ArsipElsham Terus Berupaya Advokasi Tragedi Biak Berdarah

Elsham Terus Berupaya Advokasi Tragedi Biak Berdarah

Senin 2014-07-07 00:05:15

PAPUA, Jayapura — Lembaga Studi Advokasi dan Hak Asasi Manusia (Elsham) Papua terus berupaya mengadvokasi tragedi Biak berdarah 6 Juli 1998 dengan berbagai cara hingga saat ini.

Paul Mambrasar, staf Elsham Papua dihadapan puluhan tamu undangan mewakili Direktur Elsham Papua mengatakan, pihaknya tidak pernah berhenti untuk mencari keadilan bagi korban kejahatan kemanusiaan tersebut. 

 

"Elsham tetap berupaya advokasi, litigasi dan non litigasi tetap dilakukan terkait kasus Biak berdarah. Yang mana tiap tahun kami keluarkan rilis ke teman-teman media, tetapi tidak ada tanggapan dari pemerintah," kata Paul, di sekertariatnya, Minggu (6/7/2014,) saat peringatan tragedi Biak Berdarah digelar. 

 

Tragedi Biak berdarah oleh kalangan LSM dan pemerhati kemanusiaan di Papua, merupakan salah satu kejahatan negara yang dilakukan untuk membungkam ruang demokrasi disaat era reformasi sedang bergulir pada 1998.

 

Hampir disemua daerah di Indonesia terjadi riak politik dan aksi demo, termasuk di Biak, Papua. 

 

"Tragedi Biak berdarah, oleh Elsham bersama rekan-rekan lainnya telah mendokumentasikan dalam bentuk buku berjudul Pass Is Not atau Masa Yang Tidak Pernah Berlalu. Di dalam buku itu, ada berbagai kekerasan juga ditulis didalamnya, mulai dari Operasi Penumpasan 1963 hingga Pepera 1969," katanya. 

 

Paul yang menggunakan kaos gelap berkerah dengan stelan jeans saat memberikan sambutan itu menyambung, bahwa buku tersebut menjadi akses bagi siapa saja yang ingin mengetahui sejumlah pelanggaran negara atas warganya di Papua.  

 

Dan upaya lain yang dilakukan oleh Elsham bersama rekan-rekan LSM, termasuk para aktivis HAM didaerah itu, adalah mengadvokasi kasus tersebut ke dunia internasional.

 

"Upaya lanjutan untuk mencari keadilan, Elsham kerjasama dengan teman-teman di luar negeri. Tahun lalu para korban kekerasan Biak berdarah yang di wakili Tineke Rumkabu, bersama Elsham, pengacara Gustav Kawer dan teman-teman di Australia menggelar pertemuan di salah satu kampus di negeri Kangguru, Australia.”

 

“Disitu, kami inginkan kasus Biak berdarah bisa ke tingkat lebih tinggi (internasional) supaya ada penekanan yang lebih kuat," katanya.

 

Dan untuk melihat atau pun membaca tragedi Biak berdarah yang kelam itu, kata Paul, bisa diklik pada website www.biak-tribunal.org, hanya saja, laman tersebut dalam bentuk bahasa Inggris, sehingga para pembaca memerlukan bantuan untuk menyalinnya, bisa dengan bantuan google translate.

 

"Jika dalam negeri susah, kita berikan penekanan lain, di Indonesia budaya lupa dan malas tahu sangat kuat, caranya kita libatkan pihak lain. Ada website www.biak-tribunal.org Semua ada disini, hingga rekomendasi yang dibuat, ini dalam bahasa Inggris.”

 

“Bisa pakai google translate, siapa saja bisa akses. Dan setiap tahun isu HAM, oleh LSM, pegiat lainnya laporkan kejadian ini di Jenewa, Swiss. Disini LSM berikan pendapatnya soal kekerasan yang terjadi di Indonesia," tutupnya.

 

LICOLD ALVI

Terkini

Populer Minggu Ini:

Penghargaan Musik di Eropa untuk Black Brothers

0
Mereka memadukan alat musik tradisional dengan instrumen Barat. Personil Sangguma berjumlah tujuh orang dengan dua kreatornya Tony Subam (East Sepik Province) dan Sebastian Miyoni (Milne Bay Province).

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.