PT MWW Bayar Upah Buruh Tidak Sesuai UMP Selama Satu Tahun

0
1467

KOTA SORONG, SUARAPAPUA.com — Charles Tawaru, Direktur Sementara Papuan Forest Watch mengungkapkan bahwa PT Multi Wijaya Wahana tidak membayar upah buruh sesuai dengan UMP provinsi Papua Barat selama 12 bulan [satu tahun]. 

Tawaru membeberkan, kalaupun dibayar, upah yang dibayar tidak sesuai dengan UMP provinsi Papua Barat.   

“Semenjak bulan November 2019 hingga November 2020 PT.MWW belum membayar upah buruh selama 12 bulan. Dari 77 buruh hanya tersisa sepuluh Buruh yang bertahan di Base Camp Sunggak dan Saubeba, kabupaten Tambrauw,” ungkap Tawaru dalam konferensi pers kepada wartawan di Kota Sorong, Papua Barat pada Jumat (13/11/2020)..

Baca Juga:  Pj Walkot Sorong Datangi SMKN 3 Ajak Siswa Berpikir Masa Depan

Tawaru dalam konfrensi pers itu membeberkan, para buruh melaporkan bahwa upah sangat rendah. Selain itu tidak membayar premi saat memberikan upah.

Akibatnya, kata dia, upah yang diterima buruh dibawah UMP provinsi Papua Barat, yakni 2 juta rupiah, sedangkan UMP provinsi sebesar 3 juta rupiah.

ads

“Kondisi upah rendah ini telah terjadi sejak lama,” ungkap Tawaru.

Tawaru menjelaskan, PP No. 78 tahun 2015 telah mengatur dengan jelas soal pengupahan dan termasuk denda tunggakan upah. Sehingga ia meminta untuk PT. MWW segera menyelesaikan upah Buruh yang belum dibayar selama 12 bulan.

“Kondisi pengupahan yang Buruh ini berdampak pada pengusaha hutan. Aktivitas illegal pemanfaatan hasil hutan kayu dan sumber daya alam lainnya di kawasan hutan dapat saja dilakukan para buruh akibat pengupahan yang tidak Benar sehingga mempengaruhi ekonomi kelurga para buruh,” kata Charles.

Baca Juga:  Deklarasi Tanah Injil, Perempuan Kebar: Gereja Harus Lawan Investasi!

Keterangan yang disampaikan Tawaru dibenarkan oleh  Oto Yesantah (50) selaku Mandor selama bekerja 16 tahun bersama PT. MWW di tiga wilayah distrik yaitu Abun, Kwoor, dan Tobouw, kabupaten Tambrauw.

Dia menjelaskan, apa yang disampaikan Tawaru adalah benar adanya.  Lebih lanjut, dia menambahkan, upah yang diterima para buruh tidak sesuai dengan pekerjaan yang digarap para buruh.

“Saya sebagai mandor bekerja dari tahun 2004 dengan upah per bulan RP 600.000 (enam ratus ribu rupiah). Di tahun 2019 lalu upah naik menjadi RP 3000.000 (tiga juta). Kalo karyawan ada yang dapat RP 700.000 (tujuh ratus ribu) 1 juta, dan rata -rata di bawah dua juta.” bebernya.

Baca Juga:  Political Will dan Konstelasi di Papua Rendah, ASHTMP: Salah Pilih, Susah Pulih!

Upah yang rendah, tambah Yesnath, dari 77 orang buruh, hanya 10 orang yang bertahan. Lainnya sudah keluar dari perusahaan.

“Kami masuk kerja jam 8 pagi pulang jam lima sore. Untuk makan, perusahan potong gaji, dengan hitungan per hari RP 50.000 (lima puluh ribu) per hari,” uangkap  Yesnath.

Pewarta: Maria Baru

Editor: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaDana Otsus Berakhir, Pemerintah Akan Memanfaatkan SDM Yalimo
Artikel berikutnyaKehidupan Masyarakat Adat Auyu dan Wambon Terancam Karena PT IL di Boven