12 Februari Rakyat Papua Demo ke Kediaman Ortiz Zans di Jayapura

0
2604

Dr. Fernando Ortiz Sanz, perwakilan PBB, yang berada di Papua untuk mengawasi pelaksanaan penentuan pendapat rakyat tahun 1969, dalam laporannya menyatakan penyesalannya karena pemerintah Indonesia tidak melaksanakan isi Perjanjian New York Pasal XXII (22) tentang hak-hak dan kebebasan orang-orang Papua.

Laporan Ortiz Sanz dalam Sidang Umum PBB bulan September 1969 sebagai berikut:

“Saya dengan menyesal harus menyatakan keberatan-keberatan saya tentang pelaksanaan Pasal XXII (22) Perjanjian New York, yang berhubungan dengan hak-hak termasuk hak-hak kebebasan berbicara, kebebasan bergerak, kebebasan berkumpul, penduduk asli” (Dokumen PBB, Annex I, A/7723, paragraph 251, hal. 70).

Didemo Masyarakat Papua Sebelum PEPERA

Sebelum PEPERA diselenggarakan, pada tanggal 12 Februari 1969 di Jayapura diselenggarakan suatu demonstrasi masyarakat yang secara tertib menuju ke kediaman Ortiz-Sanz dengan menyerahkan sebuah resolusi untuk menuntut penyelenggaraan pemilihan pada 1969 tidak secara musyawarah tetapi menurut ketentuan Perjanjian New York yaitu dengan cara one man one vote.

ads
Baca Juga:  Penghargaan Musik di Eropa untuk Black Brothers

Juga resolusi yang disampaikan itu menyampaikan keinginan rakyat Irian Barat untuk merdeka sendiri sesuai dengan janji Belanda dan menyampaikan protes terhadap tindakan dari aparat atau tentara Indonesia yang melakukan sejumlah penangkapan terhadap para tokoh Irian Barat serta pengikutnya dan memperlakukan mereka secara tidak manusiawi serta bertentangan dengan hak asasi manusia.

Delegasi yang dipimpin oleh Herman Wajoi dan Penehas Hans Torrey BA itu kemudian diterima oleh Ortiz-Sanz dan berjanji akan melanjutkannya kepada Sekretaris Jenderal PBB U Thant. Demonstrasi massa yang tertib semula dengan menyanyikan lagu rohani “Laskar Kristen Maju” itu kemudian bubar saat mendengar tembakan panser kavaleri yang tidak disengaja.

Baca juga: Kronologi Papua 1960-1969: Ketika Hak-hak Politik Bangsa Papua Diberangus

Selanjutnya, berikut ini adalah sejumlah peristiwa lain yang terjadi pada bulan Februari antara 1960 hingga 1969 di Tanah Papua:

Baca Juga:  Zheng He, Seorang Kasim Cina Terkenal Sampai di Nusantara

Februari 1961, Pemilu dilaksanakan di New Guinea Barat untuk memilih 16 anggota Dewan New Guinea Barat. Belanda memilih 12 orang untuk mewakili daerah-daerah yang dinilai belum siap melaksanakan Pemilu secara benar. Di dalam Pemilu itu, orang-orang asli New Guinea merebut 22 dari 28 kursi.

Februari 1962, Saudara laki-laki Presiden Kennedy, Jaksa Agung Amerika Serikat Robert Kennedy mengunjungi Jakarta dan Den Haag dalam upaya membujuk kedua belah pihak untuk memulai perundingan langsung.

Februari 1962, Dewan New Guinea memberitahu pemerintah Belanda bahwa rakyat New Guinea Barat telah menetapkan 1 Desember 1970 sebagai tanggal kemerdekaan.

6 Februari 1963, Menteri Luar Negeri Indonesia mengumumkan bahwa Jakarta menyetujui tanggal 1 Mei 1963 sebagai tanggal penyerahan kekuasaan dari UNTEA ke Indonesia.

9-12 Februari 1963, Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk urusan Majelis Umum Chakravarthy V. Narasimhan tiba di Papua untuk kunjungan selama tiga hari. Dalam suatu sambutan ia mengkonfirmasi tanggal 1 Mei 1963 sebagai tanggal penyerahan kekuasaan UNTEA kepada Indonesia.

Baca Juga:  Penghargaan Musik di Eropa untuk Black Brothers

17-18 Februari 1963, Di bawah komando Sersan Frits Awom, Korps Pasukan Sukarelawan Papua (PVK) di Manokwari melakukan pemberontakan. Tentara Indonesia dipukul mundur ke barak.

20 Februari 1963, Para pejabat PBB mengelabui pasukan PVK untuk melucuti senjata mereka. Senjata-senjata itu kemudian diambil alih oleh pasukan UNSF Pakistan.

2 Februari 1968, Penyerangan di Sausapor, dekat Sorong, oleh ‘kaum separatis.’

Februari 1969, Dalam pidato pertamanya sebagai Menteri Urusan Luar Negeri Australia, Gordon Freeth mengisyaratkan bahwa Australia akan menerima hasil penentuan nasib sendiri di Irian Barat yang dilakukan dalam bentuk pemungutan suara oleh 1000 orang wakil-wakil masyarakat. (*)

Artikel sebelumnyaMendagri Stop Bicara Pemekaran Tanpa Melibatkan Orang Papua
Artikel berikutnyaYoel Luiz Mulait Terpilih Sebagai Wakil Ketua I MRP