yang juga ketua umum PPNP RI, dan Everlie Taime, tokoh masyarakat Tabi asal Sentani.

Seturut itu, Suebu minta agar dari empat nama yang ada di Depdagri, diantaranya ada satu non OAP agar dicoret.

Baca Juga:  PT IKS Diduga Mencaplok Ratusan Hektar Tanah Adat Milik Marga Sagaja

“Ada satu nama non OAP juga masuk daftar Pj, itu saya minta harus dicoret. Jangan dia yang datang menjadi Pj di kabupaten Jayapura,” ujarnya.

Ondofolo Ifale juga ingatkan negara tidak mengadu domba diantara orang Papua, juga antara orang Papua dengan non OAP dalam menduduki jabatan strategis yang sedang ditolak berbagai komponen masyarakat. Termasuk dalam hal penentuan penjabat bupati Jayapura.

“Negara jangan putar balik kami orang Papua dengan orang Papua. Stop macam-macam. Nama non OAP itu harus dicoret. Otsus harus diberlakukan dengan jujur di Tanah Papua. Jangan juga ada pejabat Papua yang melakukan hal-hal tidak terpuji hingga mengadudomba orang Papua,” tandas Jhon.

Mendukung penjabat bupati kabupaten Jayapura harus putra daerah, Lidia Mokay, aktivis perempuan Tabi, menyatakan, masyarakat adat di kabupaten Jayapura tidak menerima kehadiran orang luar Papua memimpin pasca berakhirnya masa jabatan Mathius Awoitauw-Giri Wijayantoro.

“Semua sudah sepakat bahwa tidak boleh orang dari luar Papua yang masuk menjadi penjabat bupati di kabupaten ini. Jangan ada peluang sama yang bukan asli Papua. Undang-undang Otsus kan masih berlaku, itu jaminan adanya kekhususan bagi orang Papua untuk mengatur nasib kami sendiri di atas tanah ini. Harus orang Papua siapapun dia,” tegas Lidia.

Baca Juga:  Empat Jurnalis di Nabire Dihadang Hingga Dikeroyok Polisi Saat Liput Aksi Demo

Secara khusus sebagai perempuan Tabi tidak terima jika penjabat yang ditunjuk menjabat sebagai Pj bupati Jayapura.

“Saya pun tidak terima kalau penjabat itu orang pendatang. Memang kita satu, tapi sudah ada UU Otsus, jadi tolong itu diperhatikan dan wajib diberlakukan. Tidak boleh orang lain yang atur kami,” ujar Lidia Mokay, mantan ketua KPU kabupaten Jayapura.

Penegasan nyaris sama dilontarkan Jack Judzoon Puraro, ketua Gapura.

“Soal penjabat bupati, kami pada prinsipnya sangat mendukung pernyataan dari bapak Ondo mewakili masyarakat adat dan tokoh perempuan tadi. Itu suara akar rumput di daerah ini,” kata Jack.

Terpisah, Hana Salomina Hikoyabi, pelaksana tugas harian (Plh) bupati kabupaten Jayapura, mengatakan, penetapan Pj bupati merupakan kewenangan pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri.

“Soal Pj itu kewenangan Kemendagri. Sampai hari ini kami belum terima surat tentang Pj bupati Jayapura. Yang saya dapat itu Plh yang diserahkan kepada Setda kabupaten Jayapura pada hari Senin kemarin,” kata Hana saat ditemui di ruang kerjanya.

Baca Juga:  Freeport Indonesia Dukung Asosiasi Wartawan Papua Gelar Pelatihan Pengelolaan Media

Soal belum adanya informasi mengenai penetapan Pj bupati Jayapura itu, ia enggan menanggapinya lebih jauh.

“Kalau ada masyarakat mau protes, pergi protes di kantor Mendagri sana dan sampaikan alasan-alasannya.”

Hanya saja, Hana berpendapat, karena sudah merupakan kewenangan pemerintah pusat, pasti ada banyak pertimbangan, termasuk aspek regulasi, syarat administrasi kepegawaian dan lain-lain.

“Soal Pj itu kewenangan pemerintah pusat. Dilihat dari banyak hal. Soal kejujuran, cara kerja, tidak korupsi, jenjang karier, dan hal-hal lain yang sudah pasti masuk dalam persyaratan wajib,” jelasnya.

Sebagai Plh, Hikoyabi berjanji akan menjalankan tugas sesuai kewenangan yang diberikan pemerintah provinsi Papua sambil menunggu keputusan dari pemerintah pusat.

“Saya ditunjuk sebagai Plh tentunya saya siap kerja. Soal Pj itu kewenangan dari Jakarta yang menentukan siapa yang layak. Kita tunggu saja. Siapa yang akan datang ke sini, pastilah kita akan kerja sama untuk melanjutkan roda pemerintahan,” kata Hana.

Mathius Awoitauw-Giri Wijayantoro secara resmi telah mengakhiri masa kepemimpinan periode 2017-2022, Senin (12/12/2022).

Pewarta: Yance Wenda
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

Ini Keputusan Berbagai Pihak Mengatasi Pertikaian Dua Kelompok Massa di Nabire

0
Pemerintah daerah sigap merespons kasus pertikaian dua kelompok massa di Wadio kampung Gerbang Sadu, distrik Nabire, Papua Tengah, yang terjadi akhir pekan lalu, dengan menggelar pertemuan dihadiri berbagai pihak terkait di aula Wicaksana Laghawa Mapolres Nabire, Senin (29/4/2024) sore.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.