JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Mahasiswa Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura kembali mewarning Rektor Uncen atas pembungkaman ruang demokrasi dalam penolakan perpanjangan Otsus jilid II di tanah Papua.
Ketua BEM FISIP Uncen, Kiri Keroman menyatakan pihaknya mendesak Rektor Uncen, agar segera bertanggungjawab atas pembubaran massa aksi dalam penolakan perpanjangan Otsus jilid II di tanah Papua.
“Stop mengkambinghitamkan kami mahasiwanya Papua,” kata Keroman kepada suarapapua.com, Selasa (27/10/2020).
Dia mengungkapkan, hari ini Uncen menjadi ladang sekaligus aktor pembunuhan rakyat Papua.
“Saat aksi mau digelar di beberapa titik, aparat sendiri yang menyatakan bahwa ingin membubarkan aksi atas dasar permintaan Rektor Uncen, jadi apapun alasannya kami mau Rektor segera bertanggungjawab,” tegasnya.
Dia menambahkan pihaknya akan terus menyuarakan penolakan Otsus di tanah Papua, sebab kehadiran Otsus tidak bermanfaat bagi rakyat Papua.
“Selama Otsus itu berjalan di Papua, justru membawa penindasan bagi rakyat Papua, seperti operasi militer, pembunuhan, penangkapan dan rakyat Papua masih tersisih,” ujarnya.
Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) Uncen, Levis B. Kogoya menyatakan pihaknya telah melalui semua prosedur aksi, tetapi aksinya dibubarkan paksa karena rektor tidak memberikan izin.
“Ya aksi sudah kami gelar tapi dibubarkan paksa oleh aparat gabungan. Dan semua ini bisa dibubarkan karena keterlibatan langsung rektor Uncen yang tidak menghargai independen perguruan tinggi dan MRP,” bebernya.
Dia mengakui aksi tersebut dibubarkan karena kurangnya keterlibatan MRP dalam aksi tolak Otsus jilid II.
“Kami sudah komunikasi dengan MRP, tetapi mereka katakan “kami tidak tahu dan kami tidak diizinkan untuk ke lapangan,” ungkapnya.
Sehingga, kata dia, terjadi pembungkaman ruang demokrasi dalam aksi penolakan Otsus jilid II. Tak hanya itu, aparat gabungan yang terdiri dari TNI dan Polri itu melakukan penembakan, penyemprotan water canon dan melepaskan gas air mata.
“Beberapa kawan-kawan kami ditembak murni dari TNI dan Polri,” tandasnya.
Pewarta: Yance Agapa
Editor: Elisa Sekenyap