JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Pemerintah Provinsi Papua menyambut baik upaya DPD RI yang mendorong revisi UU No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Papua.
Meski menyatakan mendukung upaya yang dilakukan DPD RI, pemerintah provinsi Papua memiliki kerangka acuan yang ditentukan Pemprov. Pasalnya, kerangka acuan itu agar dalam implementasinya nanti Otsus menguntungkan pemerintah dan masyarakat Papua.
Hal tersebut disampaikan Asisten Bidang Perekonomian dan Kesejahteraan Rakyat Sekda Papua Muhammad Musa’ad di Jayapura, Senin (1/2/2021) lalu usai rapat dengar pendapat (RDP) bersama DPD RI secara virtual di Swisbel Hotel Jayapura.
Kelima kerangka acuan tersebut adalah:
- Pengakuan dan penyerahan kewenangan kepada Papua. Dimana perlu ada rasionalisasi kewenangan pusat dan daerah. Sehingga menjadi jelas dan tidak tumpang tindih.
- Struktural kelembagaan, bertujuan menguatkan posisi gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah serta juga sebagai koordinator pengelolaan otsus. Sehingga kabupaten dan kota bisa punya hubungan yang terkait (dalam pengelolaan dana Otsus) dengan provinsi.
- Keuangan, dimana Provinsi Papua berkeinginan agar hanya ada satu sumber pendanaan dari pusat, yakni lewat dana Otsus. Meski nanti proyek itu dikerjakan oleh kementerian lembaga tapi semua ini harus lewat satu pendanaan. “Jangan seperti sekarang ini, ada dana bagi hasil, DAK, DAU, dana kementerian lembaga,” kata Mussad.
- Harus ada kerangka kebijakan, sehingga tak ada tumpang tindih kebijakan yang diterbitkan pusat maupun daerah.
- Aspek hukum, HAM termasuk rekonsiliasi. “Intinya lima kerangka ini yang kita inginkan. Mau jadi berapa pasal silahkan yang penting tetap mengacu pada 5 kerangka ini,” tegasnya.
Musa’ad berharap revisi UU Otsus menjadi sebuah solusi penyelesaian masalah bagi Papua dan bukan sebaliknya, malah memunculkan persoalan baru. Dia juga berharap DPD RI sebagai bagian dari MPR RI, agar dapat mengawal prose revisi yang terjadi, seba telah menjadi amanah dalam TAP MPR.
“Intinya kita minta DPD RI untuk kami, bahwa kami tidak ingin perubahan UU Otsus terjadi seperti yang ditawarkan pusat pada tahun 2008, yang ditetapkan dengan UU no. 35 tahun 2008. Yang mana, ternyata substansi materi sangat dangkal hanya pada 2 pasal,” pungkasnya. (*)