Otsus Itu Produk Hukum NKRI, Kalau Mau Lanjut, Tanyakan Rakyat Papua

0
2222

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari meminta pemerintah provinsi Papua dan Papua Barat untuk menanyakan kembali rakyat akar rumput di Papua, karena UU No.21 tahun 2001 adalah produk hukum nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam menyikapi aspirasi politik rakyat Papua pasca reformasi tahun 1998.

Yan Christian Warinussy, Direktur Eksekutif LP3BH mengatakan setelah adanya pertemuan antara rakyat Papua yang diwakili tim 100, maka negara kemudian merespon dengan memberi ruang politik bagi rakyat Papua untuk merumuskan cara-cara legal dalam mewujudkan aspirasi politiknya tersebut.

“Inilah moment dimana para cendekiawan, akademisi, pekerja LSM maupun masyarakat sipil di Tanah Papua kala itu (2001) mulai merumuskan langkah-langkah penyelesaian masalah Papua melalui pasal-pasal dari draft UU pemerintahan sendiri Papua yang pada akhirnya diterima, dibahas hingga disahkan sebagai UU No.21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi provinsi Papua,” kata Warinussy kepada suarapapua.com Rabu, (28/7/20).

Baca Juga:  Empat Jurnalis di Nabire Dihadang Hingga Dikeroyok Polisi Saat Liput Aksi Demo

Dijelaskannya, sejak disahkan pada tanggal 21 November 2001 hingga hari ini, UU Otsus Papua sudah 19 tahun berlaku. Sedangkan amanat pasal 34 ayat (3) huruf c angka 2 tentang Penerimaan Khusus dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus yang besarnya setara 2 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional, dan itulah yang akan berakhir pada akhir tahun 2020 nanti.

“Menurut pandangan saya perlu dilakukan evaluasi sebagai syarat yang diatur secara konstitusional di dalam pasal 78 UU Otsus itu sendiri. Evaluasi ini penting dan semestinya melibatkan rakyat Papua secara total tanpa syarat, terutama Orang Asli Papua (OAP),” ujarnya.

ads
Baca Juga:  PMKRI Kecam Tindakan Biadap Oknum Anggota TNI Siksa Warga Sipil di Papua

Evaluasi penting pula untuk menilai apakah benar ada kegagalan? Atau apakah ada keberhasilan (sucsess story) yang bisa digunakan untuk merancang masa depan yang lebih baik? Sebab, kata dia, evaluasi penting untuk memulai merancang sebuah perubahan terhadap UU Otsus Papua sebagaimana diatur dalam amanat pasal 77.

“Evaluasi terhadap UU Otsus Papua sangat relevan dilaksanakan oleh rakyat Papua bersama dengan pemerintah daerah serta DPR dan MRP di Tanah Papua,” imbuh Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) Papua itu.

Seperti diberitakan di Suara Papua, penolakan Otsus datang dari Gubernur Papua. Lukas Enembe, mengecam akan mengembalikan dana Otonomi Khusus ke Pemerintah pusat, karena pihaknya selalu dicurigai dan merasa diintimidasi.

Baca Juga:  Dua Anak Diterjang Peluru, Satu Tewas, Satu Kritis Dalam Konflik di Intan Jaya

“Dana Otsus itu kecil, lebih baik kita kembalikan saja. Dana Otsus itu tak mampu membiayai pembangunan di Papua. Bayangkan saja Rp 100 miliar hanya mampu untuk membiayai Pembangunan dua jembatan di wilayah pegunungan tengah Papua,” kata Lukas Enembe di halaman kantor Gubernur Papua pada 19 Agustus 2019 lalu.

Menurut Enembe mengungkapka, dalam kepemimpinannya, 80 % dana Otsus dikelola Kabupaten dan 20 % dikelola provinsi. Dengan harapan kehidupan warga Papua jadi berubah, ternyata tidak. Bahkan, sejumlah isu sengaja dihembuskan untuk mendiskreditkan pejabat di Papua.

 

Pewarta: Yance Agapa
Editor: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaHMKY Bekali LKM untuk Anggotanya di Jayapura
Artikel berikutnyaHukum Internasional Tentang Otsus di West Papua