BeritaMRP Rapat Gabungan Pokja Dengar Hasil RDPW dari Lima Wilayah Adat

MRP Rapat Gabungan Pokja Dengar Hasil RDPW dari Lima Wilayah Adat

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Guna menyampaikan hasil Rapat Dengar Pendapat Wilayah (RDPW) dari lima wilayah adat, Majelis Rakyat Papua (MRP) menggelar pertemuan rapat gabungan Pokja, Kamis (3/12/2020).

Timotius Murib, ketua MRP, mengatakan, terkait dengan hasil dari RDPW dari lima wilayah adat, apapun yang dihadapi dan didapat tim RDP di daerah masing-masing itu yang dilaporkan saat rapat gabungan Pokja MRP.

“Hasil laporan itu akan menjadi dokumen, kemudian tim RDP akan melakukan kompilasi (menilai dan menyusun) dengan lima laporan tersebut untuk dibuatkan satu dokumen, dimana yang akan disampaikan oleh pimpinan sebelum kami ambil keputusan tindak lanjut kapan RDPU akan dilakukan kapan atau RDP akan ditiadakan tergantung dari hasil kompilasi,” jelasnya.

Baca Juga:  Enam Pernyataan Egianus Kogeya Saat Upacara Pembebasan Pilot Philips di Nduga

Murib akui sikap MRP sesungguhnya ingin melakukan RDP dari tahapan RDP sebelumnya dimana kali ini dilakukan pada periode ketiga. RDP sebelumnya periode kedua dilakukan pada 2013 – 2015, dari hasil RDP tersebut lahirlah rencana UU Otsus Plus.

“Sejauh yang diketahui MRP UU Otsus Plus ini belum dikonsultasikan kepada masyarakat, jadi masyarakat belum memberikan penilaian terhadap rancangan tersebut, sehingga sudah tujuh tahun semenjak Jokowi menjabat tidak pernah dibahas lagi,” katanya.

Ia juga menambahkan, MRP hari ini melakukan RDP dimana hasilnya rakyat akan menilai efektivitas pelaksanaan Otsus, sehingga hasil dari RDP ini MRP akan merekomendasikan kepada Presiden agar ada pembobotan dalam UU Otsus Plus.

Baca Juga:  Melalui MRP PB dan Tokoh Masyarakat, Tiga Warga Moskona Menyerahkan Diri

“Pemerintah pusat mendorong ke Prolegnas, namun dalam pelaksanaan RDPW di lapangan ini, ada pihak-pihak lain dan kelompok tertentu yang melarang untuk MRP lakukan RDP dan juga pihak keamanan menangkap anggota dan staf MRP, di Merauke bahkan diborgol,” jelas Murib.

Sebelumnya, Amnesty International Indonesia menegaskan, penangkapan anggota dan staf MRP oleh Kepolisian Resor (Polres) Merauke dengan tuduhan makar merupakan pembungkaman ruang demokrasi bagi Orang Asli Papua (OAP).

Baca Juga:  Teror Bom di Kantor Jubi Amat Memprihatinkan, Pelakunya Harus Ditemukan

Usman Hamid, direktur eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, mengatakan, rapat dengar pendapat (RDP) yang dipersiapkan MRP di Merauke merupakan bagian dari kebebasan berekspresi, berkumpul, dan berserikat.

“Menangkap mereka secara sewenang-wenang sangatlah diskriminatif, sementara kita tahu kebebasan berkumpul untuk kelompok lain justru dijamin. Belum lagi, mereka dituduhkan dengan pasal makar hanya karena mengutarakan pendapat dengan damai. Ini jelas bentuk pelanggaran hak asasi manusia,” tuturnya.

Seharusnya, kata Usman, pemerintah dan aparat penegak hukum menjamin dan melindungi hak tersebut, bukan melakukan tindakan represif yang semakin menggerus kebebasan berekspresi.

Pewarta: Agus Pabika
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.