Tanah PapuaDomberaiMasyarakat Kalami Malagufuk Bentengi Hutan Adat dengan Ekowisata

Masyarakat Kalami Malagufuk Bentengi Hutan Adat dengan Ekowisata

KOTA SORONG, SUARAPAPUA.com — Masyarakat adat Kalami Malagufuk di desa persiapan Malagufuk, distrik Makbon, kabupaten Sorong, Papua Barat, menjaga ekosistem hutan adatnya melalui ekowisata.

Amos Kalami, salah satu tokoh masyarakat Kalami Malagufuk, mengatakan, melalui ekowisata masyarakat setempat dapat meningkatkan perekonomian mereka, setidaknya menambah pendapatan sehari-harinya.

Selain itu, ia menilai melalui ekowisata, alam dan hutannya tetap terjaga. Ini terbukti dari tidak sembarang menebang pohon dan tidak berburu hewan di hutan tersebut.

“Semua komponen masyarakat menjaga ekosistem hutan adat. Itu dibuktikan dengan membuka akses jalan masuk ke kampung Malagufuk tanpa tebang pohon, tidak merusak lingkungan, serta tidak memusnahkan flora dan fauna di sekitarnya,” kata Amos kepada suarapapua.com, akhir pekan lalu.

Masyarakat Kalami Malagufuk juga menyediakan beberapa paket wisata alam bagi setiap wisatawan yang berkunjung untuk menikmati keindahan alam di sana.

Baca Juga:  Kepala Suku Abun Menyampaikan Maaf Atas Pernyataannya yang Menyinggung Intelektual Abun

Para pengunjung berkesempatan melihat langsung burung menari atau mendengar melodi indah dari burung Cenderawasih, kakatua, burung nuri, dan jenis burung lainnya.

Tak hanya itu. Di sana para pengunjung bisa melihat Kasuari. Seekor Kasuari berbulu indah, besar, dan gagah, biasa masuk ke kampung pada pagi, siang, atau sore hari.

“Masyarakat menyediakan ruang yang aman, jadi Kasuari berani masuk kampung kalau dia sudah lapar. Masyarakat akan memberi makanan seperti pisang, petatas, pepaya mengkal, dan lainnya,” beber Amos.

Untuk tempat tinggal, warga setempat menyiapkan homestay bagi pengunjung yang hendak menginap. Bangunan homestay dibuat dari bahan lokal. Dinding rumah dan atapnya cukup unik. Suasana sejuk dibaluti keindahan alam dengan pepohonan asri.

Baca Juga:  Peringatan IWD Menjadi Alarm Pergerakan Perempuan Kawal Segala Bentuk Diskriminasi Gender

Amos juga memastikan ketersediaan fasilitas kamar mandi dan toilet.

“Semua sudah tersedia. Bagusnya berkunjung ke sana, pasti  menyenangkan dan nyaman untuk menghabiskan waktu libur bersama keluarga,” promosinya.

Menurut Batzeba Mobilala, seluruh masyarakat baik orang tua, anak muda, tokoh adat dan perempuan turut menjaga hutan adatnya melalui ekowisata. Sehingga, siapapun dilarang memburu burung, kasuari, dan jenis bintang lainnya. Hal serupa juga diperlakukan terhadap pohon dan semua tumbuhan.

“Kami sudah sasi adat untuk tidak membunuh Kasuari, burung, dan hewan endemik lainnya. Kasuari kalau masuk di kampung pun masyarakat tidak bisa bunuh. Kami lindungi dan biasa beri makan,” kata mama Mobilala.

Yordan Kalami, guide lokal, mengaku jumlah turis dari luar negeri berkurang drastis ketika pandemi Covid-19 muncul di Indonesia dan Papua sejak tahun 2020 lalu.

Baca Juga:  20 Tahun Menanti, Suku Moi Siap Rebut Kursi Wali Kota Sorong

Sebelum Covid-19, kata Yordan, tempat Cenderawasih dan burung lainnya bermain menjadi daya tarik tersendiri bagi turis manca negara.

“Dulu saya sering menemani turis asing menikmati langsung burung Cenderawasih yang menari-nari dan burung endemik lainnya di Malagufuk,” akuinya kepada suarapapua.com, Jumat (12/11/2021).

Setahun terakhir, Yordan merasa kehilangan pendapatan akibat tak ada turis asing ke kampung Malagufuk.

“Memang banyak wisatawan lokal datang berkunjung, tetapi mereka hanya sekedar foto-foto di jembatan dan melihat Kasuari masuk kampung.”

“Sejak pandemi Covid-19, kami sepi wisatawan manca negara. Kami kehilangan peluang untuk menambah pendapatan,” imbuhnya.

Pewarta: Maria Baru
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

Manasseh Sogavare Mengundurkan Diri Dari Pencalonan Perdana Menteri

0
“Saya sangat menyadari tantangan yang ada dan saya tahu bahwa terkadang hal ini dapat menjadi beban dan kesepian; namun saya yakin bahwa saya terhibur dengan kebijakan yang baik yang kami miliki dan solidaritas dalam koalisi kami.”

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.