ArsipPaniai Berdarah: AI dan KontraS Surati Menko Polhukam

Paniai Berdarah: AI dan KontraS Surati Menko Polhukam

Sabtu 2015-12-12 12:52:40

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Amnesty International (AI) dan KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) melayangkan surat kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Luhut Binsar Panjaitan di Jakarta, terkait kasus Paniai Berdarah 8 Desember 2014.

Dalam surat bertajuk “Investigasi Kasus Penembakan di Paniai, Setahun Telah Berlalu” itu, AI dan KontraS minta pemerintah dapat memproses secara hukum kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang menewaskan 4 orang dan 17 lainnya luka-luka serius.

Josef Roy Benedict menjelaskan, surat tersebut dikirim jelang peringatan 1 Tahun Tragedi Paniai Berdarah yang diduga kuat ada penggunaan alat negara oleh pasukan keamanan Indonesia.

“Organisasi kami mendesak pemerintah Indonesia untuk mengambil kendali untuk memastikan bahwa para pelakunya dibawa ke muka hukum dan para korban dan keluarga mereka diberikan reparasi penuh,” kata Josef.

8 Desember 2015 genap setahun peringatan peristiwa ini, ketika empat anak muda, semuanya pelajar, tewas terbunuh dan banyak lainnya mengalami luka-luka ketika personel polisi dan militer mengeluarkan tembakan terhadap kerumunan para pengunjuk rasa damai di Lapangan Karel Gobai Enarotali-Paniai.

Korban penembakan itu, Apius Gobay (16) tertembak di perut; Alpius You (18) tertembak di pantat; Simon Degei (17) tertembak di rusuk kiri; Yulianus Yeimo (17) terdapat luka peluru di perut dan punggung. Paling sedikit 17 orang lainnya juga terluka akibat terkena tembakan atau bayonet oleh pasukan keamanan.

Kerumunan massa berkumpul untuk memprotes pemukulan anak kecil dari kampung Ipakiye, terjadi malam sebelumnya diduga dilakukan oleh para serdadu dari Batalyon Khusus 753/AVT. Anak-anak tersebut kemudian dirawat di rumah sakit.

Pada 27 Desember 2014, Presiden Joko Widodo secara publik menyatakan komitmennya untuk menyelesaikan kasus ini.

Pada Januari 2015, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) membentuk sebuah tim untuk melakukan investigasi awal terhadap tragedi ini.

Setelah empat bulan bekerja, Komnas HAM menyatakan bahwa mereka menemukan bukti-bukti pelanggaran HAM yang berat sebagaimana yang didefinisikan oleh Undang-Undang Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM, dan merekomendasikan sebuah tim penyelidikan pro-yustisia untuk melakukan investigasi yang lebih rinci lagi.

Meskipun Komnas HAM telah membentuk sebuah tim penyelidikan pro-yustisia, investigasi kasus ini masih tertunda karena kekurangan dana dan keengganan dari para keluarga korban untuk mengizinkan tim tersebut untuk melakukan penggalian jenazah (otopsi).

Para keluarga tidak percaya bahwa investigasi ini bisa berujung pada penyelesaian hukum dan penggalian jenazah dianggap sebagai gangguan yang tidak diinginkan bagi ingatan mereka terhadap para korban.

Pihak berwenang kepolisian dan militer juga dilaporkan telah membentuk tim investigasi internal masing-masing terhadap kejadian tersebut. Namun demikian, laporan-laporan mereka belum tersedia secara publik dan tidak berujung pada proses penyidikan pidana.

Dalam surat itu, AI dan KontraS menyoroti penggunaan senjata api yang kerapkali dialami rakyat Papua.

“Dugaan penggunaan kekuatan yang semena-mena atau disalahgunakan oleh anggota kepolisian atau aparat keamanan lain yang menjalankan tugas penegakan hukum harus diinvestigasi secara penuh,” tulisnya.

Diharapkan, Negara harus melakukan investigasi yang efektif, imparsial, dan independen terhadap dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, termasuk dugaan pelanggaran hak atas hidup dan kejahatan-kejahatan di bawah hukum internasional, seperti pembunuhan di luar hukum.

Selain itu, AI dan KontraS meminta pihak berwenang Indonesia harus menyelesaikan budaya impunitas di Papua dan mengusut dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat keamanan baik saat ini maupun masa lalu.

“Melakukan investigasi secara penuh terhadap kasus Paniai akan memberikan tanda yang kuat akan komitmen Presiden Joko Widodo untuk mengakhiri iklim impunitas di kawasan Papua,” tegasnya.

AI dan KontraS selanjutnya menyerukan kepada pemerintah untuk mengambil langkah-langkah berikut ini sebagai prioritas penyelesaian persoalan.

Pertama, Mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa Komnas HAM disediakan dengan dana yang memadai untuk menyelesaikan investigasinya dan memastikan bahwa temuan-temuannya diumumkan secara publik.

Kedua, Memastikan bahwa jika ada bukti-bukti yang tersedia bahwa anggota pasukan keamanan bertanggung jawab terhadap penggunaan kekuatan yang semena-mena atau yang disalahgunakan, mereka diadili dalam sebuah peradilan sipil yang prosesnya sesuai dengan standar-standar internasional tentang peradilan yang adil, tanpa menggunakan hukuman mati.

Ketiga, Jika pelanggaran HAM terbukti telah dilakukan, pastikan bahwa para korban, termasuk keluarga mereka yang tewas terbunuh, diberikan reparasi yang penuh dan efektif, dan langkah-langkah harus diambil untuk menyediakan perlindungan para korban dan saksi.

Keempat, Melakukan upaya evaluasi menyeluruh terhadap taktik-taktik dan penggunaan senjata api oleh aparat kepolisian atau penegak hukum lainnya selama melakukan penangkapan, dengan pandangan bahwa norma-norma tersebut sesuai dengan standar-standar internasional, khususnya instrumen-instrumen UN Code of Conduct for Law Enforcement Officials (1979) dan UN Basic Principles on the Use of Force and Firearms by Law Enforcement Officials (1990).

MARY

Terkini

Populer Minggu Ini:

Partai Demokrat se-Papua Tengah Jaring Bakal Calon Kepala Daerah Jelang Pilkada...

0
Grace Ludiana Boikawai, kepala Bappiluda Partai Demokrat provinsi Papua Tengah, menambahkan, informasi teknis lainnya akan disampaikan panitia dan pengurus partai Demokrat di sekretariat pendaftaran masing-masing tingkatan.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.