ArsipTheo Hesegem: Kasus Kematian Anak di Mbua Tergolong Pelanggaran HAM

Theo Hesegem: Kasus Kematian Anak di Mbua Tergolong Pelanggaran HAM

WAMENA, SUARAPAPUA.com — Theo Hesegem, Ketua Jaringan Advokasi Penegakan Hukum dan HAM Pegunungan Tengah menyatakan, kurang pekanya Pemerintah Kabupaten Nduga menyiasati kematian anak di wilayah Mbua merupakan tindakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

“Harus ingat, 10 orang saja meninggal dan terjadi pembiaran oleh aparat setempat, maka itu tergolong dalam pelanggaran HAM. Sebab masyarakat di wilayah Mbua memang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dan pengobatan secara gratis.”

“Setahu kami berdasarkan informasi Kadinkes Provinsi, dana otonomi khusus 15 persen diberikan untuk kesehatan. Untuk itulah kita bicara demi mengantisipasi yang lain jangan meninggal lagi dan dengan tekanan supaya Pemda segera ambil langkah, bukan tinggal saja diam,” ungkap Theo Hesegem kepada suarapapua.com belum lama ini di Wamena.

Mengenai obat expired yang ditemukan tim Solidaritas Korban Jiwa Wilayah Mbua (SKJM) di Pustu Dal, Teho minta agar segera dimusnahkan. Termasuk jika ada masyarakat yang menemukan segera melapor atau memusnakan pula.

“Sebab kami takut karena tidak adanya obat baru, obat-obat expired itu bisa digunakan kepada masyarakat. Itu obat-obat jika dimakan bisa jadi racun karena masa waktunya habis.”

Senada disampaikan Pdt. Abraham Unggirwalu, ketua Persekutuan Gereja-Gereja di Jayawijaya (PGGJ).

Menurutnya, pengiriman obat ke daerah semuanya menggunakan program e-katalog dengan mengambil sample di Pulau Jawa dan menjadi kesimpulan untuk semua daerah di Indonesia, termasuk biayanya.

“Padahal medan transportasi kita di daerah Papua berbeda dengan mereka di Jawa, jadi biaya pengiriman ini harus berbeda dengan kami. Ini yang menjadi kendala keterlambatan obat, sehingga obat sampai di lokasi sudah kadaluarsa,” ungkap Pendeta Bram, sapaan akrabnya ini.

Ia menegaskan, harus ada kekhususan bagi Papua, jangan Pulau Jawa dijadikan sebagai barometer untuk Papua. “Harus sedikit berbeda, karena kondisi georgrafis dan situasi kemahalan yang ada di Papua. Harus diperlakukan berbeda dengan Papua,” tegasnya.

Pendeta  Bram juga mempertanyakan tindakan petugas yang selama ini mengabaikan obat yang sudah kadaluarsa, namun tetap dikirim ke daerah-daerah.

“Kita baru bawa dan tiba di tempat, obat-obat itu sudah expired. Jika satu atau dua bulan akan expired, seharusnya kita tidak boleh bawa ke sana, toh bikin racun untuk masyarakat saja,” ujarnya.

Di bagian lain, pihaknya sebagai pimpinan Gereja hanya bisa menghimbau kepada pihak berkompeten untuk segera mengambil langkah kepada umat yang korban. Sebab, Gereja tidak memiliki kemampuan untuk menanggulangi korban jiwa ini.

“Kami hanya bisa mendesak dengan cara berbicara di media dan berdoa, supaya ada jalan yang terbuka. Kami juga tidak punya satu niat apapun, tetapi ketika masyarakat bahagia kami turut suka cita, sebab masyarakat adalah bagian dari kita,” ujar Pendeta Bram.

 

ELISA SEKENYAP

Terkini

Populer Minggu Ini:

Aktivitas Belajar Mengajar Mandek, Butuh Perhatian Pemda Sorong dan PT Petrogas

0
“Jika kelas jauh ini tidak aktif maka anak-anak harus menyeberang lautan ke distrik Salawati Tengah dengan perahu. Yang jelas tetap kami laporkan masalah ini sehingga anak-anak di kampung Sakarum tidak menjadi korban,” pungkasnya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.