JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua menilai kehadiran PT. Indonesia Lestari di Boven Digoel sangat mengancam eksistensi masyarakat adat suku Auyu dan Wambon Tekamerop.Â
“Masyarakat adat tidak mau hidup di atas air, mereka juga tidak mau hidup di bawa kolong jembatan, mereka mau hidup di atas tanah adat mereka, hutan adat mereka, jadi ini perlu diketahui oleh menteri lingkungan hidup gubernur Papua, bupati Bovendigoel dan dan lebih khususnya kepala dinas kehutanan Papua,” tegas Gobay saat berdialog bersama kedua masyarakat adat di kantor LBH Papua, Kamis (12/11/2020).
Dalam mengukur dampak negatif perusahaan sawit di sana, kata dia, eksistensi PT. IL melahirkan malapetaka bagi masyarakat adat suku Auyu dan Wambon Tekamerop.
Pasalnya, pemerintah juga mendukung perusahaan dengan memberikan ijin, akibatnya kemiskinan struktural akan tercipta.
Disinggung soal masa depan generasi, menurut dia, “gubernur Papua, bupati Bovendigoel dan kadis kehutanan Papua merupakan orang asli Papua yang juga punya tanah adat, maka jangan lepaskan tanah adat dan hutan adat.”
“Nanti anak cucu kalian akan sangat menderita di kemudian hari, untuk itu harapannnya bisa mendukung apa yang diperjuangkan oleh perwakilan masyarakat adat ini,” pintanya.
Kemiskinan struktural di tengah masyarakat adat suku Auyu dan Wambon bisa terjadi karena hutan dan tanah adat digusur perusahaan sawit di sana.
“Tanah adat mereka itu dirampas perusahaan lantas mereka mau dapat makanan dari mana, sementara mereka hidup dari hutan tadi, mereka hidup dari hasil olah tanah mereka, ini yang masuk dalam kategori kemiskinan struktural yang diciptakan oleh pemerintah melalui politik pemberian ijin tanpa sepengetahuan masyarakat adat,” imbuhnya.
Perwakilan masyrakat adat suku Auyu, Frangky Woro menyatakan saat ini masyarakat adatnya berhadapan dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. Indonesiana Lestari yang ingin menggusur hutan adat masyarakat pribumi seluas 30.190 hektar.
Menurut dia, kehadiran perusahaan telah menyebabkan konflik antara masyarakat adat. Akan tetapi ada sebagian kecil masyarakat yang mendukung kehadirannya, meskipun PT. IL tidak melakukan sosialisasi kepada masyarakat adat selaku pemilik tanah dan hutan.
“Kami anggap ada indikasi perusahaan memanfaatkan pihak-pihak masyarakat yang tidak memiliki hak untuk melepaskan hutan adat,” ucapnya.
Masyarakat adat meminta gubernur Papua agar segera mecabut izin-izin tambang perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. IL yang beroperasi wilayah adat suku Auyu.
“Perusahaan itu telah mengancam, mengakibatkan, melanggar dan menghilangkan hak-hak masyarakat adat di sana, serta berpotensi untuk menimbulkan konflik di antara keluarga, marga dan suku,” tukasnya.
Pewarta: Hendrik Rewapatara
Editor: Arnold Belau