ArsipIni Mitos dan Sepuluh Alasan Hilangnya Hipere Lokal Versi Niko Lokobal

Ini Mitos dan Sepuluh Alasan Hilangnya Hipere Lokal Versi Niko Lokobal

Minggu 2016-04-24 14:30:30

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Ada mitos mengenai Hipere atau Ubi di Wamena. Hipere adalah sejenis ubi jalar yang banyak terdapat di Pegunungan Jayawijaya dan masyarakat di sana menjadikan Hipere sebagai makanan pokoknya dari pengganti Hom (Keladi).

Masyarakat Pegunungan Tengah Papua meyakini Hipere adalah bagian dari tubuh seorang manusia atau tokoh yang disegani masyarakat. Singkat cerita, ini mitos Hipere dari tubuh manusia itu.

 

Ada seorang tokoh bernama Neruekul yang dibunuh, kemudian dari setiap bagian tubuhnya tumbuhlah berbagai jenis Hipere. Hipere-Hipere tersebut kemudian diberi nama sesuai dengan nama bagian tubuh Neruekul.

 

Hal ini menunjukkan bahwa secara budaya orang pegunungan Jayawijaya ada karena Hipere dan Hipere ada karena manusia, sehingga manusia tidak terlepas dari Hipere, termasuk Hipere tidak terlepas dari manusia.

 

Tetapi, walaupun Hipere atau Ubi bagian dari tubuh manusia yang dijadikan sebagai makanan, dengan berjalannya waktu, Hipere-Hipere itu mulai hilang yang telah dan mulai tergantikan dengan Hipere dari luar daerah gunung.

 

Niko Lokobal (Pemulung Kearifan Lokal Pegunungan Tengah Papua) mengatakan bahwa dalam penelitiannya ditemukan ada 279 jenis Hipere asli Pegunungan, tetapi saat ini tinggal 23 jenis Hipere asli yang hampir punah sering ditemui di kebun masyarakat.

 

Awalnya, makanan pokok masyarakat Jayawijaya adalah Hom (keladi) dan Pain (sejenis ubi-ubian), tetapi karena Keladi tidak mudah berkembang, maka masyarakat beralih pada Hipere.

 

Bagaimana Hipere mulai diabaikan? Ada sepuluh soal mengakibatkan diabaikannya Hipere asli versi Bapak Niko Lokobal.

 

Pertama, Hipere asli kalah bersaing dengan Hipere dari luar di pasaran.

 

Kedua, tidak semua Hipere asli bisa dibuat kue, sehingga hanya Hipere yang bisa dibuat kue sajalah yang terus ditanam dan dikembangkan.

 

Ketiga, kurangnya manusia menghargai Hipere sebagai makanan yang memiliki sejarah dan nilai budaya, terutama dilakukan pemerintah daerah dalam acara panen raya. Menurut keyakinan masyarakat Balim, Hipere itu memiliki perasaan yang harus dihargai. Namun kini dalam berbagai panen raya, Hipere diperlakukan sembarangan dan tidak menghargai Hipere itu sendiri.

 

Dalam kepercayaan masyarakat Balim, Hipere itu tidak boleh diangkat ke langit, atau Hipere ketika dimakan kulitnya tidak boleh dibuang di api. Ketika mencabut Hipere lalu diangkat ke langit, hal itu sama artinya dengan mencabut diri kami. Hal ini terkait dengan mitologi yang ada.

 

Keempatberkembang lambat karena perlu perawatan khusus. Dalam perawatan Hipere asli, ada tiga sampai empat kali penggemburan tanah dan ada penghargaan terhadap Hipere tersebut.

 

Kelima, tanah sudah tercemar, akibat limbah kimia termasuk plastik, tanah sudah rusak. Ini juga aneh karena sekarang ada bangun SPBU di tengah kota Wamena. Nanti masyarakat ambil air minum di mana, karena otomatis akan tercemar.

 

Keenam, kemarau panjang sejak tahun 1996 hingga 1997, akibatnya saat itu sangat kering menyebabkan banyak Hipere lokal mati, lalu digantikan dengan Hipere baru dari luar.

 

Ketujuh, ada berbagai jenis hama baru seperti kumbang kecil, tikus putih, kodok dan juga cacing. Dulu tikus kecil tidak ada, tetapi sekarang sudah ada, ini masalah.

 

Kedelapan, semangat menghormati Hipere sangat berkurang dan Hipere dianggap sebagai makanan pelengkap saja saat ini.

 

Kesembilan, wabah Raskin kelas lantai. Disebut demikian karena beras raskin itu juga kelas rendah sekali. Selain itu, sekarang ada uang ada makanan, bukan lagi ada kerja ada makanan. Bantuan terlalu banyak, sehingga membuat orang enggan bekerja.

 

Kesepuluh, filosofi masyarakat Balim, Ap (Laki-laki), Wen (Beden Kebun), Wam (Babi) dan Wene (Soal) tinggal cerita. Masyarakat sudah mulai melupakan filosofi tersebut, karena banyak pengaruh luar dan bantuan. Perlu ada gerakan massal untuk merawan filosofi tersebut, juga harus ada kebijakan untuk melindungi kearifan lokal.

 

Bapak Niko juga berikan solusi untuk mempertahankan Hipere yang ada, yakni harus ada kebun induk dengan perawatan terpadu, pemeriksaan hama secara ilmiah dari orang akademisi yang harus didukung oleh Pemerintah Daerah setempat.

 

 

Editor: Arnold Belau

 

ELISA SEKENYAP

Terkini

Populer Minggu Ini:

20 Tahun Menanti, Suku Moi Siap Rebut Kursi Wali Kota Sorong

0
"Kami ingin membangun kota Sorong dalam bingkai semangat kebersamaan, sebab daerah ini multietnik dan agama. Kini saatnya kami suku Moi bertarung dalam proses pemilihan wali kota Sorong," ujar Silas Ongge Kalami.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.