Predator Seksual Anak di Timika Terancam Hukuman Kebiri

0
986

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com —  Kejaksaan Negeri (Kejari) Mimika, Papua menerima berkas tahap 2 kasus pencabulan di Sekolah Asrama Taruna Papua (SATP) dengan tersangka DFL (30) yang tak lain sebagai pembina asrama saat itu.

Seperti dilansir seputarpapua.com, penyerahan tersangka dan barang bukti perkara tersebut diterima Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ico Andreas Sagala di Kantor Kejari Mimika, Mile 32, Rabu (9/6/2021).

Kedatangan DFL mendapatkan pengawalan dari anggota Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Mimika. Setelah pelimpahan, JPU memeriksa tersangka kurang lebih 45 menit, kemudian tersangka dibawa kembali ke ruang tahanan Polres Mimika sesuai permintaan JPU.

JPU Ico Andreas Sagala mengatakan, pihaknya mengajukan sekitar 15 pertanyaan kepada tersangka seputar perbuatannya dalam kasus itu, kemudian waktu dan tempat kejadian.

Baca Juga:  Hasil Temu Perempuan Pembela HAM dan Pejuang Lingkungan Bersama WALHI Nasional

Menurut Sagala, awalnya tersangka tidak mengaku dan terkesan berbelit-belit. Termasuk menyangkal bahwa dirinya tidak pernah melakukan perbuatan sodomi terhadap korban yang masih anak-anak.

ads

Keterangan tersangka, kata Sagala, berlawanan dengan pengakuan saksi korban. Namun setelah dihujani pertanyaan, tersangka akhirnya mengakui telah mencabuli dan menganiaya para korban.

“Untuk saat ini, hanya itu pertayaan yang ditanyakan kepada tersangka. Namun untuk lebih detail dan jelas, serta untuk pembuktiannya akan diperdalam pada saat persidangan nanti,” terangnya.

Pekan depan JPU berencana akan melimpahkan perkara tersebut ke pengadilan untuk disidangkan.

“Setelah ini kita akan mempersiapkan administrasinya. Kalau sudah, maka akan diajukan untuk didaftarkan ke pengadilan. Mungkin persidanganya paling cepat akhir bulan ini,” jelasnya.

Baca Juga:  Non OAP Kuasai Kursi DPRD Hingga Jual Pinang di Kota Sorong

Penyidik menjerat tersangka DFL dengan dua pasal kumulatif, yaitu untuk tindak pencabulan dijerat Pasal 82 UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Sementara untuk penganiayaan atau kekerasan disangkakan Pasal 80 UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Dalam kasus pencabulan tersangka terancam pidana penjara maksimal 15 tahun dengan denda Rp5 miliar.

Namun, kata Sagala, ada tambahan ancaman hukuman yang diterangkan dalam undang-undang tersebut, seperti pengumuman di media dan hukuman kebiri.

Meski begitu, JPU Sagala mengatan, mengenai penambahan hukum masih akan melihat perkembangan persidangan yang kemudian dituangkan dalam tuntutan Jaksa nanti.

Baca Juga:  Peringatan IWD Menjadi Alarm Pergerakan Perempuan Kawal Segala Bentuk Diskriminasi Gender

“Untuk kebiri, yang menjadi hukuman tambahan akan didipertimbangkan dengan melihat proses persidangan. Apakah berjalan lancar dan keterangannya seperti apa. Tapi untuk kemungkinan itu terbuka semua,” katanya.

Perlu diketahui, kasus pencabulan yang terjadi di SATP sempat menggegerkan masyarakat Mimika bahkan diketahui hingga ke pemerintah pusat lantaran korban pelecehan seksual dan kekerasan fisik jumlahnya cukup banyak, yakni 25 orang anak.

Dari 25 anak tersebut, 15 diantaranya mendapat perlakukan kekerasan, sedangkan 10 anak mendapat pelecehan seksual.

Dimana, perbuatan bejat pelaku DFL telah dilakukan sejak November 2020 dan baru terungkap pada 9 Maret 2021. (*)

 

 

SUMBERSeputar Papua
Artikel sebelumnyaSambil Tunggu Hasil Otopsi, Ini yang Dilakukan Pemkab Intan Jaya
Artikel berikutnyaRencana Pembangunan Landasan Roket Spacex di Biak Ancam Lahan dan Penghidupan Masyarakat Lokal