Semakin Transisi Status Pijakan Provinsi Papua dalam NKRI

0
1343

Oleh: Paskalis Kossay)*

Dasar hukum penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat selama ini diselenggarakan berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bagi Kabupaten dan Kota di wilayah kedua Provinsi di Tanah Papua ini.

Namun Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Papua Barat ini pada tahun 2021 akan segera mengalami degradasi daya pemberlakuannya, karena dalam tahun tersebut , sumber dana yang menopang aktivitas penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan akan berakhir.

Hal ini akan mempengaruhi kinerja pemerintah daerah provinsi papua dan papua barat dalam menggenjot pertumbuhan pembangunan daerah bagi kemajuan kesejahteraan masyarakat papua di Tanah Papua. Kapasitas pembiayaan pembangunan daerah , khususnya bidang perioritas amanat Otsus , seperti bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi kerakyatan dan infrastruktur dasar pasti akan mengalami pengurangan slot anggaran.

Jika demikian maka akan muncul dampak politik yang dasyat. Orang papua akan menarik kesimpulan sendiri bahwa Otonomi Khusus sudah berakhir. Padahal bukan demikian adanya. Secara legal formal undang-undang Otsus tetap berlaku sampai kapanpun. Yang berakhir hanyalah penerimaan dalam rangka pelaksanaan Otsus yang besarnya setara 2 % dari DAU Nasional. Namun demikian rakyat papua sudah berasumsi dari dulu bahwa Otsus akan berakhir selama 20 tahun.

ads

Pembiasan asumsi ini terus berkembang sampai dengan hari ini. Ketika benar terjadi pengurangan volume penerimaan dana Otsus pada tahun 2021, kemungkinan dinamika politik dikalangan rakyat papua akan berkembang semakin tak terkendali. Pasti akan terjadi pro – kontra dalam pandangan orang papua. Ada yang menolak Otsus tidak diperpanjang. Ada pula yang berpandangan Otsus harus diperpanjang. Lagi-lagi padahal bukan masalah habis tidaknya masa pemberlakuan Otsus. Yang benar adalah berakhirnya dana Otsus saja.

Baca Juga:  Hujan di Sorong, Ruas Jalan dan Pemukiman Warga Tergenang Air

Belum dampak ekonomi terkait dengan volume fiskal daerah. Satu sumber utama dalam penerimaan neraca pembangunan daerah akan hilang. Pemerintah daerah Provinsi Papua dan Papua Barat pasti akan mengalami chock mental. Karena tidak ada sumber lain yang bisa menggantikan posisi penerimaan 2 % dana Otsus tersebut untuk menopang pembiayaan program yang diamanatkan dana Otsus. Oleh karena itu secara psikologi pasti akan terganggu dalam menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan kemasyarakatan.

Oleh sebab itu tahun 2020 sudah saatnya status Otonomi Khusus Papua harus dipertegas dan diperjelas. Sebelum penerimaan dalam rangka pelaksanaan Otsus yang besarnya setara dengan 2 % DAU Nasional itu berakhir , undang-undang Otsus harus direvisi atau disempurnakan.

Dalam rangka ide revisi ini, maka sejak tahun 2014 , Gubernur Papua dan Papua Barat pernah diusulkan revisi uu yang disebut Otsus plus atas Undang-undang Pemerintahan di Tanah Papua kepada DPR RI dan Presiden.

Walaupun demikian , dalam bulan Juli 2019 yang lalu, Menteri Dalam Neger Tjahyo Komolo menyurat kepada Gubernur Papua untuk segera dilakukan perubahan uu Otsus mengingat dana Otsus 2 % akan berakhir 2021.

Baca Juga:  Peringatan IWD Menjadi Alarm Pergerakan Perempuan Kawal Segala Bentuk Diskriminasi Gender

Pertanyaannya, mengapa Mendagri menyurat kepada Gubernur Papua untuk segera dilakukan perubahan uu otsus. Padahal draf perubahan sudah lama diusulkan sejak 2014. Apakah ada masalah dengan draf RUU revisi otsus yang sudah diajukan itu?

Kalau ada masalah mestinya Menteri Dalam Negeri harus disikapinya dengan bijak. Mengundang Gubernur Papua dan Papua Barat dibicarakan ulang, dimana letak masalahnya, kemudian dibahas kembali dan disempurnakan bersama.

Tetapi anehnya , Mendagri belum melakukan komunikasi secara tatap muka bersama dengan kedua Gubernur di Tanah Papua ini , secara sepihak telah mengajukan draf perubahan uu otsus kepada DPR RI. Kemudian DPR RI telah memasukkan dalam daftar Prolegnas agenda kerja Dewan.

Apa muatannya draf perubahan uu otsus yang diajukan versi Kementerian Dalam Negeri itu, siapapun belum bisa tahu, kecuali mereka yang terlibat dalam penyusunan draf perubahan uu otsus tersebut.

Secara legalitas drafter suatu pembuatan uu, siapapun diperbolehkan untuk mengusul. Tetapi harus mengikuti mekanisme pengusulan sebuah draf uu. Untuk pengusulan perubahan UU Otsus sudah diatur dalam pasal 77 UU NO 21/2001 tentang Otsus Papua, bahwa usul perubahan atas undang-undang ini dapat diajukan oleh rakyat Provinsi Papua melalui MRP dan DPRP kepada DPR atau Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Mekanisme usulan perubahan uu otsus sudah jelas sebagaimana disebutkan diatas. Maka draf RUU Perubahan UU Otsus yang diajukan kedua Gubernur di Tanah Papua sejak 2014 itu sudah memenuhi mekanisme pengusulan sebuah draf RUU .

Baca Juga:  Pertamina Pastikan Stok Avtur Tersedia Selama Arus Balik Lebaran 2024

Sementara draf perubahan uu otsus yang diajukan Mendagri bertentangan dengan mekanisme pengusulan perubahan sebagaimana diatur dalam pasal 77 UU Otsus. Maka harus dibatalkan atau gugur dengan sendirinya.

Oleh karena itu yang berlaku adalah draf revisi uu otsus yang diajukan Gubernur Papua dan Papua Barat sejak 2014. Maka DPR RI yang berfungsi sebagai pengawas pelaksanaan uu harus konsisten mepertimbangkan akan hal ini.

Draf perubahan uu otsus yang akan dibahas pada Prolegnas tersebut bukan draf perubahan yang diajukan Mendagri, tetapi draf RUU Otsus plus yang telah lama diajukan oleh Gubernur Papua dan Gubernur Papua Barat sejak 2014.

Hal ini harus diluruskan sesuai mekanisme peraturan perundang-undangan. Jika tidak segera diluruskan , pasti akan berimplikasi luas mempengaruhi konstelasi politik daerah maupun nasional. Oleh karena muatan draf revisi uu otsus versi Otsus plus merupakan akomodasi dari semua aspirasi yang berkembang ditengah masyarakat papua maupun perkembangan kondisi kekinian yang dibutuhkan rakyat papua saat ini.

Maka dari itu DPR RI maupun Pemerintah harus lebih bijaksana dan lebih berhati-hati membahas revisi uu otsus ini dengan lebih mengutamakan aspirasi daerah. RUU Otsus plus yang diusulkan kedua Gubernur di Tanah Papua sudah merupakan hasil keputusan daerah yang ditetapkan melalui Rapat Paripurna Khusus DPRP. Karena itu DPR RI dan Pemerintah pusat wajib menerima dan membahas RUU versi Otsus plus sebagai materi pembahasan RUU Perubahan uu otsus.

)* Penulis adalah Politisi Papua

Artikel sebelumnyaBerita Foto: Ketika Hujan ‘Hajar’ Wasior
Artikel berikutnyaSaat Hujan Deras Bikin Banjir Wasior