SORONG, SUARAPAPUA.com — Masyarakat adat Sorong Selatan menuntut pemerintah daerah segera mengembalikan dan mengakui hak masyarakat adat atas tanah di distrik Konda, Teminabuan, Moswaren, Saifi, dan Seremuk, kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat.
Tuntutan tersebut mengemuka dalam dialog kebijakan bersama pengambil kebijakan yang diselenggarakan selama dua hari (8-9/11/2021) oleh Yayasan Pusaka Bentala Rakyat serta relawan pemuda tolak sawit dan peduli lingkungan sosial, di gedung Trinati, Teminabuan.
“Sekarang kami masyarakat adat sub suku Afsya dan Nakna di distrik Konda sudah duduk dan sedang buat peta tanah dan hutan adat, peta tempat-tempat penting, yang kami minta pemerintah akui dan lindungi hak masyarakat adat,” ujar Sopice Sawor, tokoh perempuan adat dari distrik Konda, Senin (15/11/2021).
Setelah Samsudin Anggiluli, bupati Sorong Selatan, mencabut izin perusahaan perkebunan kelapa sawit di distrik Konda, Moswaren, Teminabuan, Seremuk, dan Saifi pada Mei 2021, masyarakat adat mendesak Pemkab Sorsel segera mengembalikan tanah tersebut kepada masyarakat adat sebagai pemilik ulayat.
“Supaya lahan itu masyarakat bisa kelola termasuk hasil hutan di wilayah adat berdasarkan inovasi pengetahuan adat setempat,” katanya.
Franky Samperante, direktur Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, menegaskan perlunya keterlibatan masyarakat adat seluas-luasnya dalam proses pembahasan rancangan kebijakan peraturan daerah tentang perlindungan masyarakat adat Sorong Selatan.
“Substansi pengaturan mencakup dan memuat hak-hak masyarakat adat, antara lain hak untuk menguasai dan memiliki, mengelola dan memanfaatkan tanah adat, hutan, dan kekayaan alam lainnya,” kata Franky.
Selain itu, lanjut Franky, hak menyelenggarakan kelembagaan adat, hukum adat dan peradilan adat, hak untuk melindungi dan melestarikan adat istiadat, bahasa, pendidikan adat, tempat sakral dan kepercayaan.
“Hak untuk menentukan pembangunan, hak bebas untuk dipilih sebagai wakil rakyat, menentukan dan memilih wakil rakyat. Hak perempuan adat, hak untuk mendapatkan dan melakukan perlindungan lingkungan yang sehat. Hak mendapatkan pemulihan atas pelanggaran hak-hak masyarakat adat, hak masyarakat adat untuk bebas berkumpul dan berpendapat,” bebernya.
Franky menyatakan, “Kebijakan pengakuan, perlindungan dan penghormatan keberadaan dan hak-hak masyarakat adat merupakan hak konstitusional masyarakat adat, yang harus dipenuhi negara.”
Mewaliki Pemkab Sorong Selatan, Theodorus H Thesia, kepala bagian hukum Setda Sorong Selatan, mengatakan, pemerintah daerah menerima usulan dan mendukung aspirasi masyarakat adat di kabupaten Sorong Selatan.
Selanjutnya, kata Thesia, Bapemperda DPRD telah menetapkan Ranperda tentang pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat sebagai salah satu program legislasi tahun 2021.
“DPRD Sorong Selatan telah mengadakan sidang untuk mendiskusikan rancangan Perda tentang pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat Sorong Selatan, tetapi masih diperlukan pembobotan dan masukan materi rancangan Perda,” jelas Thesia.
Sementara itu, dalam diskusi lanjutan dengan kepala bagian Hukum, Bapemperda dan Sekwan Sorong Selatan di kantor bupati Sorong Selatan, Teminabuan, pada 10 – 11 November 2021, ketua Bapemperda, Agustinus M Way menjelaskan Ranperda tentang pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat merupakan inisiatif DPRD Sorong Selatan.
Bapemperda menurut Agustinus, siap menerima masukan dari masyarakat adat, relawan pemuda dan organisasi masyarakat sipil untuk pembobotan dan memperkaya legal drafting, termasuk penyelesaian naskah akademik, agar sesuai ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan di daerah.
“Kami usahakan Ranperda ini dipastikan pada Desember 2021 ini, DPRD sedang menyusun tahapan proses pembahasan dan akan dipaketkan dengan APBD induk untuk mempercepat pembahasan,” ujarnya.
Nicodemus Wamafma, juru kampanye hutan Greenpeace Indonesia, mengapresiasi inisiatif DPRD Sorong Selatan. Ia bahkan bersedia mendukung masyarakat adat dalam menyusun Perda tersebut.
“Adanya inisiatif DPRD itu sangat menggembirakan karena menjawab harapan masyarakat. Greenpeace akan selalu bersama mitra pembangunan dan sebagainya, siap back up. Surat yang disampaikan DPRD ke mitra pembangunan, bagian penting dari diskusi itu, kita akan berdiskusi untuk pembobotan, termasuk juga naskah akademik dan legal drafting,” kata Nicodemus.
Pewarta: Reiner Brabar
Editor: Markus You