Yunita Ohee Tetap Jualan Es Kelapa Muda dengan Patuhi Aturan Pemerintah

0
1776
Yunita Ohee, anak muda papua penjual es kelapa di Skyline, Kota Jayapura. (Lenny Aninam - SP)
adv
loading...

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Yunita Ohee tetap membuka Pondok Butterfly Skyline dengan tetap mematuhi aturan pemerintah.

Saat disambangi Suara Papua ke Pondok Butterfly Skyline pada Sabtu, (6/6/2020) Yunita Ohee pemilik pondok menceritakan, usaha kelapa muda yang dijalankannya tetap buka dalam masa pembatasan sosial yang diberlakukan pemerintah dengan mematuhi aturan pemerintah.

“Saat situasi pandemik kita tetap buka, hanya saja jamnya yang kita sesuaikan dengan peraturan pemerintah. Biasanya buka jam 8 pagi hingga 7 malam. Tetapi sekarang kita hanya buka dari jam 8 pagi hingga jam 5 sore,” ungkapnya.

Anak muda Papua yang akrab disapa Nita ini tetap mengikuti aturan pemerintah untuk tetap menjaga protokol kesehatan di tempat usahanya.

“Sejauh ini untuk protokol kesehatan yang pemerintah keluarkan untuk harus dipatuhi setiap tempat-tempat usaha memang kita siapkan seperti tempat cuci tangan, sabun, handsanitizer dan untuk pembeli pun kita batasi jarak tempat duduk,” katanya.

ads

Nita juga membeberkan dampak Pandemi Covid-19 yang ia alami. Adalah tentang pengungjung yang turun drastis dan berdampak kepada pendapatannya.

“Pengunjung yang datang 10 atau 15 orang sedangkan dulu [sebelum pandemik] bisa sampai 30 hingga 40 orang yang datang ke pondok. Kalau untuk saat ini paling banyak 20 orang yang datang. Tapi kita juga menyediakan opsi lain dengan membungkus es kelapa kalau pondok sudah penuh,” jelas nita.

Baca Juga:  Media Sangat Penting, Beginilah Tembakan Pertama Asosiasi Wartawan Papua

Perempuan yang mempunyai senyum manis dengan suara khas yang begitu ramah saat di ajak bercerita mengakui kalau untuk saat ini terjadi penurunan terhadap usaha es kelapa muda.

“Kalau untuk pendapatannya sendiri memang menurun tidak seperti biasanya.  Dampak yang paling terasa saat pandemik ini adalah penurunan omset, pendapatan bahan baku sendiri sekarang tambah susah, pelanggan juga jadi di batasi yang ingin datang. Sesuai dengan peraturan pemerintah juga yang harus di patuhi,” tuturnya.

Pondok Es Kelapa, tempat jualan milik Yunita Ohee. (Lenny Aninam – SP)

Dampak yang ia rasakan adalah kesulitan bahan baku karena PSBB (Pembatasan Berskala Besar) antar pemasok yang berada di Kabupaten Keerom dan tempat usaha yang berada di Kota Jayapura membuat Nita harus menunggu dua minggu sekali untuk bisa mendapatkannya.

“Kalau untuk kelapa sendiri agak susah karena kita di skyline punya tempat pemesanan kelapa atau pemasok itu dari arah Keerom. Sedangkan keerom ini sudah masuk dalam kabupaten lain, selama masa pandemik ini Kabupaten maupun Provinsi Papua punya peraturan yang berbeda-beda. Kalau mereka di keerom sepertinya punya peraturan yang lebih ketat dari pada kita yang di kota. Itu yang mempersulit kita, yang biasanya satu minggu bisa dua kali pengantaran akhirnya kita harus menunggu dua minggu satu kali dan pengirimannya itu juga lambat,” katanya.

Baca Juga:  PWI Pusat Awali Pra UKW, 30 Wartawan di Papua Tengah Siap Mengikuti UKW

Nita bilang pada saya, tidak bisa hanya menuggu pengantaran dari pemasok yang berada di Kabupaten Keerom, dia dan Mamanya harus ke pasar untuk mendapatkan kelapa agar dapat membuka pondok jualan.

“Kalau stok habis saya dengan mama harus ke pasar untuk cari kelapa lagi. Beli 50 buah dari orang dan pasti lebih mahal. Kalau biasanya dari keerom kita bisa ambil hingga 200 buah dengan harga yang terjangkau,” ungkapnya.

Selain itu, Nita mengakui pernah kehabisan bahan baku kelapa, sehingga terpaksa harus menutup pondok jualan sementara waktu.

“Pernah kita tutup karena pemasok kita tidak antar kelapa, karena pembatasan sosial distancing di Keerom kemudian setelah ke pasar juga tidak ada sama sekali kemudian kita tutup dan cari alternative lain di daerah skyline. Tetangga yang mempunyai pohon kelapa terus kita beli dari mereka,” katanya.

Nita punya keinginan untuk membuka pesan antar sejak lama. Keinginan itu baru diaplikasikan saat masa Pandemik Covid-19 dimana pelanggan tidak bisa keluar untuk membeli namun tetap dapat menikmati kelapa muda di rumah.

“Kita punya layanan delivery (pesan antar) kalau disini untuk pemesanan dari lima ke bawah kita tidak bisa layani pesan antar kecuali lebih dari lima ke atas. Namun juga ada biaya pengantaran yang di tanggung dari pembelinya dan tergantung jarak atau tempat tinggal pembeli. Paling jauh untuk biaya pengantaran biasanya 10 ribu rupiah. Seperti kearah dok atau ke angkasa itu bisa 10 ribu sampai 15 ribu rupiah. Walaupun nanti sudah kembali normal, tetap kita jalankan opsi pesan antar. Karena kita melihat pendapatan dari delivery ini sangat membantu. Jadi penerapannya tetap harus ada,” jelasnya.

Baca Juga:  ULMWP: Aneksasi Papua Ke Dalam Indonesia Adalah Ilegal!

Nita mengatakan,  mental seorang pengusaha itu sudah terlatih, bisa mencari metode bisnis, bisa memecahkan masalah sendiri dalam bisnis.

“Namanya pengusaha itu mentalnya tidak seperti PNS (Pegawai Negeri Sipil) jadi mau lagi naiknya pendapatan maupun turun sekali pendapatan mentalnya itu sudah terlatih.”

“Jadi pesan saya itu tetap semangat berkat itu datang dari Tuhan jadi selalu andalkan Tuhan dalam segala hal jangan pernah menyerah dan yakin bahwa suatu saat masa pandemic covid 19 berakhir pasti kita punya pendapatan akan kembali seperti semula dan jangan lupa untuk patuhi peraturan pemerintah untuk keselamatan bersama,” pesannya.

Pewarta: Lenny Aninam

Editor: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaJokowi Didesak Tuntaskan Peristiwa Paniai Berdarah
Artikel berikutnyaMeluruskan Mitos Perbedaan #BlackLivesMatter dan #PapuanLivesMatter