Tanah PapuaLa PagoAkibat Kemarau, Ubi Jalar di Jayawijaya Mengering

Akibat Kemarau, Ubi Jalar di Jayawijaya Mengering

WAMENA, SUARAPAPUA.com — Kemarau panjang akibat tidak turunnya hujan sejak bulan Mei-Oktober 2015 di Jayawijaya tidak dapat dibendung, akibatnya banyak sumber air, entah sumur, mata air maupun kali mengering. Tidak hanya air, tumbuhan dan ubi jalar yang menjadi makanan pokok masyarakat Pegunungan Tengah ini mengering.

Kondisi ini diakui Kepala Distrik Wesaput, Timotius Hubby. Menurutnya, akibat kemarau ini sumur dan sumber air di daerah Wesaput kering, karena memang wilayah Wesaput ketergantungannya pada kali Baliem. Jika kali Baliem mengering, otomatis sumber air mengering juga.

“Kan sekarang terlihat jelas, tanah terbelah, air turun ke bawah dan semuanya mengering. Ini tergantung kali Baliem. Sekarang terpaksa masyarakt semua lari ke kali Baliem, baik untuk mandi, cuci dan kebutuhan lainnya. Kalo untuk minum biasanya masyarakat ambil di tempat lain yang jauh dari Wesaput,” ungkap Hubby kepada suarapapua.com, kemarin.

Baca Juga:  Puskesmas, Jembatan dan Kantor Lapter Distrik Talambo Rusak Dihantam Longsor

Dia menjelaskan, akibat kekeringan ini, ubi jalar di kebun mengering, daunnya kering pula. “Hanya berharap hujan, kalau tidak ada hujan, pasti akan memperparah kondisi ubi-ubi ini,” pungkasnya.

Ketika ditanya mengenai laporan yang diharapkan pihak Pemda Jayawijaya mengenai kesulitan air dan makanan di setiap distrik, kata Hubby, pihaknya akan melaporkan kondisi terakhir kepada Pemda.

Baca Juga:  Warga Tiom Ollo Duduki Kantor Bupati Lanny Jaya Minta Atasi Bencana Longsor

“Untuk saat ini belum, karena saya baru pulang dari luar kota ikut kegiatan Diklat PIM, tetapi ini memang kondisi darurat jadi saya akan sampaikan segera,” jelasnya.

Sementara itu, Yotam, seorang warga Wesaput mengatakan, karena tak ada air minum, pihaknya harus membeli air galon yang harganya Rp.20.000 hingga Rp.30.000 per galon, sebelumnya Rp.15.000 per galon.

“Kami harus minum air galon yang harganya sudah mahal, itupun harus kami tunggu airnya datang dulu. Tetapi ketika kita mau beli harus antri pagi-pagi di kios, jika terlambat, kita tidak dapat karena orang lain sudah membelinya,” ungkap Yotam.

Baca Juga:  PGGY Kebumikan Dua Jasad Pasca Ditembak Satgas ODC di Dekai

Sebelumnya, untuk menangani kondisi kemarau panjang ini, Kepada Dinas PU Jayawijaya, Max Hattu minta setiap kepala distrik untuk melapor ke Pemda atas kondisi terakhir, supaya dilakukan penanganan.

“Kami harap para kepala distrik untuk rutin melaporkannya kepada Pemerintah Kabupaten, supaya masyarakat tidak mengalami kesulitan. Kondisi sekarang kan mereka (kepala distrik) tidak lapor, padahal Pemkab bisa mengambil langkah dengan cara drop air dengan mobil tangki dan lainnya,” tutur Max kepada wartawan di Wamena, belum lama ini.

ELISA SEKENYAP

Terkini

Populer Minggu Ini:

20 Tahun Menanti, Suku Moi Siap Rebut Kursi Wali Kota Sorong

0
"Kami ingin membangun kota Sorong dalam bingkai semangat kebersamaan, sebab daerah ini multietnik dan agama. Kini saatnya kami suku Moi bertarung dalam proses pemilihan wali kota Sorong," ujar Silas Ongge Kalami.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.