Jokowi Didesak Tuntaskan Peristiwa Paniai Berdarah

0
2187

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Masyarakat sipil mendesak Presiden Jokowi agar segera menuntaskan peristiwa Paniai berdarah pada 7-8 Desember 2014 lalu, yang dicatat oleh Komnas HAM RI sebagai pelanggaran HAM berat.

Masa depan penyelesaian peristiwa Paniai berada di tangan presiden, di mana Presiden Jokowi harus memerintahkan Jaksa Agung untuk melakukan penyidikan.

“Saya ikut berempati terhadap keluarga korban kekerasan. Saya ingin kasus ini diselesaikan secepat-cepatnya, agar tidak terulang kembali di masa yang akan datang. Kita ingin, sekali lagi tanah Papua sebagai tanah yang damai,” kata Staff Advokasi Yayasan Pusaka, Tigor Hutapea Minggu (7/6/20) malam.

Waktu peristiwa Paniai, kata dia, dirinya tidak tergesa-gesa dalam mengomentarinya, karena peristiwa kekerasan di Papua sudah sering terjadi.

“Kalo saya komentari baru tidak selesaikan buat apa saya komentari,” ujarnya.

ads

Dalam keterangan tertulis bersama Masyarakat Sipil yang diterima suarapapua.com, dituliskan bahwa pada malam 27 Desember 2014, Presiden Jokowi berada di Stadion Mandala Jayapura bukan untuk menonton sepak bola, melainkan merayakan Natal nasional bersama ribuan warga Papua. Saat di depan podium, Jokowi menyatakan kasus peristiwa kekerasan di Kabupaten Paniai secepatnya dituntaskan.

Diketahui, peristiwa Paniai terjadi pada 7-8 Desember 2014, yang merupakan kasus kekerasan sipil yang melibatkan anggota TNI dan mengakibatkan 4 orang meninggal, 21 orang mengalami luka berat akibat penganiayaan.

Baca Juga:  Kotak Suara Dibuka di Pleno Tingkat Provinsi PBD, Berkas C1 Tak Ditemukan

Komnas HAM RI menetapkan Peristiwa Paniai sebagai peristiwa pelanggaran HAM berat pada tanggal 3 Februari 2020. Berkas dan kesimpulan penyelidikan diserahkan kepada Jaksa Agung pada 11 Februari 2020. Namun, berkas tersebut dikembalikan Jaksa Agung pada 19 Maret 2020 karena dinilai belum memenuhi unsur formil dan materiil.

Pada 14 April 2020, Komnas HAM RI mengembalikan kembali berkas tersebut kepada Jaksa Agung. Untuk kedua kalinya, pada 20 Mei 2020 Jaksa Agung mengembalikan berkasnya dengan alasan yang kurang lebih sama. Sama seperti 12 berkas perkara pelanggaran hak asasi manusia berat lainnya. Berkas hasil penyelidikan Komnas HAM RI dalam peristiwa Paniai sepertinya akan selalu dikembalikan oleh Jaksa Agung dengan alasan yang berulang.

“Kami menilai pemahaman dan sikap Jaksa Agung dalam menangani perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat sangat mengganggu dalam upaya penyelesaian kasus Pelanggaran HAM Berat di Indonesia, khususnya dalam peristiwa Paniai,” ungkapnya.

Setiap upaya Penyelidikan Komnas HAM RI seperti berjalan percuma dan tidak ada artinya. Sejak tahun 2002, fenomena bolak balik berkas juga terjadi terhadap pelanggaran HAM Berat yang lain. Tercatat 13 (tiga belas) berkas hasil penyelidikan dugaan pelanggaran HAM berat Komnas HAM RI, termasuk kasus Paniai yang selalu dikembalikan oleh Jaksa Agung. Hal tersebut membuat pengusutan kasus Paniai menjadi berpotensi berhenti ditengah jalan.

Baca Juga:  Dua Anak Diterjang Peluru, Satu Tewas, Satu Kritis Dalam Konflik di Intan Jaya

Di satu sisi, Komnas HAM RI telah cukup memaksimalkan mandatnya dengan menemukan bukti permulaan yang cukup, bahwasanya peristiwa kekerasan di Paniai merupakan pelanggaran HAM berat dan mengikuti arahan bolak-balik berkas sebelumnya oleh Jaksa Agung. Sebagaimana UU No. 26 tahun 2000 Pasal 20. Dan sesuai UU No. 26 tahun 2000 Pasal 21 dan 22. Jaksa Agung sudah seharusnya bisa langsung meneruskan ke tahap penyidikan.

Terkait dengan penyelesaian peristiwa Paniai, dalam konferensi pers Kamis, 4 Juni 2020, Komnas HAM menyatakan “Presiden harus menegaskan bahwa jika sampai batas waktu tertentu tidak ada proses penyidikan dan penuntutan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung, maka presiden dapat memerintahkan pembentukan tim penyidik dan penuntut independen sesuai ketentuan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang berisi tokoh-tokoh kredibel”.

Pernyataan Komnas HAM tersebut menyiratkan bahwa proses penyelesaian peristiwa Paniai berada di tangan Presiden Jokowi. Presiden Jokowi harus melakukan terobosan langkah politik hukum, di tengah masih lemahnya wewenang Komnas HAM RI dan Jaksa Agung yang terus menerus menahan berkas ke tahap penyidikan.

Drama bolak-balik berkas kasus Paniai yang telah mencapai jalan buntu, dengan kewenangan dan kekuasaannya Presiden Jokowi harus mencari jalan yang cepat, untuk menuntaskan janji-janjinya untuk menyelesaikan kasus pelanggaran hak asasi manusia di Tanah Papua.

Baca Juga:  Beredar Seruan dan Himbauan Lagi, ULMWP: Itu Hoax!

Masa depan penyelesaian kasus Paniai hanya ada ditangan Presiden Jokowi. Komitmen janji Jokowi untuk penuntasan kasus Paniai yang ia utarakan pada perayaan Natal Nasional 2014 yang lalu, menjadi pertaruhan besar presiden di mata masyarakat Papua.

Berkaitan dengan hal tersebut, kami merekomendasikan agar:

1. Presiden perlu memerintahkan Jaksa Agung untuk melakukan penyidikan peristiwa pelanggaran HAM Berat Peristiwa Paniai sebagaimana ditetapkan dalam UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM;

2. Presiden Jokowi harus memastikan agar Jaksa Agung bekerja secara profesional serta independen dan mempercepat pemenuhan hak atas keadilan, kebenaran dan pemulihan bagi korban dalam kasus Paniai.

 

Jakarta, 6 Juni 2020

1. Yayasan Pusaka Bentala Rakyat
2. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM)
3. Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP)
4. Greenpeace Indonesia
5. Papua Itu Kita
6. Human Rights Working Group (HRWG)
7. Elsham Papua
8. Setara Institute
9. KontraS
10. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
11. Yayasan Satu Keadilan
12. Solidaritas Perempuan
13. SKPKC Fransiskan Papua
14. Perhimpunan Bantuan Hukum Keadilan dan Perdamaian (PBHKP)
15. TAPOL – UK PEMBEBASAN

Pewarta: Yance Agapa
Editor: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaVirus Corona Kalah di Selandia Baru, di Papua Juga Bisa
Artikel berikutnyaYunita Ohee Tetap Jualan Es Kelapa Muda dengan Patuhi Aturan Pemerintah