ArsipWarinussy: Indonesia “Dipermalukan” di Dewan HAM PBB

Warinussy: Indonesia “Dipermalukan” di Dewan HAM PBB

Kamis 2012-05-24 14:28:45

Demikian Penegasan Yan Christian Warinussy, Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, saat menggelar jumpa pers di kantor LP3BH, Fanindi, Manokwari, Papua Barat, Kamis (24/5) sore tadi.

Warinussy yang hadir untuk memberikan keterangan terkait proses revieuw dalam sidang Dewan HAM PBB pada Rabu, 23 Mei 2012 di Jenewa Swiss, tentang situasi HAM di Indonesia, khususnya di tanah Papua menjelaskan tentang Indonesia yang “dipermalukan” karena memiliki rekor penegakan HAM yang sangat buruk di Indonesia.

Menurut Warinussy, dalam pertemuaan tersebut, pemerintah Indonesia mendapat sorotan luar biasa dari banyak negara-negara anggota Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Dirincikan, mengenai situasi hak asasi manusia di Indonesia, khususnya di Tanah Papua, tujuh negara tercatat mempersoalkan soal kebebasan berekspresi di Tanah Papua yaitu, Korea, Amerika Serikat, Australia, Swiss, Kanada, Prancis dan Jerman.

“Kebebasan berekspresi digambarkan kondisi di Papua karena para demonstran dan pengunjuk rasa damai senantiasa ditindak secara destruktif oleh pasukan keamanan Indonesia, dengan menggunakan kekuatan yang berlebihan dan tidak perlu.

Bahkan para demonstran ditangkap, dianiaya, disiksa secara sewenang-wenang oleh Polisi, tetapi tidak pernah pelanggaran aparat polisi tersebut diproses hingga ke Pengadilan sehingga impunitas terus terjadi,” kata Warinussy menjelaskan.

Warinussy juga menyatakan, Indonesia mendapat sorotan dari beberapa Negara karena tidak membuka akses untuk masuknya NGO internasional seperti Palang Merah Internasional (International Committee of the Red Cross/ICRC) di Jayapura dan Yayasan Brigade Perdamaian Internasional/Peace Brigade International (PBI).

“Kedua kantor NGO tersebut pernah ada di Papua, tapi telah ditutup oleh pemerintah Indonesia. Ini mendapat sorotan dari empat Negara dalam pertemuan tersebut,” kata Warinussy.

Selain itu, Warinussy juga menambahkan bahwa persoalan perlindungan terhadap pekerja HAM seperti aktivis LSM, wartawan, advokat, dan pekerja kemanusian di tanah Papua juga mendapat sorotan dalam pertemuan tersebut.

Dalam pertemuaan yang dihadiri oleh sekitar 74 negara anggota PBB, menurut Warinussy, pemerintah Indonesia juga diminta agar dapat membebaskan para tahanan politik di tanah Papua.

Selain itu, Indonesia diminta untuk meninjau kembali beberapa pasal-pasal maker, terutama 106 dan 110 KUHP yang dengan semaunya selalu mempidanakan orang Papua.

“Jerman, Amerika Serikat dan Kanada menegaskan tentang pasal-pasal utama yang represif seperti pasal 106 dan 110 KUH Pagar perlu ditinjau kembali.

Bahkan Jerman dan Kanada menuntut agar para tahanan yang ditahan untuk tindakan-tindakan damai harus dibebaskan dan Filep Karma disebutkan oleh Jerman,” kata Warinussy.

Hadir sebagai penanggap dari Indonesia, Menteri Luar Negeri Indonesia, Marti Natalegawa beserta 21 anggota  delegasi yang hadir dalam ruang pertemuan tersebut.

Dalam pidatonya, Menlu Natalegawa tidak secara rinci menanggapi isu-isu tersebut. Namun, dia mengakui bahwa perlindungan HAM di Indonesia bukan tanpa tantangan.

"Alam demokrasi yang membawa kebebasan telah memberikan kesempatan bagi mereka yang memiliki pandangan keras dan cenderung ekstrim untuk mengeksploitasi ruang demokrasi untuk kepentingan kelompok tertentu, bahkan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi itu sendiri, yaitu dengan mengedepankan intoleransi relijius dan memicu konflik-konflik komunal," kata Natalegawa dalam kutipan pidato berbahasa Inggris.

Menlu juga berjanji untuk membuka akses bagi wartawan dan NGO internasional untuk dapat meliput dan melihat apa yang sedang terjadi di tanah Papua.

 

OKTOVIANUS POGAU

Terkini

Populer Minggu Ini:

TPNPB Mengaku Membakar Gedung Sekolah di Pogapa Karena Dijadikan Markas TNI-Polri

0
“Oh…  itu tidak benar. Hanya masyarakat sipil yang kena tembak [maksudnya peristiwa 30 April 2024]. Saya sudah publikasi itu,” katanya membalas pertanyaan jurnalis jubi.id, Kamis (2/5/2024).

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.