Pemimpin Ilusi Menjadikan Manusia Sejati

0
1271

Oleh: Nomen Douw)*
)* Penulis adalah Pemuda Papua, tinggal di Nabire

Catatan kecil ini untuk Pemimpin hari ini di Papua, lebih kepada Pemimpin birokrasi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang sangat berbudiman melayani masyarakat hari ini. Semoga mencerahkan jika sempat dipahami secara akal yang sehat, tapi maaf jika menjadi persoalan dalam alur jalan pikiran.

Definisi dari kepemimpinan, berdasarkan para pakar. George R. Terry (1960), kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang-orang untuk berusaha mencapai tujuan bersama. Teori manusiawi dalam kepemimpinan pemerintahan adalah teori yang pemimpinnya benar-benar merasakan bawahannya (baik rakyat maupun staf) sebagai manusia yang dapat dimotivasi kebutuhannya sehingga menimbulkan kepuasan kerja.

Fase digital dan di era globalisasi ini sangat mempengaruhi pemimpin untuk bekerja lebih jujur dan juga  lebih buruk. Sulit untuk dapat meyakinkan masyarakat di daerah oleh seorang kepala daerah misalnya Gubernur, Bupati, Camat dan kepala desa. Lebih rumit lagi jika persoalan ini dibawah ke zona Papua yang secara pembangunan sumber daya manusia (SDM) masih belum baik dan minim.

Menurut analogi penulis, wilayah Papua masih dalam pembangunan fisik yang terus diulang-ulang dari tahun ke tahun. Pemimpin birokrasi belum mampu berpikir secara jernih karena menurut penulis, pembangunan manusia yang tidak ilusi adalah membangun manusia (SDM) di daerah. Pembangunan fisik hanya akan mempermudah alur transmisi yang lebih buruk ketimbang hal positif di daerah. Hal ini mesti dilihat dengan akal yang lebih sehat untuk membangun bangsanya.

ads

Pembangunan Manusia yang Tidak Ilusi

Negara China, Jepang, Amerika dan beberapa Negara lain maju karena pendidikan mereka sangat baik. Pembangunan manusia sangat penting karena suatu bangsa kuat berdasarkan pendidikan yang lebih kuat dari pembangunan fisik. Menurut penulis, pembangunan manusia yang ilusi adalah membangun lebih ke arah infrastruktur tanpa memikirkan fungsi bagi manusia yang menghuni di suatu daerah. Ini dapat menciptakan ruang-ruang yang ilusi. Inilah yang disebut ide yang lahir dari pemimpin ilusi, alias asal bapa senang yang selama ini masif.

Baca Juga:  Vox Populi Vox Dei

Orang Papua memiliki kaya akan kebudayaan, memiliki kemauan kerja yang kuat, punya nilai kultur yang baik dan memiliki jiwa sosialisme yang sangat mengikat antara suku-suku. Namun itu menurut hemat penulis, ada mental baru yang tercipta diatas itu semua, banyak pemimpin yang semenjak Papua bergabung  dengan Indonesia hingga saat ini menjadi pemimpin ilusi.

Program kerja yang digarap setiap tahun menjadi ilusi, patah idealisme yang dibangun saat mahasiswa, berbagai narasi di media sosial maupun cetak tidak menggambarkan karakter Pemimpin yang berteladan baik, tidak memiliki integritas pemimpin kuat untuk regenerasi. Inilah yang penulis berkesimpulan bahwa, Papua memiliki pemimpin ilusi yang hanya mencopet uang Jakarta dengan nangis palsu atau isu politik.

Pemimpin Ilusi Menjadikan Manusia Ilusi/Masyarakat Ilusi

Dampak dari pemimpin ilusi berpotensi menciptakan manusia/masyarakat berilusi. Menurut hemat penulis, hari ini di daerah, entah dia pejabat atau masyarakat, sebagian besar manusia hidup dalam ilusi.

Salah satu Contoh Pertama: Pemimpin daerah sakit hati soal ekonomi daerah di dalam bangunan tapi pasar lokal saja sulit dibangun, otomatis masyarakatnya dengan kondisi hidup yang tidak terjamin, solusinya berjudi dan kriminal.

Salah satu contoh Kedua: Pemimpin daerahnya memiliki potensi literasi atau pendidikan bersarjana, magister dan doktor yang bagus tapi tidak memiliki potensi pengkaderan yang menjadikan pemuda-pemudi asli daerah menjadi profesional dalam berbagai bidan ilmu pengetahuan. Fakum menciptakan program kerja yang dapat menumbuhkan literasi didaerah dll adalah menciptakan manusia yang hidup dalam kelas ilusi. Dengan cara ini, tidak mungkin menciptakan pemimpin yang hebat kedepan dan akan terus ilusi dari masa ke masa.

Baca Juga:  Musnahnya Pemilik Negeri Dari Kedatangan Bangsa Asing

Salah satu contoh Ketiga: Pemimpin daerahnya selalu bermimpi siang dan malam menjadikan bangsanya melihat dunia kebebasan tapi hari-hari selalu dengan orang elit, tidak pernah membuka ruang-ruang diskusi dengan pemuda-pemuda non birokrat atau antipati.  Yang selalu terlihat adalah anti diskusi public. Ini pun menciptakan manusia yang ilusi. Tidak akan pernah menciptakan manusia beridealis yang mampu menciptakan hal-hal baru untuk melihat dunia cara universal dari daerah.

Pemimpin Ilusi Ke Manusia Realistis

Pemimpin di Papua tidak memiliki progress yang bagus untuk menjadikan manusia ilusi menjadi manusia realistis. Manusia realistis adalah menjadikan manusia Papua memiliki hak usaha kios, toko, warung, bengkel dll, lebih umumnya menciptakan lapangan kerja untuk penguatan ekonomi micro ke makro untuk orang asli daerah. Pada hakekatnya pemimpin Papua adalah ilusi, Jika pemimpin adalah realistis maka hasilnya adalah korup.

Dari pemimpin yang ilusi mari kita hitung berapa doktor ahli hukum, politik dan sosial yang dibiayai pemerintah yang dikenal Pemerintah Indonesia ini. Artinya tidak mudah orang Papua menolak Otsus jilid II jika kehidupannya dirasakan dari praktek UU No 21 tahun 2001 itu bagi masyarakat Papua. Dan juga sama halnya dengan berbagai rencana pemekaran daerah baru. Jika itu dijalankan pemerintah pusat, mengindahkan penolakan dari semua elemen rakyat Papua, argumen masyarakat Papua adalah kolonialisme sebab ada unsur pemaksaan terjadi.

Sebuah kemajuan dunia akan memengaruhi pola pikir manusia sehingga tradisi dapat saja berubah, untuk itu manusia realistis harus hidup dalam budaya dengan mencetak narasi fisik seperti buku dan event-event budaya. Pemimpin Ilusi seharusnya sudah berpikir soal kelanjutan soal budaya kepada generasi berikut, museum harus dibangun, festival budaya harus jalan, perlombaan khas-khas daerah harus hidup. Maka dari kesempatan itu akan melahirkan manusia-manusia realistis yang dikenal dunia dalam nuansa budaya sebagai falsafah hidup masyarakat Papua.

Baca Juga:  Kura-Kura Digital

Manusia Sejati dari Pemimpin Ilusi

Manusia sejati adalah yang hidup dari hasil kebun sendiri dan minum dari sumur sendiri, bangun menjadi diri sendiri menjadi manusia sejati, di ruang ini manusia sejati tidak membutuhkan pemimpin ilusi dari luar Papua atau dari bangsa lain, seperti kata Pdt.I.S Kijne dalam Salah satu karyanya yang paling dikenal hingga saat ini di Wondama adalah Batu Peradaban itu Ia menyatakan.

“Di atas batu ini, saya meletakkan Peradaban Orang Papua. Sekalipun orang memiliki kepandaian tinggi, akal budi dan marifat tetapi tidak dapat memimpin bangsa ini, bangsa ini akan bangkit dan memimpin dirinya sendiri” (Wasior, 25 Oktober 1925)

Jika kita berpikir dari makna pesan dari seorang pendeta itu sangat jelas jika pemimpin harus berpikir rasional, dan responsif terhadap masyarakat dan membangun sumber daya manusia (SDM) yang diutamakan. Makna pesan harus menjadikan cermin dasar kalau kemajuan bangsa ini harus dimulai dari akar rambut. Manusia harus menjadi manusia secara pendidikan yang baik.

Banyak orang sering berkat, Orang pintar secara akademisi yang selalu mempermainkan masyarakat, namun itu, menurut hemat penulis ini karena akademisi yang bolong, artinya baik secara ilmu pengetahuan namun buruk secara etis atau eror sistem berpikirnya, bukan karena mereka pintar tapi dungu. Sebagai akhir kata, Pemimpin ilusi harus menjadikan manusia sejati yang lepas dari manusia ilusi, menjadikan manusia sejati atau masyarakat sejati. (*)

Artikel sebelumnyaKemenag Bikin Program ‘Kita Cinta Papua’, ULMWP: Itu Lagu Lama!
Artikel berikutnyaEltinus Omaleng Bilang 219 Anak Papua Timika Lulus Tes CPNS