ArsipKeppres RI Nomor 63 Tahun 2004, Pintu Kekerasan di Freeport

Keppres RI Nomor 63 Tahun 2004, Pintu Kekerasan di Freeport

Rabu 2015-12-23 05:37:41

Belum ada kebijakan tegas pemerintah, konspirasi kekerasan belum tamat. Kasus pelanggaran hak asasi manusia bakal terus berlanjut.

Oleh: John NR Gobai*

Laporan Global Witness, Juli 2005, menyebutkan, Global Witness menanyakan kepada Freeport-McMoRan jika biaya keamanan memang diwajibkan oleh hukum Indonesia atau merupakan syarat kontrak karya.

 

Perusahaan menjawab: “Atas permintaan pemerintah (Indonesia), kami memberikan bantuan keuangan untuk memastikan bahwa pasukan keamanan pemerintah Indonesia (TNI dan Polri) memiliki dana yang cukup dan layak untuk dapat memberikan jasa keamanan bagi operasi kami.”

Freeport-McMoRan juga mengatakan: “Melanjutkan pernyataan pemerintah (Indonesia) bahwa perusahaan kami adalah obyek vital negara, TNI dan Polri memberi jasa keamanan bagi operasi tambang kami di daerah yang terpencil dan dari segi logistik sangat sulit daerahnya. Keamanan sangat diperlukan bagi keberlanjutan keselamatan tenaga kerja kami dan keluarga mereka, serta untuk perlindungan fasilitas kami. Tidak ada alternatif lain bagi kami untuk menggantungkan masalah keamanan dan keselamatan selain kepada TNI dan Polri.”

Kekerasan di areal konsesi PT Freeport Indonesia terlihat juga dilakukan oleh aparat keamanan. Ibarat seekor anjing herder yang sigap menjaga sebuah taman buah/kebun buah.

Hal itu didasarkan dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia, bahwa PTFI adalah obyek vital nasional (Obvitnas), karena itu pengamanan di wilayah itu dilakukan dengan dasar Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2004 Tentang Pengamanan Obyek Vital Nasional.

Keppres ini dikeluarkan dengan pandangan bahwa Obyek Vital Nasional memiliki peran penting bagi kehidupan bangsa dan negara baik ditinjau dari aspek Ekonomi, Politik, Sosial, Budaya, Pertahanan dan Keamanan.

Keppres ini juga dikeluarkan untuk mencegah semakin meningkatnya ancaman dan gangguan terhadap Obyek Vital Nasional termasuk aksi terorisme.

Dasar Pelaksanaan Kekerasan

Ibarat anjing herder, dalam pelaksanaan pengamanan didasarkan pada Keppres ini yang diatur sebagai berikut, dalam pasal, Pasal 4 (1) Pengelola Obyek Vital Nasional bertanggungjawab atas penyelenggaraan pengamanan Obyek Vital Nasional masing masing berdasarkan prinsip pengamanan internal.

(2) Kepolisian Negara Republik Indonesia berkewajiban memberi bantuan pengamanan terhadap Obyek Vital Nasional.

Pasal 5 (1) Pengelola Obyek Vital Nasional bersama Kepolisian Negara Republik Indonesia menentukan konfigurasi standar pengamanan masing-masing obyek vital nasional yang meliputi kekuatan personil beserta sarana prasarana pengamanannya.

(2) Pengelola Obyek Vital Nasional dalam menyelenggarakan pengamanan internal harus memenuhi standar kualitas atau kemampuan yang ditetapkan dengan keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia serta mempertimbangkan masukan dari Departemen/Instansi terkait dan ketentuan Internasional yang berlaku.

(3) Pengelola Obyek Vital Nasional bersama Kepolisian Negara Republik Indonesia melaksanakan secara periodik audit sistem pengamanan yang ada sesuai keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

 

Pengaturan pengamanan ini telah memberikan sebuah kekuatan bagi TNI/Polri untuk melakukan kekerasan bagi masyarakat sekitar di areal yang disebut Obvitnas.

Kaitan UU Pertambangan dengan Keppres

Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan Bab II, penggolongan pelaksanaan penguasaan Bahan Galian Pasal 3 (1) Bahan-bahan galian dibagi atas tiga golongan: a. golongan bahan galian strategis; b. golongan bahan galian vital; c. golongan bahan galian yang tidak termasuk dalam golongan a atau b.

(2) Penunjukan sesuatu bahan galian ke dalam sesuatu golongan tersebut pada ayat (1). Pasal ini diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Untuk menjelaskan unit-unit Obvitnas, Menteri ESDM mengeluarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 3407 K/07/MEM/2012 Tentang Penetapan Obyek Vital Nasional Di Sektor Energi Dan Sumber Daya Mineral, Obyek Vital Nasional di Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 1762 K/07/MEM/2007 tentang Pengamanan Obyek Vital Nasional di Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri ESDM Nomor 2288 K/07/MEM/2008.

Keputusan Menteri ini adalah turunan dari Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 2004 tentang Pengamanan Obyek Vital Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 79).

Dengan dasar keputusan ini, Polri telah membentuk sebuah Direktorat Pengamanan Obyek Vital Nasioanal sampai di tingkat Polda di seluruh Indonesia. Itu menjadi dasar diterjunkan secara bergantian sejumlah satuan tugas secara bergantian di areal Freeport.

Dalam kerangka Keppres inilah, maka beberapa rangkaian kekerasan pernah terjadi di wilayah konsesi pertambangan PTFI, yang disebabkan oleh adanya pandangan bahwa ada teroris di areal konsesi perusahaan raksasa itu.

Ada pandangan dari Polri yang mengganggap bahwa TPN/OPM yang ada di areal PTFI adalah Teroris, sehingga jika ada kejadian masyarakat tertembak selalu berupaya mengaburkan bukti dan mengulur-ulur kasus karena diduga mereka pelakunya.

 

Kalau itu terjadi dan ada keterlibatan pihak lain, pasti mereka langsung bilang bahwa itu OPM yang tembak. Jika korbannya dari kubu TNI/Polri, mereka langsung menuduh pelakunya dari OPM pimpinan si ini dan atau si itu.

Padahal mungkin yang tembak anggota mereka adalah pasukan organik yang tak berseragam; yang selalu menggunakan managemen konflik untuk memperoleh biaya operasi yang tinggi hanya memperkaya para jendral dan kelompok tertentu.

Satu langkah operasi di areal PTFI adalah terbunuhnya Jendral Kelly Kwalik, ini sangat jelas terkait dengan Keppres tentang Obvitnas.

 

Ketika masyarakat Papua melakukan protes selalu dihadapi dengan pengerahan pasukan dengan peralatan yang berlebihan ini didasari oleh adanya Keppres tadi, karena PTFI telah dikategorikan sebagai Obvitnas.

Karena itu terjadi suasana ketergantungan antara Polisi dengan PTFI, sehingga agak sulit hanya menyalahkan polisi atau hanya PTFI. Tetapi dalam hal ini yang menjadi sumber kekerasan adalah adanya Keppres Nomor 63 Tahun 2004.

Panglima Tentara Nasional Indonesia, Jenderal TNI Moeldoko dalam kunjungan kerja di Kementrian ESDM, 10 Desember 2013, menegaskan bahwa jajaran TNI siap membantu Kementrian ESDM untuk mengamankan Obvitnas di sektor energi dan sumberdaya mineral.

Ini adalah kesempatan pertama bagi Panglima untuk audiensi dengan jajaran Menteri. Panglima memandang ESDM adalah satu institusi yang di dalamnya ada banyak Obvitnas yang menyangkut hajat kelangsungan kehidupan rakyat Indonesia yang harus diamankan.

Juga bertujuan untuk dapat memahami lebih jauh kegiatan sektor ESDM dan memperkuat komitmen TNI untuk mengamankan obyek-obyek vital nasional. TNI harus memberikan dukungan sepenuhnya, TNI mempunyai kekuatan dan kemampuan, harus bisa memberikan kontribusi yang penuh terhadap keamanan investor.

Penutup

Seperti anjing herder yang menjaga kebun dan lahan, kekerasan di areal konsesi Freeport dan aksi selama ini, seperti oleh SPSI, terkesan ada pembiaran dan ada pula yang akan menjadi pahlawan untuk mendamaikan.

Hal ini telah menunjukan adanya konspirasi kekerasan; PTFI yang menyediakan dana dan polisi yang melaksanakan pengamanan. Itu pula sumber kekerasan dan pelanggaran HAM di Tanah Papua lantaran polisi negara menjadi agen jasa pengamanan bagi PTFI.

Itu sama saja telah menghilangkan tugas pokok sebagai pelindung masyarakat. Mereka lebih sebagai bemper Freeport.

Maka, kedepan diharapkan agar Presiden dapat mempertimbangkan mencabut Keppres tersebut. Karena, Kepres ini telah menjadi dasar melakukan kekerasan di areal PTFI dan tanpa dasar mengkategorikan TPN/OPM sebagai teroris.

Kekerasan di areal ini akan berakhir jika tidak ada anjing herder yang ditempatkan negara untuk menjaga kebun vitalnya dengan dasar Keppres Nomor 63 tahun 2004.

Kekerasan akan berkurang jika negara dan perusahaan memandang masyarakat sebagai manusia sejati, bukan binatang buruan.

*Penulis adalah Ketua Dewan Adat Paniyai.

Terkini

Populer Minggu Ini:

Ini Keputusan Berbagai Pihak Mengatasi Pertikaian Dua Kelompok Massa di Nabire

0
Pemerintah daerah sigap merespons kasus pertikaian dua kelompok massa di Wadio kampung Gerbang Sadu, distrik Nabire, Papua Tengah, yang terjadi akhir pekan lalu, dengan menggelar pertemuan dihadiri berbagai pihak terkait di aula Wicaksana Laghawa Mapolres Nabire, Senin (29/4/2024) sore.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.