ArsipDPRP Sayangkan Pernyataan Menkes RI Bahwa Masyarakat Mbua Tidur Dengan “Hewan”

DPRP Sayangkan Pernyataan Menkes RI Bahwa Masyarakat Mbua Tidur Dengan “Hewan”

Senin 2016-01-10 09:21:40

WAMENA, SUARAPAPUA.com — Pernyataan Menteri Kesehatan RI, Nila F. Moeloek bahwa masyarakat Mbua tidur dengan hewan (Babi) di Honai, sangat disesalkan. Pernyataan menyesatkan itu justru tidak menyelesaikan persoalan.

Emus Gwijangge, anggota Komisi I DPR Provinsi Papua (DPRP) bidang Politik, Pemerintahan, Keamanan, Hukum dan HAM mengatakan, dirinya menyayangkan pernyataan tersebut.

“Saya sebagai anak asli Mbua tidak terima dengan pernyataan dari Menkes,” ujar Emus kepada suarapapua.com di Wamena, kemarin.

Ia menyatakan, “Ini kan bisa dipertanyakan, bagaimana saya bisa menjadi anggota dewan, sementara saya adalah anak asli Mbua yang lahir di Honai itu. Masa saya yang tidur di Honai bisa jadi pejabat, sementara masyarakat saya yang lain karena tidur dengan hewan di honai jadi berbeda? Ini patut dipertanyakan.”

Menurut Emus, Pemerintah Pusat melalui Menteri tidak boleh mengandai-andai seperti itu, tetapi bersama pemerintah Provinsi Papua mesti ada tindakan nyata menangani kondisi kematian yang terus berlanjut di Mbua.

“Harus ada tindakan. Tindakan tidak bisa hanya mengirim bantuan, tetapi bagaimana mengatasi penyakit yang seperti manusia kejar-kejar untuk mematikan ini,” tegasnya.

Emus mengatakan, penemuan penyakit Pertusi dengan komplikasi Pneumonia yang mengakibatkan kematian anak di Mbua yang disampaikan Kementerian Kesehatan RI itu tidak mungkin.

“Saya mau bilang, itu penyakit Pertusis dengan komplikasi Pneumonia itu tidak mungkin. Karena pertama kali Katak dan Ayam piaraan dan Babi, setelahnya manusia. Jadi, saya mau katakan, penyakit ini saya baru tahu seperti apa.”

“Saya hanya heran, dalam kondisi seperti ini, binatang peliharaan mati, manusia mati di wilayah atau distriknya, tapi mereka hanya sibuk dengan pembahasan anggaran APBD. Untuk apa dengan APBD itu? Amankan manusia dulu baru bicara uang,” tegas Emus menyoroti kinerja Pemda dan DPRD Kabupaten Nduga.

Sebab, ujar dia, jika mau jujur, kematian yang berlanjut di Mbua ini bagian dari pembiaran karena sudah banyak generasi Papua yang meninggal akibat penyakit tak jelas itu. Termasuk di wilayah Pegunungan Tengah Papua hingga ke daerah Paniai.

“Kematian bukan hanya di Mbua, tetapi seperti yang terjadi di wilayah gunung hingga ke Paniai. Ada yang mati karena HIV dan AIDS, penyakit lain, serta penembakan manusia. Ini semua masuk dalam angka kematian,” tutur Emus.

Dari kenyataan itu, ia menilai, Pemerintah Provinsi Papua maupun Pemkab Nduga tak serius. Terkesan ada pembiaran yang dilakukan pemerintah daerah.

“Anggaran Otsus 80 persen yang diturunkan itu dikemanakan, apakah ada yang bermain atau kumpul di mana saya tidak tahu. Nah, untuk wilayah Lapago, dari anggaran 80 persen untuk kesehatan harus lebih besar, jangan kirim besar ke wilayah Ha-Anim yang tidak ada orang asli Papua itu,” tandasnya.

Mengenai keberadaan aparat TNI/Polri di Mbua, pihaknya belum bisa berbicara karena belum punya data lapangan.

Sementara, sebagai anggota DPR Papua, pihaknya sejauh ini hanya melakukan tindakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya (Tupoksi).

“Dalam pembahasan anggaran kemarin, kami sudah bentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk turun ke Mbua. Hasilnya ke Pemprov Papua dan dinas yang bersangkutan untuk kerja sama.”

“Ada Pansus untuk kasus kematian Mbua, ada juga Pansus untuk Rumah Sakit Dok II Jayapura. Hari Senin ini baru kami pilih anggotanya,” tutur Emus.

Setelah Pansus terbentuk, kata dia, dalam waktu sepekan mendatang sudah mulai bergerak.

ELISA SEKENYAP

Terkini

Populer Minggu Ini:

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.