Kamis 2016-01-27 11:02:24
WAMENA, SUARAPAPUA.com — Satu pemandangan mencolok di Kota Wamena, banyak anak usia sekolah berkeliaran di luar ruang kelas pada jam belajar. Jumlahnya diperkirakan lebih dari 600 anak.
Ketua Komisi C DPRD Kabupaten Jayawijaya, Welmina Logo mengatakan, makin membludaknya jumlah anak usia sekolah berkeliaran di Kota Wamena, sangat memprihatinkan.
Menurut Welmina, menyikapi persoalan tersebut, pihaknya mengundang Kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran, Kepala Dinas Sosial, serta Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Jayawijaya.
Dalam hearing yang berlangsung di aula DPRD Kabupaten Jayawijaya, Rabu (27/1/2016), Welmina Logo menegaskan, fenomena anak-anak berkeliaran pada jam sekolah di kota Wamena mesti disikapi.
“Setiap hari kita selalu lihat anak-anak usia sekolah selalu berkeliaran di kota. Persoalan ini harus diatasi,” ujar Welmina saat diwawancarai suarapapua.com.
“Kami undang tiga instansi ini untuk membahas persoalan tersebut, kemudian apa solusinya. Itu yang kami bicarakan,” jelasnya.
Dari data yang ada, kata dia, anak-anak pada jam sekolah biasa ‘nongkrong’ di tempat Playstation (PS) maupun Warung Internet (Warnet).
“Ada tempat-tempat tertentu dalam hal ini Warnet dan tempat PS. Di warnet itu mereka bukan cari tugas, tetapi justru main PS. Mereka tinggalkan tugasnya untuk belajar, pada jam sekolah lebih banyak pergi ke PS,” tuturnya.
Komisi C yang membidangi Pendidikan, Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial ini menyampaikan harapan kepada pihak sekolah dan instansi teknis terkai agar melihat persoalan tersebut.
“Hari ini saya mengundang Kepala Dinas P dan P, Kepala Dinas Sosial serta Kepala Satpol PP ini untuk membahas bagaimana kita bisa mencari solusi supaya hal ini bisa menjaga atau mengatasi anak-anak jangan setiap saat ada di PS,” ujar Welmina Logo.
Welmina menjelaskan, “Dalam hearing tadi kami sudah membahas beberapa hal, termasuk usulan agar kita harus duduk bersama dengan pemerintah dalam hal ini Bupati untuk mengatur dalam satu Perbu (Peraturan Bupati) supaya Satpol PP punya dasar hukum untuk melakukan sweeping sama anak-anak sekolah yang berkeliaran pada jam sekolah.”
Perlunya tindak lanjut terhadap fenonema tersebut, kata dia, karena selama beberapa hari kemarin sudah perintahkan kepada beberapa orang memantau langsung situasi di seluruh kota Wamena, baik tempat-tempat PS, Warnet maupun pasar.
“Faktanya memang benar, dengan pakaian seragam mereka masih duduk di depan PS, padahal saat itu jam sekolah,” jelasnya.
Di hearing ini Kepala Satpol PP tak hadir, hanya diwakilkan. “Tadi ada perwakilannya, dan kami sudah bicarakan beberapa penting,” kata Welmina.
Mengemuka dalam pertemuan, ada beberapa kendala yang dihadapi Satpol PP. “Kendala utama adalah belum punya dasar hukum untuk sweeping. Nah, DPRD dan Bupati mesti sikapi hal ini. Harus lahirkan satu dasar hukum, supaya Sat Pol PP bisa laksanakan,” ungkap Welmina.
Sementara Dinas P dan P memberikan apresiasi yang besar karena soal ini sebenarnya tugas pihak Dinas Pendidikan.
Kepala Dinas P dan P sudah kumpulkan para kepala sekolah untuk membicarakan hal ini. Tetapi menurut Kepala Dinas Pendidikan, guru itu bukan polisi. Jadi, tidak bisa lacak siswa itu ada di mana dan dari sekian banyak siswa yang ada di sekolah, tidak bisa menghafal satu per satu dan melihat keberadaan siswa pada jam sekolah.
Kemungkinan besar hanya Wali Kelas yang tahu persis siswa ada di dalam kelas. Sehingga, untuk seterusnya, pihak dinas sangat setuju dan memberikan kewenangan penuh kepada Satpol PP.
“Jadi, sementara kita tunggu konsultasi dengan Pak Bupati untuk membuat satu peraturan,” imbuhnya.
“Kami memanggil Kepala Dinas Sosial untuk membicarakan hal itu. Tadi dalam hearing, beliau sarankan agar pemerintah buatkan satu panti asuhan khusus untuk bisa tampung anak-anak itu,” ujarnya mengutip komentar Kepala Dinas Sosial Kabupaten Jayawijaya.
Alasan yang disampaikan, si anak tak akan menjelaskan keberadaan orang tua karena kemungkinan anak tersebut sudah terbiasa ada di tempat tertentu untuk mendapatkan uang dengan cara yang mudah.
Hal lain, anak tersebut tidak akan sekolah dengan baik, sehingga solusinya mesti ada satu panti asuhan.
“Kami siap mendorong usulan ini, dan itu konek dengan Kepala Dinas P dan P bahwa pembangunan pendidikan berpola asrama. Sebenarnya itu sudah pernah usulkan tahun 2013, hanya sampai hari ini belum terealisasi,” beber Welmina Logo.
Beberapa saran dan usul dari tiga instansi itu, kata Welmina, akan dikawal. “Kami tetap akan mendorong hingga berhasil supaya bisa kurangi anak-anak berkeliaran di jalanan,” ujarnya mantap.
“Anak-anak itu sebenarnya bukan anak jalanan. Mereka punya orang tua. Kalau anak jalanan, dia akan ada di sana selama 24 jam. Kalau dari jam 6 atau 7 pagi sampai 6 sore ada di jalanan terus seterusnya ada di dalam rumah itu berarti mereka bukan anak jalanan, tapi mereka punya orang tuanya ada di rumah,” tuturnya.
Welmina berjanji, persoalan yang satu ini akan diseriusi. “Saya secara pribadi sangat prihatin. Sebelum saya ada di sini (DPRD), saya peduli anak-anak di jalanan. Ini saya baru dua, mudah-mudahan kita perjuangkan lebih serius,” tegasnya.
Ia juga menambahkan, orang tua dari anak-anak tersebut sebenarnya menetap dan punya KTP. Hanya saja, agak sulit untuk katakan anak yang ini asal Wamena dan Jayawijaya umumnya, anak yang itu asal dari kabupaten pemekaran.
“Mau bilang ko orang sana ko orang sini itu susah. Sangat susah sekali untuk membedakan anak Wamena dan anak daerah pemekaran. Orang tuanya dari daerah pemekaran juga sudah datang menetap di sini. Jadi, bagaimanapun kabupaten induk harus bertanggungjawab terhadap hal ini,” ujar Welmina Logo.
Editor: Mary
DIUS KOGOYA