BeritaDewan Gereja Papua Ragukan Tim Pencari Fakta Buatan Pemerintah RI

Dewan Gereja Papua Ragukan Tim Pencari Fakta Buatan Pemerintah RI

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Dewan Gereja Papua menolak Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang dibentuk Menkopolhukam Mahfud MD untuk kasus Intan Jaya. Penolakan itu semata-meta karena selama ini mempromosikan demiliterisasi di tanah Papua, tetapi juga karena tim tersebut tidak independen.

Hal tersebut dikatakan Pdt. Andrikus Mofu, Ketua Sinode GKI di Tanah Papua ketika menyampaikan laporan situasi Papua selama tiga bulan terakhir pada tahun 2020 di Kantor Sinode Kingmi Papua di Kota Jayapura, Papua, Kamis (8/9/2020).

Peryataan itu disampaikan Ketua Sinode GKI di Tanah Papua didampingi Ketua Sinode gereja Kingmi Papua, Pdt. Benny Giyai, Presiden persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua, Pdt. Socratez Sofyan Yoman dan Presiden Gereja GIDI, Pdt. Dorman Wandikbo.

Kata Pdt. Mofu, pihaknya melihat tim tersebut tidak independen, karena beranggotakan aparat keamanan, pemerintah serta satuan militer. Sehingga dianggap tidak akan mengungkapkan peristiwa tersebut secara utuh, adil dan transparan berdasarkan fakta-fakta yang dimiliki Dewan Gereja Papua, dimana penembakan terhadap Pdt. Yeremia Zanambani dilakukan oleh satuan TNI.

Baca Juga:  PTFI Bina Pengusaha Muda Papua Melalui Papuan Bridge Program

“Berdasarkan pengalaman dan fakta-fakta yang pernah terjadi, terutama dibentuk tim pencari fakta sebagaimana hari ini dibentuk oleh Menkopolhukam, sekali lagi kami sangat ragu dan tidak yakin bahwa tim pencari fakta yang sedang bekerja ini akan menghasilkan sesuatu yang valid atau sesuatu yang bisa dipertanggungjawabkan,” katanya.

Oleh sebab itu dirinya mewakili Dewan Gereja Papua (DGP) ingin mendorong supaya selain tim pencari fakta yang dibentuk negara, pemerintah juga membuka ruang kepada pihak lain yang secara independen membentuk tim pencari fakta yang turun langsung ke lapangan guna mengali persoalan sesungguhnya.

“Supaya kedepan betul-betul kita memperoleh sebuah hasil yang dapat dipertanggung jawabkan,” ujarnya.

Katanya, hari ini dengan situasi yang terjadi, baik kematian Pdt. Yeremia Zanambani, tetapi juga menjelang akhir evaluasi Otsus Papua, maka Dewan Gereja Papua sangat berharap sebagai pimpinan gereja di Papua agar di pemerintahan Joko Widodo segera mengambil sikap secara serius untuk melihat dan juga menangani setiap masalah yang terjadi di tanah Papua.

Baca Juga:  KPK Menang Kasasi MA, Bupati Mimika Divonis 2 Tahun Penjara

“Pimpinan gereja melihat ada pembiaran tidak hanya dilakukan oleh institusi militer tetapi pembiaran oleh negara terhadap setiap masalah dan peristiwa yang terjadi di Papua. Kunjungan 13 kali presiden di Papua tidak punya niat sama sekali untuk menyelesaikan masalah kemanusiaan di tanah Papua,” ujarnya.

Oleh sebab itu, berharap tentunya dari empat gereja Papua, yaitu GKI di Tanah Papua, Kingmi Papua, Baptis Papua dan gereja GIDI yang telah menjadi anggota Konferenci Gereja Pasifik (PCC) dapat mengawal kepentingan pelayanan umat dan juga ikut mengumuli masalah-masalah yang dihadapi oleh umat secara bersama-sama.

Pdt. Benny Giyai, Ketua Sinode Kingmi Papua menambahkan, Presiden Joko Widodo sebagai panglima tinggi ABRI sekaligus sebagai presiden negara anggota Dewan HAM PBB untuk menyelesaikan masalah Papua secara damai melalui perundingan yang dalam teologi disebut Politik Tuhan yang mengajak publik bahwa Tuhan sangat hadir di dunia ini untuk adanya damai, terutama perundingan dalam rangka menjaga terjaminnya hak dan martabat manusia.

Baca Juga:  Peringatan IWD Menjadi Alarm Pergerakan Perempuan Kawal Segala Bentuk Diskriminasi Gender

“Dewan Gereja Papua mengingatkan kembali kepada Presiden Jokowi untuk menepati janjinya kepada ketua komisi tinggi dewan HAM PBB pada Februari 2018 di Jakarta untuk berkunjung ke tanah Papua sebagaimana yang juga telah disuarakan dalam pidato perdana menteri Vanuatu, tuan Bob Loughman 26 September 2020 di Sidang umum PBB di New York.”

“Termasuk desakan Kommunike para pimpinan Pasific Islands Forum (PIF) pada Agustus 2019 di Tuvalu dan Kummunike para pimpinan ACP (Africa, Carribean, Pasific) pada Desember 2019 di Kenya,” kata Pdt. Benny Giyai.

Dewan Gereja Papua juga mengucapkan terima kasih kepada Perdana menteri Vanuatu saat ini dan para perdana menteri sebelumnya, para pimpinan negara-negara Pasifik lainnya yang bersama rakyat dan gereja tidak melupakan penderitaan bangsa Papua dengan terus konsisten berdiri di depan PBB dan diberbagai forum menyuarakan kekerasan dan pelanggaran HAM terhadap rakyat Papua yang dilakukan oleh Indonesia.

 

Pewarta: Agus Pabika

Editor: Elisa Sekenyap

Terkini

Populer Minggu Ini:

ULMWP: Aneksasi Papua Ke Dalam Indonesia Adalah Ilegal!

0
Tidak Sah semua klaim yang dibuat oleh pemerintah Indonesia mengenai status tanah Papua sebagai bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena tidak memiliki bukti- bukti sejarah yang otentik, murni dan sejati dan bahwa bangsa Papua Barat telah sungguh-sungguh memiliki kedaulatan sebagai suatu bangsa yang merdeka sederajat dengan bangsa- bangsa lain di muka bumi sejak tanggal 1 Desember 1961.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.